Belakangan, perkara bukber kerap disebut sebagai media flexing berkedok silaturahmi. Hal itu juga disinyalir menjadi alasan kenapa Presiden menerbitkan larangan Bukber bagi ASN.Â
Menurut kamus Merriam Webster, kata flexing berasal dari "flex" yang bermakna menunjukkan atau mendemonstrasikan. Sebelum populer di media sosial, istilah ini sering orang gunakan dalam dunia ekonomi yang menggambarkan perilaku memamerkan kekayaan dengan tujuan tertentu, misalnya pemasaran atau investasi.
Kendati banyak orang beranggapan bukber kerap dijadikan media flexing, saya melihat hal itu sebagai fenomena yang lumrah. Jika kita melihatnya dalam sudut pandang komunikasi psikologis, fenomena itu biasa disebut sebagai "overconfidence effect".
Apa itu overconfidence effect?
Bias terlalu percaya diri (overconfidence effect) adalah kecenderungan untuk melebih-lebihkan pengetahuan dan kemampuan kita di bidang tertentu. Karena orang sering kali memiliki gagasan yang salah tentang kinerja, perilaku, atau karakteristik mereka, perkiraan mereka mengenai risiko dan kesuksesan sering kali menyimpang dari kenyataan.
Kondisi itu adalah fenomena logis dan sering kita temukan sehari-hari, dimana orang cenderung melebihkan pencapaian atau kemampuan mereka untuk meningkatkan kepercayaan diri mereka.Â
Oleh karena itu, kecuali kebohongan atau melebih-lebihkan itu sudah tidak wajar, berlebihan atau bahkan menyakiti orang, cobalah untuk memaklumi bualan orang yang dekat dengan Kita. Begitu juga dengan obrolan-obrolan yang kerap hadir dalam momen buka bersama alias bukber. (*)