Minimarket seperti Alfamart, Indomaret, atau jaringan ritel serupa telah menjelma sebagai denyut ekonomi perkotaan dan perdesaan. Bukan hanya menjadi tempat belanja kebutuhan sehari-hari, tetapi juga menyerap tenaga kerja dalam jumlah massif--kasir, pramuniaga, hingga petugas gudang.
Jika otomatisasi humanoid masuk tanpa kendali, maka risiko pemutusan hubungan kerja besar-besaran adalah kenyataan yang tak terhindarkan.
Pada 2024, Alfamart berhasil menambah 1.033 gerai baru sehingga total jaringan tokonya mencapai lebih dari 19.000 gerai di seluruh Indonesia (Antara News, 2024). Alfamart menyerap total sekitar 204.835 pekerja langsung maupun tidak langsung di seluruh Indonesia (Alfamart, 2024).
Sementara, Indomaret saat ini memiliki lebih dari 20.000 gerai di seluruh Indonesia, dengan 60% di antaranya berbasis waralaba (Indoritel Makmur Internasional, 2018; Universitas Pembangunan Jaya, 2023).
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sektor perdagangan menyerap lebih dari 29 juta tenaga kerja pada 2025, meningkat dibanding tahun sebelumnya (Bisnis.com, 2025; BPS, 2025).
Dengan lebih dari 200.000 karyawan yang bekerja di Alfamart saja, bahkan sebuah reduksi kecil dalam jumlah kasir karena otomatisasi robot akan berdampak signifikan terhadap tenaga kerja.
Misalnya, jika hanya 10-20% kasir atau pramuniaga digantikan robot, angka kehilangan pekerjaan bisa mencapai puluhan ribu orang.
Pekerjaan Kasir: Pekerjaan yang Paling Rentan
Pertanyaan kunci yang harus dijawab: mengapa pekerjaan kasir sangat rentan digantikan oleh robot? Jawabannya sederhana: karena sifat pekerjaan itu sendiri.
Tidak ada transaksi tawar-menawar, pola kerja bersifat rutin, dan interaksi sosial yang dibutuhkan relatif minim. Pekerjaan semacam ini dapat diprogram dan diotomatisasi dengan mudah.
Justru di sinilah letak ironinya. Di Indonesia, pekerjaan kasir seringkali menjadi "pekerjaan penyangga" bagi kelompok usia muda atau keluarga kelas menengah ke bawah.