Tulisan ini dibuat dengan pengamatan sederhana, dibalut dengan rasa 'sok tau' penulis. Selamat membaca...Â
Yana namanya. Tanah Sumbawa menjadi tempat yang sering ia sebut ketika orang-orang bertanya asalnya. Mungkin akan menjadi salah satu impianku esok untuk kesana.Â
Aku mengenalnya di kampus ketika semester 2, tak sengaja kami berada dalam satu kelas. Menghirup atmosfer yang sama.Â
Jika boleh ku deskripsikan, kulitnya yang sawo matang, terlihat indah ketika terkena sinar mentari. Putih dan rapi giginya, mengukir manis senyuman di wajahnya yang ekspresif. Matanya yang tak belo, terlihat sipit ketika ia tertawa.Â
Aku belum terlalu mengenalnya. Hanya sering mendengar namanya ketika teman menyebut "itu lo Yana yang dari NTB". Bahkan ketika kami sudah berada dalam satu kelas yang sama, belum juga aku mengenalnya.Â
Hingga pada hari minggu siang, aku pergi ke tempat tinggalnya. Tak sengaja, karena aku butuh bantuan darinya. Tapi siapa sangka, hari itu bertepatan pergantian umurnya. Rasa hati, seperti kami memang disengaja untuk bersama.Â
Panjang cerita hari itu. Kami pergi mengabadikan memori sebagai mahasiswa, dengan menyimpan gambar dalam camera self studio. Kami berpose layaknya mahasiswa yang hampir lulus, padahal baru saja melangkah di tangga dunia perkuliahan. Tak mengapa, itulah cara kami bahagia.Â
Dilanjut pada malamnya, kami pergi ke Fun City Point. Kami menghabiskan uang jajan kami, yang seharusnya dipakai untuk menambal liburan-liburan semester ini. Fakta yang tak mengejutkan, bahwa menghabiskan uang sungguh menyenangkan, syarat: "dengan siapa orangnya".Â
Disinilah aku mulai mengenal Yana. "Ramah". Satu kata yang menggambarkan bagaimana ia bertemu dengan orang baru. Tak pelit ketika ia mengukir senyum di wajahnya. Siapa saja yang memperhatikannya, sudah pasti ia kembali sapa. Bahkan terhitung beberapa kali kami bertemu dengan anak-anak, tak ragu ia memeluknya. Mana mungkin aku bisa begitu?
Hal yang ia sukai adalah mengabadikan seluruh momen. Seharusnya kami menyewa videografer, agar memori ini tak hilang begitu saja. "Tolong videoin dongg Puspaa", "ihh lucuu pengen foto deh".
Satu hal yang unik darinya adalah, ia mudah terharu. Terhitung saat aku bersama dengannya, sudah berapa kali ia menangis. Air mata bahagia yang turun ketika ia membaca pesan-pesan ucapan selamat ulang tahun dari temannya.Â
Aku tau Yana anak yang terdidik dengan baik. Terlihat saat ia bercerita bagaiman protektif orang tuanya ketika dahulu ia sekolah. Ketika ia sedang bercakap-cakap di telefon dengan orang tuanya, terlihat bahwa ia sangat dekat. Bahkan di hari ulang tahunnya, orang tuanya membelikan ia kue ulang tahun. Yaps, Yana menitipkan tiupan lilinnya itu kepada angin dari malang menunju Sumbawa. Menangislah ia.Â
Bahkan mungkin saja ketika ia nanti membaca tulisan ini di kamar kosnya, ia menangis. Menangislah hingga mata ini memberikan isyarat untuk istirahat. Tak mengapa bukan?
Selamat bertambah usia untuk Yana yang belum kukenal sepenuhnya. Banyak harapan yang diberikan pada pundakmu yang kuat. Namun banyak juga doa-doa yang dilangitkan orang-orang untukmu, agar kau ingat bahwa mereka selalu ada untukmu. Jika boleh, aku pun berharap agar kau bisa tetap menjadi Yana yang kukenal. Terakhir, selamat bertambah usia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI