Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer Assistant, Early Childhood Enthusiast

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mengontrol Kesehatan Mental Melalui Puasa Media Sosial

18 Oktober 2020   12:50 Diperbarui: 30 April 2021   06:59 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi media sosial (KOMPAS.COM/Shutterstock)

Pernahkah kamu merasa sulit fokus, cemas, lelah secara mental dan emosi setelah bermain media sosial?  Pun, seakan kamu tidak memiliki cukup waktu dalam satu hari karena terlena bermain media sosial seharian. Pernah?

Kalau kamu termasuk orang-orang yang pernah mengalami hal tadi, mungkin bisa coba puasa media sosial. Puasa media sosial artinya istirahat total dari media sosial selama jangka waktu yang kita tentukan. 

Nyatanya, puasa media sosial dapat dijadikan sebagai sebuah controller kesehatan yang benar adanya pelan sebab membutuhkan waktu penyesuaian di tiap-tiap manusia namun itu semua bukan tanpa dampak yang pasti. 

Pada tulisan kali ini aku akan mencoba berbagi tulisan mengenai mengapa setiap manusia yang hidup di zaman sekarang khususnya milenial yang begitu akrab dengan media sosial bahkan tergolong kecanduan, perlu banget untuk mencoba puasa media sosial ini.

Berdasarkan fakta, sudah lebih dari satu dekade media sosial hadir di hidup banyak orang dengan bertambahnya umur perusahaan media sosial, makin bertambah banyak pula penggunanya yang merasa cemas, insecure, tak sabar, sulit tidur, sulit fokus, dan gejala gangguan psikologis sejenis lainnya. 

Tidak jarang orang mengalami gangguan mental sebab dampak negatif dari penggunaan media sosial yang berlebihan tanpa dibekali pelindung diri dan pikiran saat bermain media sosial. 

Sebut saja, banyak sekali tercatat manusia yang bunuh diri sebab merasa insecure setelah membaca komentar-komentar buruk di akun media sosialnya. 

Ada yang selalu merasa kurang dan tak pernah bersyukur setelah melihat media sosial temannya yang penuh dengan pujian, serta masih banyak lagi dampak negatif yang muncul akibat dari penggunaan media sosial yang kurang bijak tersebut. 

Tak jauh-jauh, Aku adalah salah satu dari sekian banyak manusia tadi, dan aku yakin aku tak sendirian. Aku yakin, banyak dari teman-temanku di perkuliahan yang kesulitan membagi waktu dalam keseharian sebab telah kecanduan dengan yang namanya media sosial. Karena mendahulukan media sosial, tak jarang tugas atau kegiatan perkuliahan atau hampir aktivitas keseharian menjadi dinomorduakan. 

Semiasal yang pada awalnya memiliki niat untuk mengerjakan tugas, tapi tiba-tiba ada notifikasi Instagram masuk dari akun artis kesayangan, dan terjadilah bukannya nugas tapi scrall-scroll timeline berjam-jam yang mana ketika sudah nyadar akan niat mau nugas, buka laptop ngetik satu halaman jadi terasa melelahkan. Kemudian akan tutup laptop dan kembali menunda tugas yang seharusnya diselesaikan. 

Bagi sebagian orang, hal ini seolah menjadi sebuah lingkaran kebiasaan yang terjadi secara tak sadar. Media sosial mengambil banyak bagian dalam kehidupannya, namun sedikit yang menyadarinya. Media sosial menggadaikan kepentingan primernya, menggantikan dengan sebuah pemenuhan kesenangan.

Sejak 2018, pelan tapi pasti aku mulai menarik diri sedikit demi sedikit dari media sosial, aku mulai jarang membuat status di akun Facebook serta aku menghapus akun Instagram milikku. 

Namun ternyata itu semua tak berjalan mulus, selang beberapa bulan aku menghapus akun Instagram milikku, aku terpaksa untuk membuat akun baru sebab tuntutan tugas Ospek perkuliahan saat aku menjadi mahasiswa baru. Meskipun begitu selama bertahun-tahun, bisa dibilang aku memang sudah jarang sekali memposting atau mengelola akun media sosial yang aku miliki selain WhatsApp sebagai aplikasi chat.  

Tahun 2020 tepatnya bulan Mei lalu aku melakukan sebuah eksperimen puasa medsos selama hampir sebulan penuh. Hal ini aku lakukan saat aku memang sedang masa liburan kuliah. Aku melakukan perjalanan ke rumah nenekku di pulau yang memang tidak ada sinyal internet. 

