Mohon tunggu...
Putri Rizky L.
Putri Rizky L. Mohon Tunggu... Lainnya - Joki Traktor di Tempat Magang

Penyuka random things. Doyan jalan-jalan meski belum jauh-jauh.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

[Event Semarkutiga] Merajut Kenangan dalam Kumpulan Diksi

6 Februari 2020   01:21 Diperbarui: 6 Februari 2020   01:37 1067
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memorandum - Potret Langit, 2015(dok. pribadi 2018)

Bersajak dan Merajut Imaji. 'Lima Tunggul Nagari dari Bawah Pohon Sukun' - Arti Sebuah Nama, 2019 (dok pribadi, 2020)
Bersajak dan Merajut Imaji. 'Lima Tunggul Nagari dari Bawah Pohon Sukun' - Arti Sebuah Nama, 2019 (dok pribadi, 2020)

3. Optimis dan Terus Menulis

Trial and error, begitu orang-orang keren menyebutnya. Ya, dalam penulisan puisi sederhana kita, tentu kita akan puas ketika setelah selesai menuliskannya. Namun, ada baiknya bila kita kembali menelaah dan membaca ulang. Puisi sangatlah fleksibel dan relatif sehingga sangat mudah untuk digubah oleh pujangganya. Maka, apabila kita menemukan ada kata, kalimat atau susunan yang janggal dan menurut kita kurang, tidak ada salahnya bila kita merevisinya menjadi lebih baik. Selain puisi kita akan menjadi lebih menarik, kita juga belajar dalam merangkai puisi. Jangan takut untuk salah, maka optimis dan jangan cepat puas adalah kuncinya.

Demikian tiga tips yang saya bagikan untuk Kompasianer yang ingin menjajal dunia puisi. Tidak rumit kok, namun sedikit butuh usaha dalam menuangkannya dalam kata-kata yang indah. Keunggulan puisi adalah ringkas dan padat, dapat diselesaikan dalam satu kali duduk. Selain itu, kita juga diajak untuk meremang jauh, saat mereka jejak imaji kita berkelana. Menyusuri hal-hal yang mungkin belum terjamah oleh kita berdasarkan cerita atau pengalaman kita sendiri, atau terinspirasi oleh objek lain.

Bagi saya, merajut kenangan dengan menulis dan merangkai kata adalah sebuah upaya coping stress dan tentu saja dapat menghasilkan memoar yang dapat saya baca dan refleksikan kembali di lain waktu, tentunya selain buku harian dan catatan-catatan lain. Semoga Kompasianer semakin tertarik untuk merajut kenangan dan imaji lewat berpuisi ya!

"...    yang fana adalah waktu. Kita abadi:

memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga

sampai pada suatu hari

kita lupa untuk apa. ..." - Yang Fana Adalah Waktu-1978, Sapardi Djoko Damono (Hujan Bulan Juni).

"... radio masih berkerisik, berseteru dengan rintik hujan

aku masih terputar dalam lamunan dengan asap terkepul pelan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun