Membaca bukan sekadar aktivitas intelektual, tapi tindakan moral. Ia menuntut waktu, kesabaran, dan kerendahan hati untuk menerima bahwa kita belum tahu segalanya.
Dalam konteks kekuasaan, membaca adalah cara paling sederhana untuk tetap waras di tengah pujian, tetap rendah di tengah sorotan, dan tetap berpikir di tengah hiruk-pikuk politik.
Mungkin, bangsa ini tidak kekurangan pejabat pintar. Tapi kita kekurangan pejabat yang mau membaca dengan sungguh-sungguh.
Karena di balik setiap kebijakan yang gagal, sering tersembunyi satu kebiasaan yang hilang: membaca sebelum memutuskan.
Maka, pertanyaan ini layak diulang---bukan hanya untuk pejabat, tapi untuk siapa pun yang punya kuasa atas hidup orang lain:
Bukankah kamu diperintah untuk membaca?
Sebab saat kita berhenti membaca, kita sedang mematikan akal sehat, menipiskan empati, dan memperkecil kemungkinan untuk menjadi manusia yang lebih baik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI