Manakala cinta berkumandang ditelinga manusia, hembusan angin seakan-akan hendak berkata "aku adalah kesejukan yang engkau inginkan". Memang benar, cinta membuat manusia seperti terbang ke atas imajinasi tanpa terbatas.
Suatu malam, disela menikmati kopi di Warkop Refans, saya terlibat obrolan ringan dengan topik yang cukup romantis dengan salah seorang pemuda, dia ahli memainkan catur.
Seringkali kita memaknai cinta dengan ekspresi enggan mendengar. Apalagi, kalau sudah masuk pada sesi curhat. Ini menjadi lebih menarik. Hampir tidak ada yang menyangga, dibalik semangat ada cinta yang bersemi, begitupun sebaliknya. Namun ternyata, dia belum memahami cinta dibalik segelas kopi.
Dalam obrolan kami, dia berkata "Bang, kok sampai hari ini masih suka ngopi," saya menjawab, "hmmm, kenapa? Kopi kan enak?" Menurut dia kopi hanya sebuah minuman berwarna hitam, pahit manis, dan bisa membuat penikmatnya asam lambung.
Saya sempat berfikir, mungkin dia belum faham. Padahal, kopi memiliki banyak hasiat buat kesehatan. Apalagi, untuk diminum saat sedang berfikir. Tidak hanya itu, kopi bisa menjelaskan kenapa orang-orang lebih senang minum kopi dari pada minuman lainnya. Lalu, kenapa harus bertanya demikian? ada hal yang belum dimengerti pemuda ini.
"Enak, dimana enaknya bang? Rasanya tidak jauh-jauh dari pahit dan manis," sanggahnya dengan wajah serius. Â
Saya balik bertanya "Kenapa bertanya begitu dik? Kan adik suka kopi juga. Apalagi waktu kita lagi diskusi, meminum kopi seperti minum air putih. Habis, terus tambah lagi, dan terus tambah,"
Kemudian dia menanggapi "Ya memang saya suka kopi. Apalagi waktu diskusi, huff lancar fikiran. Tapi, apa sebabnya abang suka kopi," wajah serius tampak menyelimuti obrolan malam ini
Pukul 23.00 wita, warkop masih ramai. Dari pengunjung yang datang, 90 persen menikmati kopi. Sama seperti obrolan ini, membuat saya teringat kalimat buya hamka memaknai tentang cinta.
"Coba adik berfikir, kenapa orang-orang itu tiap hari minum kopi? Padahal di sini ada jus, es buah, dan masih banyak lagi,"
Fikirannya mulai kemana-mana "Iya sih bang, walau namanya warung kopi, tapi ada minuman lain. Apa ini hanya strategi dagang atau apa bang? " tanya dengan wajah semakin bingung.
Dengan singkat saya menjawab "Karena cinta,"
"Cinta? Ahh abang ni, pasti perempuan lagi ya. Jangan lah, kita kan lagi enggak bahas itu," jawabnya dengan sedikit tertawa.
"Cinta itu cemburu. Adik sepakat?" tanyaku semakin serius.
Sejenak dia berfikir "hmmm,,,, maksudnya,"
"Cinta itu menghendaki penyatuan pikiran dengan yang dicintainya," pernyataan ini mirip dengan pernyataan buya hamka. Apa mungkin dia pernah membaca kalimat ini? Bisa jadi tidak.
"Ahh, jangan buat saya bingung bang," dalam keadaan bingung, dia menundukkan kepala sambil memijat jidatnya yang luas itu. Dalam keadannya ini, saya langsung meminum kopi miliknya
"Sruupp,,,, hmmm,,, enak dik,"
Dengan sigap dia mengangkat kepalanya dan menegur seperti orang yang sedang marah "eehh, kenapa di minum? Itu kopiku bang, kan ada kopinya abang,"
"Hehehe, seperti itulah saya dengan kopi dik. Adik faham?"
"Semakin adik cinta dengan kopi, adik tidak ingin kopi ini diminum orang lain. Bahkan, jengkel saat lalat masuk dalam kopi. Tu tadi, saya minum, adik marahi saya,"
"Nah dik, apa yang adik tunjukkan ke saya, adalah bentuk cinta. Dalam kondisi yang tadi, adalah bentuk fanatik dari cinta. Dalam kehidupan manusia, jika tidak  diselimuti cinta, maka tidak ada bagi adik konsekuensi dari cinta. sebab, cinta menghendaki penyatuan pikiran dengan yang dicintai,"
Usai saya menjelaskan, dia pun mulai memahami bagaimana cinta lewat segelas kopi. Kopi tidak hanya dinikmati saat bersantai, berfikir. Demikian cinta, tidak hanya difahami saat berbicara perempuan.
"Nah dik, bagaimana?" tanyaku
Dia pun terdiam, seperti tidak bisa berkata apa-apa. "Iya bang, faham," jawabnya
"Nah dik, ini lah saya bersama kopi, semakin cinta, maka dia akan terus berada di sisiku setiap hari. Tanpa saya butuhkan, dia selalu ada," tidak ada kalimat lain selain mengakhiri obrolan ini dengan kalimat sederhana.
Pukul 00.000 wita, ku seduruk kopi hingga habis sebagai tanda obrolan ringan pun selesai. Kami pun beranjak dari warkop menuju rumah masing-masing. Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI