Mohon tunggu...
Rahman Kamal
Rahman Kamal Mohon Tunggu... Jurnalis - Freelance Graphic Designer and Social Media Marketing Expert

Menulis, bercerita, dan berbagi kekuatan. Pecinta bola yang kadang romantis dan menulis berbagai topik ringan sehari-hari. #COYG

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Bukber dengan Teman Lama, Flexing atau Silaturahmi?

14 Maret 2024   09:57 Diperbarui: 14 Maret 2024   10:28 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi buka puasa bersama. (Foto: Pixabay)

Bukber Sama Teman Lama, Yes or No? Kalau saya sih tentunya pasti YES. Momen bukber sama teman lama itu momen penting yang sangat bisa jadi media sambung silaturahmi setelah sekian lama tidak berjumpa. 

Setiap menerima ajakan bukber, saya hampir pasti menerimanya. Karena momen bukber hanya bisa dilakukan selama Ramadan. Itupun setahun sekali. Artinya, butuh waktu satu tahun sebelum kembali bersua dalam momen bukber lainnya. 

Meski selalu menerima ajakan bukber, saya juga mempertimbangkan beberapa hal sebelum akhirnya menerima ajakan itu. Beberapa pertimbangan itu meliputi kesibukan pribadi, jarak dengan lokasi, dan dengan siapa saja nanti hendak berbuka puasa bersama.

Kenapa masih ada pertimbangannya? Ya karena saya masih bekerja selama Ramadan. Terus, kalau setiap hari bukber, selain cost meningkat, gak bisa berbuka dengan orang-orang di rumah karena berbuka di luar terus.

Bukber Sama Teman Lama, Media Sambung Tali Silaturahmi

Antusiasme menyambut bukber tentu tidak lain karena bisa kembali bersua dengan teman setelah sekian lama tidak berjumpa. Momen bukber tentu menjadi momen yang tepat untuk menyambung kembali silaturahmi untuk kemudian dikuatkan di waktu hari raya. 

Silaturahmi merupakan sebuah amalan utama yang bisa menyambungkan apa-apa yang terputus seperti hubungan manusia contohnya.

Tidak heran jika dengan melakukan silaturahmi maka akan timbul rasa nyaman dan mendapatkan manfaat lainnya. 

Dalam Islam, silaturahmi juga dijadikan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan adanya silaturahmi maka bisa memperlakukan manusia dengan baik yang mana sesuai dengan perintah Allah SWT. 

Untuk bisa menjalankan silaturahmi juga terdapat dalil yang bisa diikuti, seperti:

(Wa'budullha wa l tusyrik bih syai'aw wa bil-wlidaini isnaw wa biil-qurb wal-yatm wal-maskni wal-jri il-qurb wal-jril-junubi wa-ibi bil-jambi wabnis-sabli wa m malakat aimnukum, innallha l yuibbu mang kna mukhtlan fakhr)

Artinya: "Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri." (QS An-Nisa: 36)

Bukber: Flexing Berkedok Silaturahmi?

Belakangan, perkara bukber kerap disebut sebagai media flexing berkedok silaturahmi. Hal itu juga disinyalir menjadi alasan kenapa Presiden menerbitkan larangan Bukber bagi ASN. 

Menurut kamus Merriam Webster, kata flexing berasal dari "flex" yang bermakna menunjukkan atau mendemonstrasikan. Sebelum populer di media sosial, istilah ini sering orang gunakan dalam dunia ekonomi yang menggambarkan perilaku memamerkan kekayaan dengan tujuan tertentu, misalnya pemasaran atau investasi.

Kendati banyak orang beranggapan bukber kerap dijadikan media flexing, saya melihat hal itu sebagai fenomena yang lumrah. Jika kita melihatnya dalam sudut pandang komunikasi psikologis, fenomena itu biasa disebut sebagai "overconfidence effect".

Apa itu overconfidence effect?

Bias terlalu percaya diri (overconfidence effect) adalah kecenderungan untuk melebih-lebihkan pengetahuan dan kemampuan kita di bidang tertentu. Karena orang sering kali memiliki gagasan yang salah tentang kinerja, perilaku, atau karakteristik mereka, perkiraan mereka mengenai risiko dan kesuksesan sering kali menyimpang dari kenyataan.

Kondisi itu adalah fenomena logis dan sering kita temukan sehari-hari, dimana orang cenderung melebihkan pencapaian atau kemampuan mereka untuk meningkatkan kepercayaan diri mereka. 

Oleh karena itu, kecuali kebohongan atau melebih-lebihkan itu sudah tidak wajar, berlebihan atau bahkan menyakiti orang, cobalah untuk memaklumi bualan orang yang dekat dengan Kita. Begitu juga dengan obrolan-obrolan yang kerap hadir dalam momen buka bersama alias bukber. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun