Mohon tunggu...
Putriwulan
Putriwulan Mohon Tunggu... -

Penulis, pelajar, dan bertempat tinggal di Bumi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Termenung Dalam Diam

28 April 2019   14:32 Diperbarui: 3 Mei 2019   11:34 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ibu itu melanjutkan perkataannya. "Sebagai seorang perempuan kita juga harus bisa menanggung semuanya. Tidak semua beban harus laki-laki yang menerima. Saya bekerja karena saya punya suami dan anak yang harus saya bahagiakan. Kebahagiaan mereka keutamaan untuk saya."

Dari sekian banyak tragedi motorku yang mogok tiba-tiba, hanya saat inilah kemogokan motorku itu sangat aku syukuri.

Sore itu aku sedang jalan-jalan dengan kawanku, Lita, di sebuah taman kota. Lita ijin kepadaku untuk membeli minuman sebentar, sedangkan aku duduk di kursi putih menatap anak-anak kecil yang bermain bersama di tengah tawa merdu mereka.

Dari kejauhan aku melihat seorang wanita paruh baya duduk dengan dua anak perempuan kecilnya. Mereka tertawa bersama dengan dua balon berwarna biru yang dilemparkan ke udara oleh salah satu anaknya. Kemudian mungkin karena terlalu senang melompat di atas kakinya yang mungil, salah satu anak wanita itu terjatuh. Ia menangis. Wanita itu segera mengangkat anaknya dan membawanya ke samping tempat dudukku.

Aku melihatnya dengan jelas ia dengan hati-hati membasuh lutut anak itu yang sudah mengeluarkan darah. Aku hanya terdiam di sana karena bingung harus berbuat apa. Aku masih bisa mendengarnya ketika suara lembut Ibu itu berkata kepada anaknya.

"Tidak apa-apa, sayang. Nanti Mama pukul tanahnya karena udah buat anak Mama yang cantik ini nangis. Anak Mama yang cantik ini nggak boleh nangis. Anak Mama kuat."

Aku tersenyum meski pandanganku tertuju ke depan.

Batinku berkata, "Ibu lebih kuat dari kami."

Malam itu aku merasa sangat lelah, di dalam kamar aku terbaring dengan mata yang kupaksa untuk terpejam. Setelah makan malam, aku langsung masuk ke dalam kamar dan mengatakan kepada Ibu jika aku sangat merasa lelah, aku ingin tidur. Ibu mengangguk dan tersenyum lalu berkata untuk jangan lupa berdoa.

Semakin aku paksakan untuk terpejam, aku semakin tidak bisa tidur. Aku gelisah sendiri. Kupejamkan mata rapat-rapat, siapa tahu nanti aku akan tidur dengan sendirinya.

Namun suara deritan pintu kamar membuatku terusik. Aku tidak membuka mata karena pasti itu Kak Ima yang ingin mengganggu tidurku. Aku membiarkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun