Mohon tunggu...
Raabiul Akbar
Raabiul Akbar Mohon Tunggu... ASN Guru MAN 3 PK Makassar

S1 Universitas Al-Azhar Mesir. S2 SPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Beasiswa Indonesia Bangkit (BIB) LPDP Kemenag RI. (Dalam Negeri) Anggota MUI Kec. Biringkanaya. Sulawesi Selatan. Penulis buku "Perjalanan Spiritual Menuju Kesempurnaan Melalui Cahaya Shalat" dan "Warisan Kasih: Kisah, Kenangan, dan Hikmah Hadis". Prosiding : the 1st International Conference on Religion, Scripture & Scholars Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal Jakarta, berjudul "The Spirit of Ecology in the Hadith: Protecting Nature in Love of Religion" yang terbit pada Orbit Publishing Jakarta. Hal. 237-249. Tahun 2024. Jurnal Ilmiah sinta 2 berjudul Harmonization of Differences in People's Views of Gender Interaction in Hadith al-Musafahah pada AL QUDS : Jurnal Studi Alquran dan Hadis. Sinta 3 berjudul Methods of Punishment in Education: Interpretation of the Prophet's Hadith with a Modern Educational and Educational Psychology Approach pada Tadrib: Jurnal Pendidikan Agama Islam.

Selanjutnya

Tutup

Parenting

"Toxic Parenting" Luka yang Tak Terlihat dari Cinta yang Salah Arah

26 Juni 2025   08:33 Diperbarui: 26 Juni 2025   08:33 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ilustrasi Toxic Parenting (Sumber: hellosehat.com)

Mari mulai menanamkan kesadaran dalam cinta.
Agar setiap kata yang keluar dari mulut kita bukan hanya terdengar, tapi juga menguatkan.
Agar setiap tindakan yang kita ambil bukan sekadar niat baik, tapi juga berdampak baik.

Anak-anak bukan lembar kosong untuk ditulis dengan cerita kita. Mereka adalah pribadi yang sedang belajar mengenal dunia, dan tugas kita adalah menjadi kompas, bukan cambuk.

"Anak-anak tidak butuh orang tua sempurna. Mereka butuh orang tua yang mau belajar untuk tidak menyakiti."

Berikut lima tanda perilaku toxic parenting yang sering hadir dalam keseharian—tanpa disadari—namun membekas dalam jiwa anak-anak kita: 

1. Membandingkan Anak dengan Orang Lain atau Saudaranya Sendiri

"Coba lihat kakakmu, nilainya bagus. Kamu kapan bisa begitu?"

Kalimat ini mungkin terdengar biasa bagi sebagian orang tua. Tujuannya sederhana: memotivasi. Namun, di mata anak, ini adalah bentuk pengingkaran atas jati dirinya. Mereka merasa tidak cukup baik, tidak cukup berharga, dan selalu kalah.

Seorang anak yang tumbuh dengan bayang-bayang kakaknya yang "sempurna" cenderung menjadi pribadi yang minder, sulit menilai dirinya secara objektif, dan selalu merasa gagal, meski sudah berusaha maksimal.

Dampaknya, anak cenderung tumbuh dengan rasa rendah diri, memiliki kecemasan sosial, dan sulit membangun hubungan yang sehat karena terus merasa “kurang”.

2. Mengatur Semua Keputusan Tanpa Memberi Ruang Suara Anak

"Kamu ambil jurusan itu saja, Mama tahu yang terbaik!"

Saat anak tidak diberi kesempatan untuk memilih, mereka tumbuh tanpa kepercayaan pada diri sendiri. Mereka kehilangan arah dan terbiasa menggantungkan keputusan pada orang lain, karena sejak kecil suara mereka tak pernah dianggap penting.

Anak yang dipaksa kuliah di jurusan pilihan orang tua akhirnya merasa tertekan, tidak berkembang, dan kehilangan semangat belajar. Bahkan, banyak yang berakhir dropout atau bekerja di bidang yang tidak sesuai passion.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun