Mohon tunggu...
Wiwin Pratiwanggini
Wiwin Pratiwanggini Mohon Tunggu... Administrasi - A lifestyle blogger

Blogger | Book Writer | WA: 08156852076 | wiwin.pratiw@gmail.com | pratiwanggini.net

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Akses Kesehatan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas dan Kusta

24 Juli 2021   21:55 Diperbarui: 24 Juli 2021   22:02 797
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Host Ines Nirmala bersama 2 (dua) narasumber

Gimana sih rasanya jika dipandang sebelah mata dan diperlakukan secara tidak adil saat membutuhkan layanan kesehatan? Demikian itu yang sering dialami oleh para penyandang disabilitas termasuk orang yang pernah mengalami kusta. Sudahlah mobilitasnya rendah, ehhh terkadang musti dipingpong kesana kemari hanya karena masalah prosedur layanan kesehatan. Tidak jarang juga mendapatkan pelayanan yang kurang maksimal dibandingkan dengan pasien umum lainnya.

Adanya jaminan kesehatan nasional sampai hari ini pun rasanya belum bisa memenuhi hak layanan kesehatan bagi para penyandang disabilitas. Tahu sendiri 'kan ya bahwa tidak semua pengobatan dan penanganan dicover oleh BPJS Kesehatan. Padahal secara ekonomi, banyak penyandang disabilitas dan orang yang pernah mengalami kusta yang memiliki kendala. Sebagai bagian dari penyandang disabilitas, tentu saja kami memiliki harapan besar atas hak-hak bagi penyandang disabilitas sebagaimana tertuang di dalam Undang-Undang No.8 Tahun 2016 khususnya hak layanan kesehatan.

Perlu kita ketahui bahwa menurut data Bappenas 2018 sekitar 21,8 juta atau 8,26 persen penduduk Indonesia adalah penyandang disabilitas. Di berbagai daerah, pasien kusta, penyandang disabilitas karena kusta, maupun orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) sebagai bagian dari kelompok ragam disabilitas, seringkali masih menghadapi kesulitan dan tidak memiliki akses terhadap layanan kesehatan yang layak.

Padahal, sama seperti warga negara lainnya, penyandang disabilitas dijamin pemenuhan haknya oleh undang-undang. Salah satunya di sektor kesehatan dimana pemerintah wajib menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan memfasilitasi penyandang disabilitas untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif secara sosial dan ekonomis.

Untuk itu, penyelenggaraan program layanan kesehatan inklusif perlu diupayakan agar penyandang disabilitas termasuk pasien kusta memiliki derajat kesehatan yang optimal sehingga mampu menunjang produktivitas dan partisipasi mereka dalam bermasyarakat dan pembangunan.

Bersyukur sekali saya pada hari Kamis 22 Juli 2021 kemarin bisa turut menyimak live streaming melalui Youtube channel Berita KBR yang membahas tentang bagaimana caranya memberikan akses kesehatan inklusif bagi penyandang disabilitas termasuk orang dengan kusta.

Program Ruang Publik KBR yang dipersembahkan oleh NLR Indonesia tersebut direlay oleh 100 Radio Jaringan KBR dan 104.2 MSTri FM Jakarta. Acara yang disiarkan secara live streaming melalui Youtube channel Berita KBR tersebut mengangkat tema "Akses Kesehatan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas termasuk Orang dengan Kusta".

Acara ini dipandu oleh penyiar Ines Nirmala dengan menghadirkan 2 (dua) orang narasumber, yaitu:

1. Suwata, Dinas Kesehatan Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat. Beliau juga menjabat sebagai Sekretaris Forum SKPD Peduli Disabilitas dan Ketua Dewan Pengarah di Perhimpunan Penyandang Disabilitas Cabang Subang.

2. Ardiansyah, Aktivis Kusta / Ketua PerMaTa Bulukumba. PerMaTa adalah organisasi atau satu wadah OYPMK yang memberikan pendampingan atau dukungan bagi orang-orang yang mengalami kusta atau orang-orang yang mengalami disabilitas karena kusta.

Lebih lanjut mengenai penyakit kusta, Bapak Suwata menyampaikan bahwa penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang masih menimbulkan masalah yang sangat kompleks dan menimbulkan disabilitas ganda yaitu disabilitas sensorik ataupun motorik. Dalam kondisi seperti ini penderita kusta atau orang yang pernah menderita kusta (OYPMK) harus berhadapan juga dengan stigma yang ada di masyarakat.

Di kabupaten Subang sendiri, tempat Bapak Suwata mengabdi, penyakit kusta masih menjadi permasalahan kesehatan di masyarakat karena penyakit ini dapat menimbulkan dampak sosial dan ekonomi akibat cacat yang ditimbulkannya. Keadaan ini bisa terjadi karena pengetahuan masyarakat yang kurang tentang kusta, pemahaman dan kepercayaan yang keliru tentang kusta, atau juga karena kekurangsiapan petugas kesehatan dalam deteksi dini penyakit kusta.

