Mohon tunggu...
Prahasto Wahju Pamungkas
Prahasto Wahju Pamungkas Mohon Tunggu... Advokat, Akademisi, Penerjemah Tersumpah Multi Bahasa (Belanda, Inggris, Perancis dan Indonesia)

Seorang Advokat dan Penerjemah Tersumpah Multi Bahasa dengan pengalaman kerja sejak tahun 1995, yang juga pernah menjadi Dosen Tidak Tetap pada (i) Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, (ii) Magister Hukum Universitas Pelita Harapan dan (iii) Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, yang gemar travelling, membaca, bersepeda, musik klasik, sejarah, geopolitik, sastra, koleksi perangko dan mata uang, serta memasak. https://pwpamungkas.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Gelombang Migrasi Talenta Muda: Tantangan Bangsa Kita

9 Juni 2025   07:44 Diperbarui: 9 Juni 2025   08:24 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
AI-generated image: Lulusan Terampil Cari Kerja di Luar Negeri

Secara sosiologis, brain drain ini menggerus kohesi sosial karena lintasan generasi muda menjauh dari masyarakatnya sendiri. Ditambah lagi, mitos #KaburAjaDulu memperdalam kecemasan kolektif, benarkah semua akan memilih "melarikan diri"?

Negara sebenarnya telah mengeluarkan investasi besar melalui pajak rakyat untuk membangun kapasitas SDM unggul, namun potensi itu justru mengendap di luar negeri, sebuah kerugian terpendam yang tak kasat mata. Sosiolog mengingatkan, kehilangan ini dapat melemahkan fondasi masyarakat yang berkeadaban dan berdaya saing.

Psikologisnya, tekanan hidup dan disharmoni sosial memperparah potensi depresi generasi muda karena merasa tak menemukan harapan di tanah kelahiran.

Dampak Politik dan Sosial

Fenomena brain drain tidak hanya berdampak pada pasar tenaga kerja, tetapi juga mengguncang ranah politik dan sosial. Ketika negara gagal mempertahankan talenta terbaiknya, daya tarik dan kredibilitas pembangunan nasional ikut menurun. Generasi terdidik yang merasa tidak memiliki tempat atau peran dalam pembangunan akan menjauh dari proses politik, bahkan mungkin kehilangan kepercayaan terhadap institusi publik. Dalam jangka panjang, hal ini dapat melahirkan sinisme politik dan apatisme generasi muda terhadap negara.

Lebih jauh, ketika wacana politik nasional didominasi oleh romantisasi masa lalu atau sekadar pengulangan narasi lama, tanpa menyerap energi baru dari generasi muda dan ide-ide modern, maka regenerasi kepemimpinan akan stagnan. Ketidakhadiran figur-figur muda yang progresif bukan hanya kehilangan potensi inovasi, tetapi juga memperlemah relevansi politik nasional dalam menghadapi tantangan global.

Reformasi Sistem Pendidikan dan Ekonomi

Menanggulangi brain drain bukan sekadar menghentikan arus keluar, tetapi menciptakan alasan kuat untuk kembali dan membangun. Reformasi yang paling mendasar adalah memperkuat keterkaitan antara sistem pendidikan tinggi dan kebutuhan dunia kerja dalam negeri. Kurikulum pendidikan, terutama vokasional dan profesional, harus didesain ulang agar sejalan dengan dinamika industri nasional yang tengah tumbuh. Teknologi, digitalisasi, dan riset terapan harus menjadi tulang punggung penguatan ini.

Di sisi ekonomi, negara perlu menciptakan ekosistem inovasi yang memungkinkan anak muda berkembang di tanah air. Insentif untuk mendirikan start up, pendanaan bagi inovator lokal, serta hibah khusus bagi WNI diaspora yang ingin kembali membangun usaha di Indonesia dapat menjadi magnet untuk membalikkan arus brain drain menjadi brain gain. Negara juga bisa meniru praktik negara lain dengan memberikan "jalur cepat" bagi talenta diaspora yang pulang, untuk mengisi posisi strategis dalam riset, industri, maupun pemerintahan.

AI-generated image: Lulusan terampil cari kerja di luar negeri
AI-generated image: Lulusan terampil cari kerja di luar negeri

Mendorong Brain Gain: Saatnya Diaspora Pulang dan Bangun Negeri

Untuk menyeimbangkan arus brain drain, pemerintah Indonesia perlu secara aktif mendorong brain gain, yakni mengajak kembali diaspora yang telah sukses di luar negeri untuk pulang dan berkontribusi. Kementerian yang membawahi pendidikan tinggi, riset, dan ketenagakerjaan dapat memperluas program diaspora dengan menawarkan insentif kepulangan, seperti pengurangan pajak, tunjangan awal karier, atau kemudahan investasi.

Langkah ini perlu dibarengi dengan pembentukan pusat jejaring alumni global, yakni semacam "hub" atau platform formal yang menghubungkan para lulusan Indonesia di luar negeri, baik dari universitas top dunia maupun perusahaan internasional. Hub ini bisa menjadi tempat kolaborasi, pendanaan proyek riset, hingga rekrutmen bakat.

Belajar dari China dan India, Indonesia bisa merancang skema reverse brain drain yang mendorong kembalinya talenta diaspora dengan peluang nyata: akses pada riset kelas dunia, posisi strategis di kampus atau BUMN, serta fasilitas untuk membangun start up. Selain menjadi stimulus ekonomi, hal ini juga memperkuat ekosistem ilmu pengetahuan dan kewirausahaan nasional.

Reformasi Lapangan Kerja dan Kebijakan Publik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun