Mohon tunggu...
Rahmah Wardaniah
Rahmah Wardaniah Mohon Tunggu... Hi guys, selamat membaca, have a nice day :))

Qod fata ma fata

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Pengaruh Revolusi Industri 4.0 terhadap Sistem Keluarga

30 Juni 2021   15:51 Diperbarui: 30 Juni 2021   16:42 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Secara substansial, Revolusi Industri merupakan suatu perubahan globalisasi yang silih berganti setiap zaman. Revolusi Industri ini sendiri pun lebih mengarah pada perubahan teknologi yang semakin canggih progresnya. Sebagai bukti kongkrit dari adanya revolusi industri yakni Revolusi Industri 4.0 yang menitik beratkan perubahan teknologi. Secara prosedural, Revolusi industri 4.0 ditandai dengan peningkatan digitalisasi manufaktur yang didorong oleh beberapa faktor di bawah ini:

1.Peningkatan volume data, kekuatan komputasi, dan konektivitas.

2.Munculnya analisis, kemampuan, dan kecerdasan bisnis.

3.Terjadinya bentuk interaksi baru antara manusia dengan mesin.

4.Perbaikan instruksi transfer digital ke dalam dunia fisik, seperti robotika dan 3D printing.

5.Aktivitas serba internet atau internet of things.

6.Mengandalkan keterbukaan informasi dan aksesibilitas.

Secara historis, konsep revolusi industri pertama terjadi di Inggris pada tahun 1784 di mana penemuan mesin uap dan mekanisasi mulai menggantikan pekerja-an manusia. Revolusi yang kedua terjadi pada akhir abad ke-19 dimana mesin-mesin produksi yang ditenagai oleh listrik digunakan untuk kegiatan produksi secara masal. Penggunaan teknologi komputer untuk otomasi manufaktur mulai tahun 1970 menjadi tanda revolusi industri ketiga. 

Saat ini, perkembangan yang pesat dari teknologi sensor, interkoneksi,dan analisis data memunculkan gagasan untuk mengintegrasikan seluruh teknologi tersebut ke dalam berbagai bidang industri. Gagasan inilah yang diprediksi akan menjadi revolusi industri yang berikutnya. Angka empat pada istilah Industri 4.0 merujuk pada revolusi yang ke empat. Industri 4.0 merupakan fenomena yang unik jika dibandingkan dengan tiga revolusi industri yang mendahuluinya. Industri 4.0 diumumkan secara apriori karena peristiwa nyatanya belum terjadi dan masih dalam bentuk gagasan.

Revolusi industri lebih khusunya revolusi industri 4.0 pada dasarnya menawarkan variatifnya pengaruh yang dihasilkan, baik itu pengaruh positif maupun negatif. Hal tersebut senada dengan banyaknya pandangan pakar telekomunikasi, pakar sosiolog, dan para pakar lainnya ditambah lagi dengan pandangan masyarakat yang menyatakan bahwa potensi manfaat yang dihasilkan dari revolusi industri 4.0 yaitu melingkupi perbaikan kecepatan fleksibilitas produksi, peningkatan layanan kepada pelanggan lebih generalnya kepada masyarakat, serta untuk meningkatkan pendapatan. Dimana out put daripada manfaat revolusi industri 4.0 tersebut yaitu untuk memberikan dampak positif terhadap kemajuan perekonomian suatu negara.

Pada praktiknya, merambatnya revolusi industri 4.0 ini bukan hanya dirasakan dan diterapkan oleh negara maju dan/atau negara super power semata, pun juga dirasakan dan diterapkan oleh negara berkembang salah satu contoh kongkritnya Negara Indonesia. Sebagai salah satu negara penganut era 4.0, banyak sekali pengaruh yang dirasakan baik pengaruh baik maupun buruk. Senada dengan hal itu, Drath dan Horch beropini bahwa tantang yang dihadapi oleh suatu negara ketika menerapkan industri 4.0 adalah munculnya resistansi terhadap perubahan demografi dan aspek sosial, ketidakstabilan kondisi politik, keterbatasan sumber daya, risiko bencana alam dan tuntutan penerapan teknologi yang ramah lingkungan.