Hal ini ditandai dengan masih tingginya angka prevalensi atau angka cacat tingkat 2 di Kabupaten Subang. Pada tahun 2018, di Kabupaten Subang ada sebanyak 7 kasus atau 5% dari keseluruhan kasus yang ditemukan. Kemudian di tahun 2019 ada 9 kasus atau 7,9% dari keseluruhan kasus yang ditemukan. Di tahun 2020 ada 12 kasus atau 11% dari keseluruhan kasus yang ditemukan. Hal ini menunjukkan bahwa secara akumulatif disabilitas yang disebabkan oleh penyakit kusta di Kabupaten Subang dalam 3 tahun terakhir sebanyak 28 orang. Sedangkan angka disabilitas secara keseluruhan di Kabupaten Subang dari data Dinas sosial di tahun 2019 ada 11872.

Suwata (Dinas Kesehatan Kabupaten Subang)
Suwata (Dinas Kesehatan Kabupaten Subang)

Kondisi yang tidak jauh berbeda juga terjadi di Kabupaten Bukukumba sebagaimana disampaikan oleh Bapak Ardiansyah. Stigma dan diskriminasi yang dialami masih sangat tinggi sehingga menimbulkan penemuan kasus yang terlambat sehingga angka kusta itu terus meningkat. Dua tahun belakangan ini, kehadiran PerMaTa di Bulukumba lumayan memberikan peran. Pemahaman tentang kusta mulai diterima oleh masyarakat terutama yang ada di daerah perkotaan.

Ardiansyah menambahkan bahwa OYPMK kebanyakan masih belum dapat mengakses pelayanan di rumah sakit umum, apalagi jika dirujuk ke rumah sakit di luar Kabupaten Bulukumba. Sehingga kebanyakan mereka masih mendapatkan pelayanan itu di Puskesmas. Permasalahan yang masih ditemui adalah bila mereka mengalami reaksi akibat kusta terkadang di Puskesmas petugasnya belum cukup memberikan pelayanan yang maksimal. Jadi mustinya memang dirujuk ke rumah sakit khusus kusta.

Dalam Undang-Undang No.8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas khususnya Pasal 12 mengenai Hak Kesehatan disebutkan bahwa:

Hak kesehatan untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak:

a. memperoleh informasi dan komunikasi yang mudah diakses dalam pelayanan kesehatan;

b. memperoleh kesamaan dan kesempatan akses atas sumber daya di bidang kesehatan;

c. memperoleh kesamaan dan kesempatan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau;

d. memperoleh kesamaan dan kesempatan secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya;

e. memperoleh Alat Bantu Kesehatan berdasarkan kebutuhannya;

f. memperoleh obat yang bermutu dengan efek samping yang rendah;

g. memperoleh Pelindungan dari upaya percobaan medis; dan

h. memperoleh Pelindungan dalam pengembangan kesehatan yang manusia sebagai subjek.

Oleh karena itu sangat patut diapresiasi dan didukung sepenuhnya upaya Dinas Kesehatan Kabupaten Subang dan PerMaTa Bulukumba dalam memperjuangkan hak-hak disabilitas untuk mendapatkan akses kesehatan yang layak sebagaimana masyarakat pada umumnya.

Dalam upaya meningkatkan layanan kesehatan inklusif bagi mereka yang merupakan penyandang disabilitas dan orang dengan kusta, Dinas Kesehatan Kabupaten Subang memiliki program-program yang memprioritaskan 4 kegiatan yaitu:

1. Leprosy control, yaitu bagaimana bisa mengendalikan dan mencegah penularan penyakit kusta, antara lain pengobatan profilaksis pada kontak kusta, advokasi edukasi bagi masyarakat agar tidak lagi memberikan stigma. Karena selama ini permasalahan terbesar dalam penanganan kusta adalah stigma yang masih tinggi di masyarakat.

2. Pencegahan kecacatan pada penderita kusta. Penderita bisa mengalami kecacatan ketika mereka tidak melakukan pengobatan secara dini atau melakukan perawatan terkait dengan permasalahan kusta yang dialami.

3. Pemberdayaan OYPMK atau orang dengan disabilitas dengan melakukan peran di berbagai sektor dengan kegiatan peningkatan life skill bagi OYPMK atau disabilitas.

4. Pengurangan stigma dan diskriminasi, antara lain dengan melakukan komunikasi perubahan perilaku bagi tokoh potensial yang ada di desa / kecamatan / kabupaten untuk bisa sama-sama melakukan pengurangan stigma dan diskriminasi.

Ardiansyah (Aktivis Kusta / Ketua PerMaTa Bulukumba)
Ardiansyah (Aktivis Kusta / Ketua PerMaTa Bulukumba)

Sedangkan di Bulukumba, menurut Ardiansyah, yang dilakukan adalah advokasi ke rumah sakit. Sebagaimana diketahui bahwa rumah sakit khusus kusta yang ada di sana berubah menjadi rumah sakit umum. Hal ini menyebabkan banyak penderita kusta mengeluhkan pelayanan yang sebelumnya bisa didapatkan dengan baik kemudian tidak lagi. Hal tersebut terkait dengan urusan prosedur. Selain itu, juga keluhan sehubungan dengan layanan BPJS Kesehatan, misalnya prothese tidak dicover, masa opname atau rehabilitasi di rumah sakit yang disamakan dengan pasien umum padahal penderita kusta bisa saja membutuhkan waktu lebih lama.

"Lalu apa pula yang dilakukan dalam situasi pandemi seperti sekarang ini?" demikian pertanyaan dari Ang Tek Khun yang dijawab oleh Bapak Suwata. Beliau mengatakan ada 5 (lima) strategi yang diambil di masa pandemi ini, yaitu:

1. Layanan kesehatan: Mendekatkan layanan terkait dengan penyakit kusta yang terintegrasi dan terkolaborasi, antara lain dengan kegiatan deteksi dini, kegiatan pengobatan profilaksis pada kontak penderita kusta, pengobatan MDT, pengobatan reaksi sesuai tatalaksana, perawatan mencegah kecacatan melalui kelompok-kelompok perawatan diri maupun perawatan secara mandiri di rumah.

2. Meningkatkan skill dan kapasitas/kemampuan petugas kesehatan itu sendiri melalui pelatihan-pelatihan, baik untuk dokter, perawat, dan lain-lain. Misalnya on the job training bagi dokter atau petugas kusta di Puskesmas dan petugas terintegrasi program lainnya dalam melakukan tata laksana kusta. Juga melalui workshop integrasi program yang ada di puskesmas.

3. Peningkatan peran serta masyarakat, antara lain dengan workshop komunikasi perubahan perilaku bagi tokoh-tokoh potensial yang ada di desa, pelatihan kader kusta, memberikan akses rujukan kasus suspect kusta oleh kader-kader kusta yang ada di desa, advokasi pembiayaan kegiatan-kegiatan deteksi dini kusta melalui sumber pembiayaan dari dana desa (karena bagaimanapun sekarang desa menjadi salah satu obyek pembangunan yang seluruh pendanaan sudah ada di desa dimana biaya kesehatan memang cukup besar).

4. Melakukan pemenuhan kebutuhan logistik, misalnya obat-obatan.

5. Pemenuhan jaminan kesehatan oleh pemerintah bagi OYPMK, penderita kusta, dan penyandang disabilitas. Karena mereka adalah kelompok-kelompok masyarakat yang "termajinalkan" yang mendapatkan stigma yang cukup kuat sehingga secara ekonomi ini juga akan berpengaruh.

Selanjutnya menjawab pertanyaan dari Eka Dwi Handayani mengenai cara penanganan kesehatan orang kusta di kota-kota, Bapak Ardiansyah menyampaikan dua hal yaitu:

1. Banyak melakukan edukasi tentang kusta kepada generasi muda khususnya mahasiswa di kampus untuk memberikan pemahaman tentang penyakit kusta. Agar generasi muda ini menjadi tameng adanya stigma karena stigma ini adalah warisan pemahaman dari orang-orang terdahulu.

2. Pentingnya penguatan literasi kesehatan tentang penyakit kusta agar masyarakat bisa mengakses informasi tentang kusta dengan baik dan benar. Karena terjadinya stigma adalah juga karena kurangnya informasi tentang kusta.

Namun demikian ada langkah-langkah lain yang bisa dilakukan, selain edukasi dan literasi. Menurut Bapak Suwata sekaligus menjawab pertanyaan dari audiens (maaf saya lupa namanya), langkah-langkah tersebut adalah:

1. Tetap optimis bahwa kusta bisa diobati dan bisa sembuh.

2. Hindari faktor-faktor pencetus timbulnya reaksi pada penderita kusta.

3. Lakukan perawatan secara teratur pada anggota tubuh yang mengalami gangguan atau kecacatan.

4. Segera datang ke layanan kesehatan ketika muncul tanda-tanda adanya reaksi untuk mendapatkan konsultasi dan pengobatan sesuai tatalaksana.

5. Gunakan alat bantu atau pelindung untuk mencegah kecacatan.

Di akhir bincang-bincang Ruang Publik KBR yang dipersembahkan oleh NLR Indonesia dengan tema "Akses Kesehatan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas termasuk Orang dengan Kusta", Bapak Suwata menyampaikan himbauan untuk stop stigma dan diskriminasi dengan pelayanan yang inklusi serta junjung kesetaraan aksesibilitas bagi disabilitas dan OYPMK menuju Indonesia bebas kusta.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun