Seiring perubahan zaman, teh menjelma menjadi ritual, diplomasi, bahkan simbol peradaban.
Tong Tji: Tradisi Wangi dari Kota Pesisir
Tong Tji adalah salah satu merek teh tertua di Indonesia yang bertahan lintas generasi. Awalnya bernama 'Teh Wangi Dua Burung."
Didirikan pada tahun 1938 di Tegal oleh Tan See Giam, merek ini awalnya hanya menjual teh seduh di toko keluarga kecil.
Namun dari aroma yang kuat dan warna yang pekat, Tong Tji perlahan menembus pasar nasional. Kini, produk mereka--mulai dari teh celup, teh tarik, hingga varian siap saji--bisa ditemukan dari warung kecil hingga hotel mewah.
Bagi saya, Tong Tji selalu memiliki aroma "pesisir"--tegas, jujur, dan langsung pada intinya. Ia seperti kopi bagi orang-orang Jawa Tengah: meneguhkan.
Setiap kali diseduh, teh ini membawa bayangan tentang obrolan santai di teras rumah atau warung siang hari, ditemani semilir angin dan bunyi sendok kecil beradu dengan gelas kaca.
Secara budaya, Tong Tji merepresentasikan model bisnis Tionghoa-Indonesia klasik: etos kerja keras, adaptasi rasa lokal, dan ketekunan dalam kualitas.
Dalam ekonomi simbolik, Tong Tji adalah bentuk "cultural persistence"--bagaimana sebuah warisan diaspora bisa menjadi bagian dari identitas nasional.
Ia bukan sekadar merek teh, tapi jejak akulturasi antara Tionghoa dan Jawa yang menghasilkan cita rasa universal.
Kepala Djenggot: Meditasi Hijau di Tengah Dunia Cepat