Pada tanggal 13 November 2024, Erdogan mengumumkan bahwa Turki memutuskan semua hubungan diplomatiknya dengan Israel karena keengganan Israel untuk mengakhiri perang Gaza.
Baca juga: Netanyahu Tegaskan Kekaisaran Ottoman Tak akan Kembali
Ketegangan Antara Turki dan Israel
Ketegangan antara Turki dan Israel tidak lagi sekadar retorika diplomatik, tetapi telah mencapai titik kritis yang menimbulkan kekhawatiran akan pecahnya konflik bersenjata terbuka di antara kedua negara. Dalam beberapa bulan terakhir, eskalasi konflik antara Israel dan Iran, pengeboman oleh Israel di Suriah, serta meningkatnya tekanan terhadap warga Palestina, telah memicu respons keras dari Turki. Presiden Recep Tayyip Erdogan menegaskan bahwa Israel telah melampaui "titik tanpa kembali" (point of no return) dan menyatakan kesiapan meningkatkan produksi rudal dalam negeri, memicu spekulasi luas tentang kemungkinan konfrontasi langsung.
Situasi ini menjadi lebih kompleks karena Turki adalah anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), dan potensi konfrontasinya dengan Israel, sekutu utama Amerika Serikat di Timur Tengah, dapat mengguncang fondasi aliansi tersebut. Ditambah dengan dinamika politik di Timur Tengah dan posisi negara-negara seperti Rusia dan China yang mendukung Iran dan Palestina, dan sikap negara-negara Arab, situasi ini menciptakan tantangan geopolitik yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak Perang Dingin. Apakah perang antara Turki dan Israel benar-benar akan terjadi?
Akar Ketegangan: Palestina, Suriah, Lebanon dan Iran
Faktor utama di balik meningkatnya ketegangan antara Turki dan Israel adalah konflik yang berkepanjangan yang melibatkan Palestina, Iran, Lebanon, dan Suriah. Turki secara konsisten menyuarakan dukungan terhadap perjuangan Palestina dan mengkritik kebijakan militer Israel di Gaza dan Tepi Barat. Serangan Israel terhadap Suriah yang dianggap menargetkan kepentingan Iran juga menciptakan ketegangan tambahan, terutama setelah permintaan pemerintah Suriah kepada Turki untuk memberikan dukungan pertahanan pasca serangan udara Israel di Damaskus.
Selain itu, Turki sebagai anggota NATO, yang mayoritas anggotanya juga anggota Uni Eropa, blok ekonomi dan perdagangan terbesar di dunia yang secara geografis, letaknya amat sangat dekat dengan wilayah Timur Tengah, juga membuat posisinya dalam ketegangan ini menjadi sangat unik, karena Amerika Serikat, sekutu terdekat Israel, adalah anggota dan "pemimpin de facto NATO".
Apakah Turki akan Berperang dengan Israel?
Kemungkinan perang terbuka antara Turki dan Israel masih berada dalam ranah spekulatif, tetapi indikator geopolitik menunjukkan bahwa probabilitas konfrontasi semakin besar dan mendekat. Peningkatan produksi rudal oleh Turki dan pernyataan-pernyataan tajam dari Erdogan mencerminkan kesiapan Turki secara militer dan psikologis. Namun, Turki juga menyadari risiko tinggi dari konflik langsung, terutama sebagai anggota NATO yang terikat dengan perjanjian pertahanan kolektif.
Pasal 5 Traktat NATO berbunyi:
The Parties agree that an armed attack against one or more of them in Europe or North America shall be considered an attack against them all and consequently they agree that, if such an armed attack occurs, each of them, in exercise of the right of individual or collective self-defence recognized by Article 51 of the Charter of the United Nations, will assist the Party or Parties so attacked by taking forthwith, individually and in concert with the other Parties, such action as it deems necessary, including the use of armed force, to restore and maintain the security of the North Atlantic area.