Sepulang dari Sadang: Kembali sebagai Bapak, Guru, dan Warga
Di perjalanan pulang, jalanan kembali sepi. Anak saya terlelap di samping saya, kepalanya bersandar di kaca jendela mobil. Dingin terasa menusuk, tapi hati saya masih hangat.
Di keheningan malam, saya seakan mendengar bisikan lembut dari Tuhan: "Ingatlah siapa kamu."
Saya bukan hanya seorang guru di sekolah berasrama. Saya adalah bapak bagi anak-anakku, yang harus hadir bukan hanya sebagai penyedia materi, tapi sebagai pelindung dan pendoa. Saya adalah guru bagi murid-muridku, yang bukan sekadar menyampaikan materi, tapi memberi keteladanan hidup. Saya adalah warga masyarakat, yang dipanggil untuk menjaga damai dan kepercayaan.
Aku Percaya: Menjaga Kepercayaan, Menghidupi Kasih
Di akhir Misa, Romo Pitoyo memberi pesan:
"Yesus mempercayakan warisan kasih-Nya kepada kita. Kita dipanggil menjaga kepercayaan itu. Maka jangan hanya percaya, tapi hidupi kepercayaan itu. Mari kita katakan dengan hati: Aku percaya."
Pesan itu menancap dalam hati saya.
"Aku percaya"Â bukan sekadar pernyataan iman. Itu janji. Itu tekad. Itu komitmen untuk menghidupi kasih dalam setiap peran, di rumah, di kelas, di lingkungan.
Malam Warisan, Malam Penguatan
Malam itu bukan sekadar Kamis Putih.