2. Kalau Interview Konvensional Nggak Efektif, Apa Penggantinya?
Opsi #1: Video Portfolio & Project-based Hiring
Daripada ditanya "apa kelebihanmu?", mending mereka tunjukin lewat video pendek tentang project yang udah mereka bikin. Lebih autentik, dan lebih "Gen Z banget." Gen Z lebih nyaman ngerekam jawaban di waktu mereka sendiri. Contoh tools: HireVue, SparkHire.Â
Opsi #2: Simulasi Nyata (Realistic Job Preview Test) & Problem-SolvingÂ
Kandidat dikasih tugas nyata yang sesuai dengan posisi yang dilamar. Misalnya bikin konten, analisis data, atau desain sistem. Ini sejalan sama Work Sample Test (Schmidt & Hunter, 1998) yang terbukti lebih valid dalam memprediksi kinerja kerja ketimbang interview tradisional. Kasih studi kasus nyata terkait pekerjaan (misal: "Buat strategi sosial media untuk produk X dalam 30 menit"). Lebih efektif ketimbang tanya "Apa kelemahan Anda?"Â
Opsi #3: Gamifikasi dan Assessment Berbasis Soft SkillÂ
Gunakan tools yang mengukur problem-solving, teamwork, dan emotional regulation dalam bentuk simulasi interaktif. Tools kayak Mettl atau Pymetrics udah mulai banyak dipakai buat ini. Pakai tes berbasis game untuk ukur kreativitas, logika, dan kemampuan adaptasi. Menurut Armstrong et al. (2020), gamified assessments meningkatkan engagement kandidat Gen Z karena lebih interaktif.Â
3. Jadi, Salah Siapa? Gen Z-nya atau Sistem HR-nya?
Gen Z bukan generasi yang "sulit"--mereka cuma beda cara belajarnya, beda ekspektasinya, dan beda gaya komunikasinya.
Kalau HRD tetap maksa pakai metode interview jadul (yang dirancang untuk generasi Baby Boomers atau Gen X), ya wajar aja hasilnya nggak optimal.Â
Gen Z bukan "susah diinterview," tapi interview kerja masih banyak yang belum evolve. Gen Z butuh pendekatan yang lebih fleksibel, dialogis, dan kontekstual.