Seperti seorang pecandu yang lepas dari candunya, di minggu-minggu pertama tanpa medsos, jari-jariku galau dan pikiran aku ikut kalut. 

Jika dulu mengisi waktu kosong tenggelam dalam medsos, kini aku harus berhadapan dengan rasa bosan yang akhirnya diobati dengan hal lain. Apakah dengan termenung, membaca buku, atau menulis buku harian. Sesuatu yang sudah lama sekali tidak aku lakukan dan aku tinggalkan.

Minggu kedua, mulai nyaman, saking merasa nyamannya sampai-sampai memikirkan untuk login medsos saja membuatku merasa cemas. Cemas sebab aku mulai merasakan nikmatnya hidup di dunia nyata daripada di dunia maya. Saat puasa medsos, wajah orang-orang yang memiliki arti lebih dalam hidupku mulai muncul di pikiran. 

Aku merindukan mereka, dan rasa rindu yang mendorongku untuk mengirim pesan, menelepon, untuk meminta waktu duduk bercengkerama dalam satu ruang yang sama. Menikmati koneksi yang sesungguhnya dengan mereka tanpa adanya drama.

Kunci keberhasilan puasa media sosial sebenarnya adalah dengan mengisi waktu yang dulunya terbuang untuk main media sosial dengan aktivitas yang lebih bermanfaat di dunia nyata. Bisa dengan baca buku, ikut komunitas, olahraga, ambil kelas bahasa, main musik, menari, atau kegiatan menyenangkan lainnya yang ada di kehidupan nyata. 

Ketika puasa medsos, perhatian kita akan kembali berangsur utuh seperti semula, tidak lagi terbagi-bagi. Kita juga tidak lagi diburu-buru waktu sebab biasanya kesulitan membagi waktu sebab fokus yang tidak menyatu. 

Puasa media sosial itu seperti mengangkat beban psikologis dari pundak. Beban yang satu dekade terakhir, tidak kita sadari kalau ia ada. Di akhir periode berpuasa medsosku, aku merasa memiliki hubungan yang lebih bijak dengan teknologi internet,mengevaluasi kembali hubungan dengan medsos.

Aku mulai jatuh cinta dengan perasaan tenang dan pikiran yang fokus tanpa media sosial. Aku rasa perasaan ini terlalu berharga untuk dilepas bukan? Hubungan setiap orang dengan media sosial memang berbeda-beda, setelah bereksperimen, ternyata terasa nyaman tanpanya. Jika tanpa media sosial 31 hari terasa berat, bisa mulai dari seminggu, atau 24 jam.

Meskipun sejak pandemi aku sebagai seorang mahasiswa dipaksa untuk akrab kembali dengan media sosial sebab semua kegiatan perkuliahan melibatkan platform media sosial, namun aku merasakan bahwa aku telah cukup mampu bersikap lebih bijak dari sebelumnya. 

Media sosial yang aku miliki tak lagi aku gunakan sebagai album koleksi foto pribadi, namun tempat untuk menyebarluaskan tulisan yang aku buat dengan harap mampu menginspirasi. Aku mulai lebih mengasyikkan diri dengan melatih kemampuan menulis yang aku miliki daripada latihan menulis caption di kolom media sosial.

Dengan adanya tulisan ini, bukan berarti aku menjadi seseorang yang anti dengan bermain media sosial seperti Instagram, Twitter, Facebook, Tik-tok , dan lain-lain. 

Sebab, bagi sebagian orang media sosial juga dijadikan sebagai ladang pencaharian, mendapatkan wawasan, dan lain-lain. Sebut saja, artis-artis atau public figure yang banjir endorse-an berkat adanya media sosial. Itu semua, positif tentunya. 

Hal yang perlu digarisbawahi adalah, apabila media sosial yang kamu gunakan berpengaruh buruk atau negatif terhadap kamu sebagai pengguna, maka kemudian baru kamu perlu kiranya untuk melakukan puasa atau rehat sejenak dengan serba-serbi dunia maya yang lazimnya ditawarkan oleh media sosial.

Sebab, bukan tak mungkin apabila media sosial yang kamu gunakan memberikan pengaruh negatif atas buruk, terdapat peluang besar itu semua akan berpengaruh pada kesehatan mental diri kamu sendiri.

Selamat mencoba puasa media sosial, dan semoga tulisan ini bermafaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun