Publik Indonesia lagi-lagi dibuat garuk kepala. Kali ini bukan karena isu politik atau inflasi, tapi istilah yang tiba-tiba jadi viral: "Family Office."
Istilah ini muncul setelah Luhut Binsar Pandjaitan dan Purbaya Yudhi Sadewa saling berbeda pandang soal rencana pembentukan "Family Office Indonesia."
Sebagian orang bertanya serius: apa itu Family Office?
Sebagian lain cuma bilang: lha iki ki opo maneh, program anyar sing ngurusi keluarga pejabat ta?
Pertanyaan itu wajar. Karena di negeri di mana "urusan keluarga" sering nyampur dengan "urusan negara", istilah seperti family office terdengar agak... mencurigakan.
Asal-Usul Family Office
Konsep Family Office berasal dari dunia keuangan internasional. Secara sederhana, ini adalah lembaga atau unit yang mengelola kekayaan keluarga super kaya --- termasuk investasi, warisan, hingga perencanaan pajak lintas negara.
Tujuannya satu: menjaga agar kekayaan keluarga itu tetap tumbuh dan terlindungi lintas generasi.
Model seperti ini sudah lama ada di luar negeri. Keluarga Rockefeller di Amerika, misalnya, membentuk Rockefeller Family Office sejak 1882. Di Asia, ada Temasek (Singapura) dan Khazanah (Malaysia) yang kerap dianggap versi negara dari konsep serupa.
Namun di Indonesia, ketika istilah ini keluar dari mulut pejabat publik, maknanya langsung berubah --- dari sekadar urusan investasi menjadi isu politik dan etika kekuasaan.
Versi Luhut: Peluang Ekonomi Baru
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut family office sebagai instrumen penting untuk menarik investor kelas dunia.
Katanya, banyak miliarder global enggan masuk ke Indonesia karena birokrasi berbelit dan ketidakpastian regulasi.