Di Antara Hujan dan Api
(Sebuah elegi dari Chairil dan Sapardi)
Aku ini binatang jalang---
lahir dari kata, tumbuh di api,
tapi malam tak henti-henti
mengirim bayangmu ke dalam puisi.
Hujan bulan Juni
datang lagi pagi ini,
diam-diam, seperti doa yang tak ingin disebut,
seperti namamu yang kupanggil hanya dalam bisu ribut.
Kita pernah satu musim,
antara luka dan langit yang rendah.
Engkau menulis angin pada pipiku,
dan aku membalasnya dengan janji yang patah.
Katamu,
"Cinta itu tak perlu tiba."
Tapi bagaimana aku bisa menjauh,
jika langit pun kau titipi suaramu yang lemah?
Aku mau hidup seribu tahun lagi,
tapi untuk apa,
jika kau tak di situ
menyambut tanganku di senja yang rapuh?
Aku mendengar detik mendidih di jantung kota,
kabar-kabar kehilangan bersandar di jendela.
Sementara itu, kau di ujung cahaya,
mengetuk pagi dengan payung berwarna luka.
Apakah kau masih mencatat namaku
dengan tinta yang kau sembunyikan dalam embun?
Apakah aku masih menjadi sajak
yang tak pernah kau rampungkan?
Karena aku tahu,
cinta adalah sesuatu yang tak sempat
diucapkan oleh hujan kepada daun.
Ia tinggal sebagai titik,
mengalir lalu hilang dalam diam.