Mohon tunggu...
Mbah Priyo
Mbah Priyo Mohon Tunggu... Engineer Kerasukan Filsafat

Priyono Mardisukismo - Seorang kakek yang suka menulis, karena menulis bukan sekadar hobi, melainkan vitamin untuk jiwa, olahraga untuk otak, dan terapi kewarasan paling murah.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Layar yang Selalu Menyala

7 Agustus 2025   12:00 Diperbarui: 7 Agustus 2025   21:50 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dulu, sebelum semuanya jadi serba digital,
 aku ingat masih sering menulis di buku catatan, menatap wajah orang saat bicara,
 bahkan menikmati waktu tunggu—seperti menunggu air mendidih atau hujan reda—tanpa perlu sibuk mencari hiburan instan.

Tapi sekarang, begitu ada jeda sedikit saja, tanganku otomatis merogoh saku.
 Scroll. Like. Chat.
 Lalu ulangi. Seakan ada rasa bersalah kalau membiarkan waktu kosong begitu saja.

Dan yang paling melelahkan: grup WhatsApp.

Grup keluarga, grup kantor, grup alumni, grup komplek, grup tetangga, grup yang entah siapa yang buat dan tak bisa ku keluar tanpa menimbulkan drama.
 Setiap saat ada notifikasi. Kadang lucu, kadang informasi penting, tapi lebih sering... tidak perlu.
 Dan yang paling membuat lelah: perdebatan.

“Bro, lo percaya berita itu? Itu hoaks kali!”
 “Lah, gue cuma share aja, terserah lo mau percaya atau enggak.”
 “Makanya jangan sotoy, baca lengkap dulu!”

Pernah suatu malam, aku terbangun karena ponselku berbunyi terus.
 Isinya perdebatan panjang soal politik yang bahkan tak kusadari telah dimulai.
 Tapi entah kenapa, aku terpancing juga.
 Jari-jariku mengetik cepat, membalas dengan nada tinggi.
 Jam menunjukkan pukul dua pagi. Dan aku marah pada orang yang bahkan tak kukenal dekat.

Paginya, aku bangun dengan kepala berat.
 Bukan karena kurang tidur, tapi karena rasa sesal yang pelan-pelan mengikis.

“Ini bukan aku,” gumamku. “Ini bukan hidup yang ingin kujalani.”

Aku teringat momen makan malam bersama keluarga beberapa bulan lalu.
 Waktu itu Bapak tiba-tiba berkata:

“Kalau semua sibuk dengan layar, untuk apa kita duduk di meja yang sama?”

Tidak ada yang menjawab. Kami hanya saling melirik sebentar, lalu perlahan meletakkan ponsel masing-masing.
 Sunyi. Tapi jujur.
 Dan anehnya, setelah itu kami justru benar-benar bicara. Tentang hal-hal kecil, remeh, lucu. Tapi hangat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun