Mohon tunggu...
Priliansyah Maruf Nur
Priliansyah Maruf Nur Mohon Tunggu... Guru

guru Pendidikan Agama yang sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Integrasi Prinsip Pembelajaran Mendalam dengan Konsep Tasawuf Imam Ghazali

15 Agustus 2025   23:59 Diperbarui: 12 Agustus 2025   14:41 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan pada abad ke-21 menghadapi tantangan besar diantaranya arus globalisasi, kemajuan teknologi, dan informasi yang melimpah telah mengubah cara belajar manusia. Murid mudah mengakses pengetahuan, tetapi sering kali kehilangan arah, makna, moral, dan kebahagiaan dalam batinnya. Hal ini berdampak pada munculnya generasi yang cerdas secara akademik, namun rentan pada krisis karakter, stres, dan berbagai perilaku negatif.

Pendidikan dituntut untuk tidak hanya mentransfer pengetahuan, tetapi juga membangun kesadaran diri, menanamkan nilai-nilai yang bermakna dalam kehidupannya, dan menghadirkan kegembiraan belajar. Disinilah pentingnya diterapkan pembelajaran mendalam (deep learning) sekaligus dari sisi spiritual pendidikan Islam penting dilaksanakan penanaman nilai melalui pendekatan tasawuf.

Dalam dunia pendidikan modern, deep learning atau pembelajaran mendalam tidak lagi sekadar diartikan sebagai proses menghafal pengetahuan, melainkan perjalanan internal yang melibatkan kesadaran, pemaknaan, dan transformasi diri. Dalam konteks pendidikan Islam, pembelajaran mendalam ini menemukan resonansi yang kuat dalam konsep tasawuf klasik yang digagas oleh Imam Al-Ghazali: takhalli, tahalli, dan tajalli. Ketiganya bukan sekadar konsep spiritual, tetapi juga dapat menjadi inspirasi bagi pembelajaran yang berkesadaran (mindful), bermakna (meaningful), dan menggembirakan (joyful).

Mengapa Pembelajaran Mendalam Penting?

Pembelajaran mendalam berbeda dari pembelajaran dangkal yang hanya menekankan hafalan. Menurut teori Ausubel tentang meaningful learning, proses belajar akan lebih bermakna ketika pengetahuan baru terhubung dengan struktur kognitif yang telah ada dan berimplikasi pada perubahan perilaku. Pembelajaran mendalam memiliki prinsip:

  1. Berkesadaran (mindful learning) – Peserta didik fokus, hadir secara mental, dan siap menyerap ilmu.
  2. Bermakna (meaningful learning) – Ilmu yang diperoleh memberi arti bagi kehidupan murid.
  3. Menggembirakan (joyful learning) – Motivasi belajar lahir dari rasa puas dan bahagia karena memahami makna ilmu.

Penerapan pembelajaran mendalam ini menjadi semakin penting untuk mengatasi fenomena kejenuhan belajar, stres akademik, dan hilangnya motivasi intrinsik di kalangan murid.

Urgensi Menanamkan Nilai Moral melalui Jalan Tasawuf

Ilmu yang tidak disertai akhlak bagaikan cahaya yang padam sebelum menyinari kehidupan. Dalam pendidikan Islam, ilmu harus menjadi jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menebar kebaikan. Imam Al-Ghazali menegaskan dalam Ihya’ Ulumuddin bahwa ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang menghiasi hati, bukan sekadar mengisi pikiran.

Tasawuf, khususnya konsep takhalli-tahalli-tajalli, menjadi metode yang relevan untuk menanamkan nilai moral dalam pembelajaran:

1. Takhalli: Kesadaran Diri dan Pengosongan Jiwa

Dalam literatur tasawuf, takhalli adalah proses mengosongkan jiwa dari sifat-sifat tercela, seperti sombong, dengki, riya, malas, dan lalai. Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menegaskan bahwa hati yang penuh dengan sifat tercela tidak akan mampu menerima cahaya ilmu dan hidayah. Hal ini selaras dengan prinsip mindful learning yang menekankan pentingnya menghadirkan kesadaran penuh saat belajar.

Al-Qur’an memberi isyarat pentingnya pengosongan hati dalam firman Allah:

قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا • وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا

“Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya.”
(QS. Asy-Syams: 9-10)

Dalam konteks pendidikan, takhalli dapat diwujudkan dengan menciptakan suasana belajar yang tenang, bebas dari distraksi, dan menumbuhkan kesadaran batin murid. Peserta didik dilatih untuk hadir sepenuhnya (fully present), menyingkirkan kebisingan pikiran agar siap menerima ilmu dengan hati yang lapang.

2. Tahalli: Memaknai Ilmu dan Menghias Jiwa dengan Nilai

Tahap kedua dalam perjalanan spiritual menurut Imam Al-Ghazali adalah tahalli, yakni menghiasi jiwa dengan sifat-sifat terpuji seperti ikhlas, sabar, tawakal, dan cinta ilmu. Dalam konteks pembelajaran mendalam, fase ini selaras dengan meaningful learning. Peserta didik bukan hanya memahami konsep secara kognitif, tetapi menginternalisasi nilai dan makna yang terkandung di dalamnya.

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ

“Sesungguhnya ilmu itu (diperoleh) dengan belajar.”

(HR. Bukhari)

Hadis ini tidak sekadar menekankan usaha belajar, tetapi juga mengandung pesan bahwa ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang menempel di hati dan menghiasi perilaku. Teori deep learning dalam pendidikan menyebutkan bahwa pengalaman belajar yang bermakna menuntut keterhubungan antara pengetahuan baru dan pengalaman hidup, sehingga melahirkan transformasi diri.

Dalam praktiknya, tahalli di kelas dapat diimplementasikan melalui pembelajaran berbasis proyek dan refleksi diri, di mana murid tidak hanya mengerjakan tugas akademik, tetapi juga memahami relevansi moral, sosial, dan spiritual dari ilmu yang dipelajari.

3. Tajalli: Kegembiraan Hakiki dalam Pencerahan Ilmu

Tahap puncak perjalanan spiritual adalah tajalli, yakni tersingkapnya cahaya kebenaran di hati yang melahirkan kegembiraan hakiki. Imam Al-Ghazali menggambarkan tajalli sebagai “cahaya yang menyingkap hakikat sesuatu sehingga hati merasakan kelezatan mengenal Allah.”

Dalam konteks pembelajaran mendalam, tajalli selaras dengan joyful learning. Kegembiraan yang lahir bukan dari hiburan atau permainan semata, melainkan rasa puas batin saat ilmu yang dipelajari menemukan maknanya atau dikenal dengan ”AHA moment”.

Al-Qur’an menegaskan bahwa kebahagiaan sejati adalah hasil dari pencerahan hati dan kedekatan dengan Allah:

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.”

(QS. Ar-Ra’d: 28)

Ketika ilmu dipelajari dengan kesadaran, dihayati dengan makna, dan melahirkan ketenteraman jiwa, proses pembelajaran menjadi perjalanan pencerahan yang menyenangkan sekaligus membahagiakan.

Dengan mengintegrasikan prinsip tasawuf ke dalam pendidikan modern, kita dapat membangun pembelajaran yang:

  1. Berkesadaran (mindful), murid hadir dengan hati yang bersih dan siap menerima ilmu (takhalli).
  2. Bermakna (meaningful), karena ilmu yang didapat dapat menghiasi jiwa dan menuntun perilaku (tahalli).
  3. Menggembirakan (joyful), karena lahirnya kegembiraan hakiki dari pencerahan hati (tajalli).

Guru yang menerapkan pendekatan ini tidak sekadar menjadi pengajar (mu’allim), tetapi juga pembimbing jiwa (murabbi). Selanjutnya ketika guru mampu menghadirkan pembelajaran dengan menelusuri jalan ini, kelas tidak lagi sekadar tempat transfer ilmu, tetapi menjadi majlis pencerahan jiwa yang menumbuhkan generasi berilmu sekaligus berakhlak. Ilmu pengetahuan tidak hanya ditransfer dari guru ke murid, tetapi juga ditanamkan sebagai nilai kehidupan yang membahagiakan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun