Kebijakan ekspansi padat karya dituntut bukan hanya di industri konstruksi namun juga di berbagai sektor lainnya, termasuk sektor jasa modern, digital, dan kesehatan, di mana talenta muda bisa tumbuh. Kemudahan berbisnis dan pemangkasan birokrasi harus dilanjutkan agar start up dan UMKM dapat menyerap tenaga terampil dan menjadi sarana inkubasi karier.
Lebih lanjut, jaminan sosial serta perlindungan ketenagakerjaan harus diperkuat agar lulusan memiliki rasa aman sebelum memilih bidang kerja, bukan terpaksa keluar negeri karena bidang kerja tidak menentu.
Peran Pendidikan Karakter dan Patriotisme Baru
Terakhir, pendidikan tidak hanya kuantitas dan kompetensi hard skill, tapi juga karakter: rasa kebangsaan modern, toleransi nilai, dan tanggung jawab pembangunan nasional. Patriotisme bukan berarti menolak ke luar negeri, tetapi menanamkan niat kembali dan memberikan kontribusi untuk perubahan.
Kesimpulan dan Arah Kebijakan
Brain drain adalah alarm nasional. Ia menantang konsistensi sistem pendidikan dan tenaga kerja Indonesia. Jika dibiarkan, generasi yang lulus dengan penuh potensi akan tutup buku karier di negeri sendiri. Ini bukan pilihan, ini kehancuran kapabilitas jangka panjang. Namun, bila diberi peluang kolaboratif dan rekognisi nilai, generasi muda bisa menjadi agen stabilitas perubahan.
Jalan solusinya adalah integrasi sistem, dari pendidikan, lapangan kerja, hingga kebijakan diaspora, dengan tafsir identitas baru: Indonesia bukan hanya tanah air, tanah kelahiran, tapi juga ladang berdaya bagi seluruh generasi.
======================
Catatan: Tulisan disusun sepenuhnya berdasarkan informasi dan analisis kontemporer yang tersedia Wikipedia, The Jakarta Post, Global Nation Inquirer
Jakarta, 9 Juni 2025
Prahasto Wahju Pamungkas
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI