Mohon tunggu...
Tino Rahardian
Tino Rahardian Mohon Tunggu... Peneliti Senior Swarna Dwipa Institute (SDI)

Sosialisme Indonesia. Secangkir kopi. Buku. Puncak gunung. "Jika takdir menghendakimu kalah, berikanlah dia perlawanan yang terbaik" [William McFee].

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Cerita di Balik Inpres Pulau Enggano

27 Juni 2025   17:21 Diperbarui: 27 Juni 2025   17:21 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Prabowo menandatangani Inpres Percepatan Pembangunan Pulau Enggano dan Pulau Baai, Selasa (24/6/2025). (Foto: Bengkuluprov.go.id)

Pulau Enggano, pulau terluar di Bengkulu yang berbatasan dengan Samudera Hindia, mengalami krisis isolasi selama empat bulan akibat pendangkalan Pelabuhan Pulau Baai. Krisis ini memicu kolaps ekonomi, kelaparan, dan krisis kesehatan bagi 4.000 warganya.

Respons kebijakan tertinggi datang melalui Instruksi Presiden (Inpres) Percepatan Pembangunan Pulau Enggano yang diteken Presiden Prabowo Subianto pada 24 Juni 2025.

Dalam konteks analisis kebijakan publik, proses terbitnya inpres ini menjadi menarik untuk dikaji bersama. Bagaimana kolaborasi intens antara parlemen dan pemerintah hingga terbitnya inpres? Bagaimana peran aktor politik terkait proses tersebut?

Kebijakan ini tidak bisa dilepaskan dari analisis struktural mengenai akar persoalan keterpinggiran Enggano dan bagaimana dinamika aktor, proses, dan konteks bekerja di balik layar.

Artikel ini mengulas dinamika kebijakan di balik Inpres tersebut, peran aktor-aktor politik terkait, seperti Presiden Prabowo, Sufmi Dasco Ahmad, Puan Maharani dan relevansinya dengan teori kebijakan publik.

Konteks Krisis dan Dampak Multidimensi

Isolasi Enggano bermula dari pendangkalan parah di Pelabuhan Pulau Baai, yang mengganggu transportasi laut sejak Oktober 2024. Dampaknya meliputi:

  • Ekonomi: Hasil pertanian seperti pisang membusuk di kebun tanpa akses pasar, memicu kerugian hingga Rp300.000 per minggu per keluarga.
  • Kesehatan: Pasien kritis harus dievakuasi dengan kapal kecil berisiko tinggi selama 12 jam tanpa fasilitas medis memadai.
  • Pendidikan: Orang tua tak mampu mengirim biaya sekolah anak-anak yang belajar di luar pulau.

Dalam kerangka problem structuring dalam analisis kebijakan (Dunn, 2017), situasi di Pulau Enggano mencerminkan apa yang disebut wicked problem--masalah yang kompleks, saling terkait, dan sulit dipecahkan secara teknokratis semata. Isolasi bukan hanya soal fisik dan geografis, tapi juga hasil dari:

  • Neglected policy: Lemahnya prioritas kebijakan pembangunan pulau-pulau kecil terluar.

  • Asymmetrical infrastructure: Ketimpangan infrastruktur nasional yang bersifat Jawa-sentris.

  • HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
    Lihat Kebijakan Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun