Mohon tunggu...
Prahasto Wahju Pamungkas
Prahasto Wahju Pamungkas Mohon Tunggu... Advokat, Akademisi, Penerjemah Tersumpah Multi Bahasa (Belanda, Inggris, Perancis dan Indonesia)

Seorang Advokat dan Penerjemah Tersumpah Multi Bahasa dengan pengalaman kerja sejak tahun 1995, yang juga pernah menjadi Dosen Tidak Tetap pada (i) Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, (ii) Magister Hukum Universitas Pelita Harapan dan (iii) Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, yang gemar travelling, membaca, bersepeda, musik klasik, sejarah, geopolitik, sastra, koleksi perangko dan mata uang, serta memasak. https://pwpamungkas.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Betulkah Bahaya Perang Nuklir Semakin Dekat?

6 Mei 2025   22:15 Diperbarui: 6 Mei 2025   22:15 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ukraina, khususnya, menyuarakan kekhawatiran, dan oleh karenanya menginginkan jaminan keamanan dan kompensasi sebelum mentransfer hulu ledak nuklir tersebut ke Russia, dan juga khawatir atas niat Russia, terutama setelah ketegangan atas Armada Laut Hitam dan Crimea (1992 -- 1997) (vide: Victor Zaborsky, Crimea and the Black Sea Fleet in Russian- Ukrainian Relations, Harvard Kennedy School, Belfer Center for Science and International Affairs, September 1995).

Masalah Komando dan Kendali

Meskipun senjata nuklir Uni Soviet ditempatkan di Belarus, Kazakhstan dan Ukraina, kendali operasional tetap berada di tangan Moscow, karena kode aktivasi hulu ledak (Permissive Action Links, atau PAL) dikontrol oleh General Staff Russia.

Namun, keberadaan senjata nuklir di negara-negara tersebut secara fisik meningkatkan risiko akses tidak sah, kecelakaan, atau bahkan proliferasi nuklir jika kondisi politik memburuk.

Tantangan Logistik dan Teknis

Membongkar silo penyimpanan, menyingkirkan hulu ledak nuklir, dan mengamankan material kelas senjata sangatlah rumit dan memerlukan waktu kerja bertahun-tahun, transportasi yang aman, dan personel yang terspesialisasi. Infrastruktur untuk penyimpanan nuklir jangka panjang tidak tersedia di negara-negara bekas Uni Soviet tersebut.

Negosiasi dan Jaminan Internasional

Untuk menyelesaikan krisis, pada tahun 1996, Belarus, Kazakhstan dan Ukraina telah mentransfer kembali senjata nuklir mereka ke Russia atau membongkarnya, berdasarkan:

Perjanjian START I
Perjanjian START I (Strategic Arms Reduction Treaty), atau Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis I, adalah perjanjian bilateral antara Amerika Serikat dan Uni Soviet yang ditandatangani pada tahun 1991 untuk mengurangi dan membatasi senjata ofensif strategis.

Perjanjian ini mulai berlaku pada tahun 1994 setelah Uni Soviet bubar, dengan negara-negara penerusnya (Russia, Belarus, Ukraina, dan Kazakhstan) menjadi pihak dalam perjanjian tersebut. Perjanjian tersebut menetapkan batasan jumlah kendaraan pengiriman nuklir strategis dan hulu ledak.

Catatan: Inggris bukan pihak dalam Perjanjian START I, tetapi berpartisipasi dalam Budapest Memorandum sebagai kekuatan nuklir dan anggota tetap Dewan Keamanan PBB.

Protokol Lisbon (1992)
Belarus, Kazakhstan, dan Ukraina setuju untuk menyetujui Perjanjian Non-Proliferasi (NPT) sebagai negara non-senjata nuklir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun