Satu tahun pemerintahan Prabowo Subianto -- Gibran Rakabuming Raka sudah berjalan.
Publik mulai menagih janji: "makan bergizi gratis, ekonomi kuat, hukum tegas."
Sebagian mulai terwujud, sebagian lain masih tersendat di jalur birokrasi.
Evaluasi ini tidak didasarkan pada opini partisan, tapi data media nasional dan laporan resmi kementerian hingga Oktober 2025.
1. Politik Stabil: Tenang Tapi Terlalu Aman
Koalisi besar Koalisi Indonesia Maju tetap solid.
Tidak ada konflik besar antarpartai, dan hubungan eksekutif--legislatif sangat cair.
Efeknya positif untuk stabilitas, tapi berisiko bagi demokrasi: DPR terlalu nyaman, kritik internal minim.
Bagi investor, ini kabar baik --- regulasi cepat disahkan.
Bagi publik, ini menimbulkan rasa jenuh: pemerintah jalan mulus, tapi tak terasa dekat dengan rakyat.
2. Ekonomi: Stabilitas Dapat, Akselerasi Belum
Pertumbuhan ekonomi berada di kisaran 5%, sesuai target APBN.
Inflasi terkendali (sekitar 2,8%), nilai tukar rupiah relatif stabil di bawah Rp15.700 per USD.
Namun, sumber pertumbuhan masih sama: konsumsi rumah tangga dan ekspor bahan mentah.
Sektor manufaktur belum pulih kuat, pengangguran muda tetap tinggi.
Kelas menengah stagnan, daya beli belum pulih sepenuhnya.
Pemerintah berhasil menjaga fondasi ekonomi tetap berdiri --- tetapi belum menemukan mesin baru untuk melompat lebih tinggi.
3. Pertahanan Nasional: Modernisasi Nyata
Sektor pertahanan menunjukkan hasil paling konkret.
Belanja pertahanan meningkat tajam, terutama untuk pembaruan alutsista.
Jet tempur Rafale, fregat kelas Arrowhead, dan drone kombatan Korea Selatan mulai memperkuat TNI.
Kerja sama militer dengan AS, Jepang, dan Korsel makin intensif.
Untuk pertama kalinya, Indonesia menjadi tuan rumah latihan gabungan "Garuda Shield Plus" dengan status equal partner.
Namun, sisi industri pertahanan dalam negeri masih lemah.
Transfer teknologi belum maksimal, dan ketergantungan impor tinggi.
4. Program Pangan dan Sosial: Antara Janji dan Realisasi
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi ikon politik Prabowo--Gibran.
Tapi implementasi 2025 terbentur realitas: dari Rp71 triliun anggaran, hanya sebagian kecil terserap.
Masalahnya bukan niat, tapi kesiapan: data penerima belum valid, sekolah dan daerah belum punya infrastruktur pendukung, dan pengawasan belum terbangun.
Namun, efek positif mulai terlihat: beberapa daerah pilot project (NTT, Jawa Barat, Sulsel) melaporkan kenaikan kehadiran siswa dan penurunan keluhan gizi ringan.
Program ini bisa berhasil --- asal diperbaiki dari bawah, bukan lewat spanduk.
5. Hilirisasi dan Investasi: Lanjut Tapi Timpang
Kebijakan hilirisasi tambang masih menjadi andalan utama.
Smelter baru di Morowali, Halmahera, dan Gresik mulai beroperasi.
Ekspor olahan nikel naik signifikan, memberi tambahan devisa.
Namun, ketimpangan tetap ada.
Sebagian besar nilai tambah dinikmati perusahaan asing.
Lingkungan sekitar tambang mengalami tekanan besar.
Indonesia memang naik level di rantai pasok global, tapi belum dalam kendali penuh.
Hilirisasi berjalan, tapi industrialisasi sejati belum dimulai.
6. Ibu Kota Nusantara (IKN): Simbol Ambisi, Bukan Arah Baru
IKN tetap dilanjutkan dengan semangat tinggi.
Sekitar 40% infrastruktur dasar rampung, dan ASN tahap pertama dijadwalkan pindah akhir tahun.
Namun, tantangan besar masih menanti: investor swasta lambat masuk, biaya proyek membengkak, dan urgensinya terus dipertanyakan.
IKN tetap jadi simbol kontinuitas pemerintahan Jokowi, bukan simbol perubahan era baru.
Proyek jalan, tapi kepercayaan publik belum ikut pindah.
7. Hukum dan Pemberantasan Korupsi: Ada Harapan Baru
Setahun terakhir muncul tanda-tanda perbaikan pemberantasan korupsi, meski belum spektakuler.
Beberapa langkah konkret:
Presiden menegaskan zero tolerance terhadap korupsi di proyek strategis nasional.
Kementerian Keuangan dan BPKP memperketat audit belanja daerah dan hibah.
Kasus suap di sektor pangan dan migas berhasil diungkap, dengan hukuman dijalankan cepat.
KPK mulai pulih reputasi, berkat beberapa operasi tangkap tangan (OTT) yang kembali efektif setelah vakum panjang.
Walau masih jauh dari era emas KPK, tren 2025 menunjukkan arah yang lebih baik.
Koordinasi antarpenegak hukum (KPK, Kejaksaan, Kepolisian) mulai solid di bawah kendali Menko Polhukam.
Namun, tantangannya tetap besar:
penindakan memang meningkat, tapi pencegahan korupsi struktural belum kuat.
Birokrasi masih berbelit, dan budaya gratifikasi belum terkikis.
Kesimpulannya: pemberantasan korupsi sudah mulai bergerak ke arah benar, tapi masih tahap "pemulihan," belum "revolusi."
8. Reformasi Birokrasi: Setengah Jalan
Digitalisasi pemerintahan (SPBE) mulai terintegrasi.
Beberapa layanan publik --- izin usaha, kependudukan, perpajakan --- kini bisa diakses online secara cepat.
Tingkat kepuasan publik terhadap layanan administratif naik menurut survei Litbang Kompas.
Namun, resistensi di tingkat daerah masih kuat.
Banyak pejabat belum siap meninggalkan cara manual.
Hasilnya: reformasi hanya terasa di pusat, belum sampai ke kabupaten dan kota.
9. Komunikasi Publik: Lemah di Era Digital
Kelemahan utama pemerintahan ini adalah komunikasi politik.
Kebijakan besar sering diumumkan tanpa penjelasan teknis.
Contohnya, kebijakan pajak kendaraan listrik dan pembatasan BBM bersubsidi --- diumumkan di media sosial tanpa pedoman resmi, menimbulkan kebingungan.
Publik menilai gaya komunikasi Prabowo terlalu formal dan berjarak.
Padahal, kecepatan informasi hari ini menuntut pemerintah lebih terbuka dan responsif.
Banyak kritik keras justru muncul karena kekosongan penjelasan, bukan isi kebijakannya.
10. Hubungan Luar Negeri: Aman, Tapi Belum Visioner
Prabowo dikenal dekat dengan banyak negara besar, dan itu terlihat dari diplomasi tahun pertamanya.
Hubungan dengan Tiongkok tetap erat, tapi keseimbangan dengan Amerika dan Jepang dijaga cermat.
Indonesia aktif di forum ASEAN dan G20, namun belum tampil sebagai inisiator isu global.
Kebijakan luar negeri era ini masih pragmatis, belum menunjukkan arah ideologis baru seperti "politik bebas aktif" yang dulu jadi ciri khas.
Namun, satu hal positif: reputasi pribadi Prabowo di luar negeri membaik drastis.
Dari sosok kontroversial, ia kini dianggap pemimpin stabil dan realistis.
11. Catatan Umum: Negara Stabil, Tapi Butuh Terobosan
Setahun ini bisa diringkas dalam tiga kata: tenang, terarah, tapi tertahan.
Tenang karena politik aman.
Terarah karena kebijakan besar berjalan.
Tertahan karena eksekusi di bawah lambat.
Birokrasi belum berubah mental.
Banyak pejabat masih menunggu instruksi, bukan inisiatif.
Program rakyat jalan di atas kertas, belum di dapur dan sawah.
12. Apa yang Sudah Bagus
Stabilitas politik terjaga.
Pertahanan modern dan kredibel.
Reformasi digital birokrasi mulai terasa.
Pemberantasan korupsi mulai pulih arah.
Koordinasi hukum lebih rapi.
Inflasi terkendali, rupiah stabil.
13. Apa yang Harus Diperbaiki
Program sosial lambat: MBG harus dieksekusi cepat dan transparan.
Komunikasi publik lemah: kebijakan perlu dijelaskan, bukan diumumkan sepihak.
Ekonomi belum inklusif: pertumbuhan belum menciptakan pemerataan.
IKN beban fiskal: perlu evaluasi urgensi dan kontribusi swasta.
Korupsi struktural: pencegahan harus lebih kuat dari penindakan.
Reformasi birokrasi daerah: harus sampai ke level paling bawah.
Penutup
Setahun Prabowo--Gibran bukan masa gagal, tapi masa uji arah.
Ada fondasi kuat: stabilitas, kedisiplinan, dan niat membenahi sistem.
Namun, niat tidak cukup tanpa percepatan eksekusi dan kepekaan sosial.
Program besar seperti Makan Bergizi Gratis, hilirisasi, dan digitalisasi bisa menjadi warisan penting --- kalau dijalankan dengan keseriusan, bukan seremonial.
Pemberantasan korupsi mulai membaik, tapi masih menunggu satu hal yang menentukan: keteladanan di atas.
Karena seperti kata lama:
"Negara kuat bukan karena rakyatnya takut, tapi karena pemimpinnya bersih."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI