4. Kurangnya Pengetahuan dan Kesadaran Manajemen
- Sebagian manajer masih memandang green accounting hanya menambah beban biaya, bukan sebagai strategi efisiensi jangka panjang.
- Minimnya pemahaman akuntan dan staf keuangan mengenai akuntansi lingkungan membuat pelaksanaannya kurang optimal.
5. Resistensi Internal Perusahaan
- Adanya resistensi dari karyawan atau manajemen yang tidak terbiasa dengan pelaporan lingkungan.
- Green accounting dianggap “mengubah sistem” yang sudah berjalan lama, sehingga butuh komitmen kuat dari pimpinan.
6. Tekanan Pasar yang Belum Merata
- Tidak semua konsumen dan investor di Indonesia peduli pada isu lingkungan.
- Akibatnya, perusahaan merasa kurang ada insentif langsung dari pasar untuk melaporkan biaya lingkungan secara transparan.
7. Kesulitan dalam Pelaporan dan Audit
- Green accounting memerlukan data teknis (misalnya volume emisi, kadar limbah, biaya pemulihan lingkungan) yang harus dikombinasikan dengan data akuntansi.
- Proses integrasi ini cukup rumit dan memerlukan keterlibatan multidisiplin (akuntan, insinyur lingkungan, manajer produksi).
Kesimpulan
green accounting tidak hanya sekadar sistem pencatatan, melainkan juga alat pengendalian biaya lingkungan dan strategi keberlanjutan bisnis yang mampu melindungi perusahaan, masyarakat, dan generasi mendatang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!