Pengaruh revolusi industri 4.0 di Indonesia sejatinya menjadi salah diskursus penting dikalangan akademis maupun masyarakat. Diskursus penting dari hadirnya industri 4.0 di Indonesia yakni terkait dengan dampak buruk yang dihasilkan dari adanya industri 4.0. Dari sekian pluralitasnya dampak buruk yang dihasilkan oleh industri 4.0, yang menjadi permasalahan urgent dari adanya penerapan industry 4.0 yaitu terkait dengan pengaruh hadirnya industri 4.0 dalam lingkup sistem kekeluargaan. 

Mengapa pengaruh industri 4.0 dalam lingkup keluarga menjadi salah satu diskursus penting? Hal tersebut dikarenakan cikal bakal atau pondasi awal terbentuknya karakter yang baik seseorang tergantung pada didikan atau edukasi akan pendidikan karakter yang ditanamkan dan diajarkan oleh keluarga dalam hal ini peran orang tua kepada anaknya.

Berbicara mengenai pendidikan karakter, Lickona dan kawan-kawan dalam buku CEP's Eleven Principles of Effective Character Education mendefinisikan bahwa pendidikan karakter hadir sebagai paya yang sungguh-sungguh untuk membantu seseorang memahami, peduli dan bertindak dengan landasan nilai-nilai etis. Pendidikan karakter menurut Lickona mengandung tiga unsur pokok, yaitu :

1.Mengetahui Kebaikan (knowing the good) artinya untuk memberikan pengetahuan yang baik dalam bentuk keadilan, kejujuran, toleransi, dan lainnya, mudah dimengerti dan dikerjakan, serta berpegangan pada sifat pengetahuan yang kognitif sebagai dasar perilaku.

2.Mencintai Kebaikan (desiring the good) artinya untuk memberikan rasa cinta akan kebaikan sebagai kekuatan dan mesin untuk membuat senang orang, yang mana sebagai cerminan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebaikan itu.

3.Melakukan Kebaikan (doing the good) artinya untuk membentuk tindakan yang baik serta sebagai pengimplementasian dari proses mengerti dan mencintai kebaikan yang melibatkan dimensi kongnitif dan afektif. Melalui tindakan pengalaman kebaikan ini positif.

Berangkat dari penjelasan teoritik akan pendidikan karakter diatas, sejatinya pondasi dari perilaku manusia adalah karakternya yang didukung oleh pendidikan karakter. Dimana pendidikan karakter tersebut dimulai sejak dini melalui sistem keluarga. Sistem keluarga yang diamaksud tersebut dilandasi dengan peran preventif dari orang tua kepada anaknya. 

Sebab, baik atau buruknya perilaku suatu anak cerimanan edukasi kedua orang tuanya. Senada dengan pendidikan karakter yang ditanamkan oleh orang tua kepada anaknya, hal tersebut sudah dijelaskan didalam Al Quran Surah Hud ayat 46 sebagai pedoman bagi penerapan pendidikan karakter dari orang tua kepada anaknya. Bunyi Surah Hudnya adalah :

Artinya : Dia (Allah) berfirman, "Wahai Nuh! Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu, karena perbuatannya sungguh tidak baik, sebab itu jangan engkau memohon kepada-Ku sesuatu yang tidak engkau ketahui (hakikatnya). Aku menasihatimu agar (engkau) tidak termasuk orang yang bodoh."

Tafsiran dari ayat diatas memberikan makna bahwasanya pendidikan karakter pada hakikatnya menjadi tanggungjawab orang tua sebagai fasilitator dalam sistem keluarga yang direalisasikan dengan cara-cara sebagai berikut :

1.Pembekalan teori akan pemahaman pendidikan karakter pada anak melalui didikan preventif para orang tua.

2.Diperlukan kesadaran serius dari orang tua akan pentingnya penerapan pendidikan karakter pada anak secara mendasar dan berkelanjutan.

3.Demi menunjang kelangsungan lancarnya kedua metode tersebut, diperlukan sangat fungsi pengawasan dan control dari orang tua kepada anak agar pendidikan karakter yang diajarkan dapat tersampaikan serta teraplikasikan secara komperhensif oleh anak.

Terlepas dari konsep teoritik terkait pendidikan, kondisi sistem kekeluargaan di Indonesia sejak adanya revolusi industri 4.0 banyak sekali problematika yang hadir. Problematika tersebut dipengaruhi oleh adanya tuntutan revolusi industri 4.0 yang mengharuskan seluruh manusia terkhususnya di Indonesia untuk memiliki dan paham akan teknologi. Teknologi yang dimaksud lebih mengarah pada teknologi komunikasi yang dalam hal ini Handphone (HP). Handphone (HP) atau populernya disebut gadget secara etimologis yang dalam bahasa inggris diartikan sebagai sebuah alat elektronik komunikasi berukuran kecil dengan multifungsi. 

Secara praktiknya, penggunaan gadget diera globalisasi ini lebih tepatnya era industri 4.0 bukan hanya digunakan oleh kalangan dewasa semata tetapi merambat dipakai oleh kalangan anak-anak baik anak usia dini maupun anak yang transisinya ke remaja. Hal inilah yang kemudian menimbulkan kontra penggunaan, dimana anak yang seharusnya masih butuh didikan orang tua malah dididik oleh gadget. Sebab, banyaknya fitur yang terdapat dalam gadget sehingga membuat sebagian anak lebih memilih dididik oleh gadgetnya disbanding orang tua. Dimana didikan dari gadget itu sendiri malah mengarah ke konten negatif.

Inilah yang kemudian menjadi topi permasalahan penting yang dihadapi bangsa Indonesia, dimana anak sebagai calon generasi penerus harus dipengaruhi oleh gadget yang banyak pengaruh negatifnya. Sebagai contoh kongkritnya, sebut saja banyak sekali anak Indonesia yang pada era industri 4.0 ini menggunakan gadget sebagai sarana untuk mencari hubungan dengan lawan jenisnya, mengakses konten pornografi, bermain game, dan hal negatif lainnya. 

Hal tersebut senada dengan hasil pengamatan salah satu peneliti yakni Ardias Bara saat menjadi guru di salah satu sekolah di Sorowako, telah tampak beberapa gejala dampak gadget yang dialami anak-anak, seperti hiperaktif, gagal fokus dalam mengikuti pelajaran, hasil belajar yang menurun, dan lain-lain.  Penggunaan gadget pada anak biasanya disebabkan karena tuntutan pekerjaan orang tua yang sangat sibuk sehingga perhatian terhadap anak menjadi kurang dan orang tua cenderung memberikan anak gadget untuk menghiburnya dan agar anak tidak rewel.

Selain itu apabila ditinjau dari aspek psikomotorik anak, pengaruh gadget di era industri 4.0 ini mengakibatkan gangguan kesehatan fisik seperti sakit mata, sakit kepala, gangguan keseimbangan, obsesitas akibat kurang aktivitas bergerak, dan gangguan tidur. Hal tersebut senada dengan hasil penelitian dari Sunita dan Mayasari bahwa bermain gadget dapat memicu gangguan tidur bagi anak, mata kering karena tegangnya syaraf mata terlalu lama, nyeri punggung, masalah pendengaran karena pemasangan earphone terlalu lama, memicu obesitas karena kurangnya gerak anak dan gangguan psikosomatis pada anak.  

Selain itu juga, terkait dengan dampak buruk penggunaan gadget pada anak pun disampaikan dalam seminar tentang pengaruh gadget terhadap perkembangan anak pada 25 September 2016 oleh Suwarsi yang menyatakan pengaruh buruk penggunaan gadget pada anak meliputi, terbuangnya waktu produktif anak, mempengaruhi perkembangan otak, mengganggu kesehetan, serta banyak fitur di gadget yang mengandung konten pornografi yang tidak seharusnya dilihat dan digunakan oleh anak.  

Akan tetapi apabila dikaji secara komperhensif terkait pengaruh gadget pada anak akibat revolusi industri 4.0, pada dasarnya bukan hanya membawa dampak negatif melainkan membawa dampak positif. Dampak positif tersebut diantaranya terkait dengan pola pikir anak yakni mampu membuat anak cepat tanggap untuk memahami teknologi yang termuat dalam gadhet tersebut, memudahkan anak mengakses hal-hal positif baru, serta membantu kinerja otak kanan anak. 

Namun hal tersebut sangat minoritas dampak positifnya pengaruh gadget pada anak disbanding mayoritas dampak positifnya. Oleh sebab itulah, sangat dibutuhkan perhatian dan peran penting orang tua dalam mengontrol serta mengawasi anak dalam menggunakan gadgetnya agar tidak mudah terjerumus kepada hal-hal negatif yang merugikan nantinya.

Rahmah Wardaniah, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun