Dengan singkat saya menjawab "Karena cinta,"
"Cinta? Ahh abang ni, pasti perempuan lagi ya. Jangan lah, kita kan lagi enggak bahas itu," jawabnya dengan sedikit tertawa.
"Cinta itu cemburu. Adik sepakat?" tanyaku semakin serius.
Sejenak dia berfikir "hmmm,,,, maksudnya,"
"Cinta itu menghendaki penyatuan pikiran dengan yang dicintainya," pernyataan ini mirip dengan pernyataan buya hamka. Apa mungkin dia pernah membaca kalimat ini? Bisa jadi tidak.
"Ahh, jangan buat saya bingung bang," dalam keadaan bingung, dia menundukkan kepala sambil memijat jidatnya yang luas itu. Dalam keadannya ini, saya langsung meminum kopi miliknya
"Sruupp,,,, hmmm,,, enak dik,"
Dengan sigap dia mengangkat kepalanya dan menegur seperti orang yang sedang marah "eehh, kenapa di minum? Itu kopiku bang, kan ada kopinya abang,"
"Hehehe, seperti itulah saya dengan kopi dik. Adik faham?"
"Semakin adik cinta dengan kopi, adik tidak ingin kopi ini diminum orang lain. Bahkan, jengkel saat lalat masuk dalam kopi. Tu tadi, saya minum, adik marahi saya,"
"Nah dik, apa yang adik tunjukkan ke saya, adalah bentuk cinta. Dalam kondisi yang tadi, adalah bentuk fanatik dari cinta. Dalam kehidupan manusia, jika tidak  diselimuti cinta, maka tidak ada bagi adik konsekuensi dari cinta. sebab, cinta menghendaki penyatuan pikiran dengan yang dicintai,"