Pejabat yang membaca menunda keangkuhan. Ia tahu bahwa kekuasaan bukan akhir, melainkan alat untuk menguji gagasan yang telah dibaca dan direnungkan. Sebaliknya, pejabat yang berhenti membaca hanya akan sibuk mengulang kalimat sendiri---tanpa sadar bahwa dunia sudah bergerak jauh dari cara pandangnya.
3. Saat Pengetahuan Diganti Jabatan
Banyak pejabat berhenti membaca bukan karena malas, tetapi karena merasa tidak perlu. Posisi memberi mereka ilusi pengetahuan.
Mereka dikelilingi oleh staf, laporan, dan ringkasan eksekutif---semuanya tampak seperti informasi, tapi sesungguhnya hanya data tanpa jiwa.
Pengetahuan sejati lahir dari pergulatan, dari membaca sesuatu yang tidak nyaman, dari membuka diri terhadap pikiran yang berbeda. Pejabat yang tidak membaca kehilangan otot intelektual untuk menafsir dunia. Ia mungkin tahu cara mengelola anggaran, tapi tak lagi mampu memahami penderitaan. Ia mungkin bisa mengatur sistem, tapi tak lagi bisa merasakan manusia di dalamnya.
Kekuasaan tanpa bacaan membuat keputusan menjadi dangkal. Yang muncul adalah kebijakan yang indah di atas kertas, tapi gagal menyentuh kenyataan. Dan bangsa ini sudah terlalu sering menjadi korban dari keputusan semacam itu.
4. Racun yang Tak Terlihat: Akal Sehat yang Mati Perlahan
Berhenti membaca bukanlah dosa besar yang terjadi tiba-tiba. Ia seperti racun yang bekerja perlahan: menumpulkan nalar, mengeraskan hati, dan menumpuk keangkuhan.
Mula-mula seseorang hanya berhenti membeli buku, lalu berhenti membuka artikel panjang, lalu berhenti membaca sama sekali---kecuali yang berisi pujian terhadap dirinya.
Di titik itu, kerusakan sudah dimulai.
Akal sehat butuh gizi, dan bacaan adalah salah satu yang paling penting. Tanpa bacaan, seseorang akan lebih mudah percaya pada bisikan, lebih cepat marah terhadap kritik, dan lebih malas berpikir jernih. Bacaan bukan sekadar menambah wawasan, tapi menjaga rasionalitas agar tidak tenggelam dalam emosi dan kepentingan.
Mungkin itu sebabnya, pejabat yang berhenti membaca cenderung membuat kebijakan yang impulsif. Ia tidak lagi bertanya "mengapa" sebelum bertindak. Ia hanya bertanya "bagaimana cara terlihat benar."
5. Membaca sebagai Latihan Menjadi Manusia