Setiap periode pemilu, kita kembali menyaksikan perebutan kursi legislatif dengan antusiasme tinggi dari para kandidat. Biaya kampanye melambung, baliho memenuhi jalan, iklan politik menyerbu media, dan janji-janji manis ditaburkan di hadapan rakyat. Namun setelah terpilih, sebagian besar rakyat justru kecewa: anggota DPR yang seharusnya menjadi penyambung aspirasi, kerap terjebak pada kepentingan partai, transaksi politik, bahkan kasus korupsi. Situasi ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah jabatan anggota DPR benar-benar pengabdian kepada bangsa, atau sekadar profesi untuk memperkaya diri?
Dari keresahan inilah muncul gagasan radikal: bagaimana jika anggota DPR tidak digaji? Bagaimana jika jabatan legislatif hanya boleh diisi oleh orang-orang berpendidikan tinggi yang benar-benar mau mengabdi? Sekilas terdengar utopis, namun justru ide semacam ini dapat membuka ruang diskusi yang sehat tentang esensi demokrasi dan arah perbaikan lembaga perwakilan rakyat.
Motivasi di Balik Kursi Legislatif
Tak dapat dipungkiri, gaji dan tunjangan DPR saat ini sangat besar jika dibandingkan dengan rata-rata penghasilan masyarakat Indonesia. Menurut data, seorang anggota DPR bisa menerima total puluhan juta rupiah setiap bulan, belum termasuk fasilitas rumah dinas, kendaraan, perjalanan, serta berbagai tunjangan lainnya. Tidak heran, posisi anggota DPR dianggap sebagai “jabatan bergengsi” yang banyak diburu, meskipun ongkos politik untuk mencapainya tidak kecil.
Namun di sinilah persoalan bermula. Jika motivasi utama seseorang masuk DPR adalah materi, maka orientasi kerjanya pun akan cenderung pragmatis: bagaimana mengembalikan biaya kampanye, bagaimana memperoleh keuntungan dari posisi, dan bagaimana menjaga kedekatan dengan pihak-pihak yang bisa memberi “imbalan”. Akibatnya, kepentingan rakyat seringkali terpinggirkan.
Sebaliknya, bila kursi DPR hanya terbuka untuk orang-orang yang siap mengabdi tanpa gaji, motivasi semacam itu otomatis tersaring. Hanya mereka yang memiliki idealisme kuat, kapasitas intelektual memadai, dan tekad tulus yang akan berani maju. DPR pun bisa lebih berfokus pada fungsi legislasinya: membuat undang-undang, mengawasi pemerintah, dan memperjuangkan aspirasi rakyat.
Risiko Tanpa Gaji: Utopis atau Realistis?
Meski gagasan ini menarik, ada pertanyaan besar: mungkinkah anggota DPR bekerja tanpa gaji? Bukankah mereka juga butuh biaya hidup? Bukankah beban kerja mereka sangat besar dan menuntut dedikasi penuh waktu?
Jika tidak ada gaji, maka risiko justru muncul:
Potensi Korupsi dan Gratifikasi Meningkat.
Tanpa gaji tetap, godaan untuk mencari pemasukan dari jalur lain akan semakin besar. Alih-alih menghapus orientasi materi, justru bisa memperkuat praktik suap atau penyalahgunaan wewenang.-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!