Presiden Federasi Russia, Vladimir Putin, sebagaimana dikutip oleh NBC News pada tanggal 4 Mei 2025 mengatakan bahwa ia berharap bahwa ia tidak perlu menggunakan senjata nuklir di Ukraina. Perang skala penuh di Ukraina yang sudah berlangsung lebih daripada 3 (tiga) tahun (sampai hari ini sudah memasuki hari ke-1.167 (seribu seratus enam puluh tujuh), belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.
Ancaman penggunaan senjata nuklir ini sudah sering kali diucapkan oleh Presiden Vladimir Putin sejak awal peperangan, dengan maksud dan tujuan untuk menakut-nakuti negara-negara Eropa (anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan Uni Eropa) yang bermaksud membantu Ukraina.
Dan kini, walaupun dengan kalimat "berharap tidak akan menggunakan senjata nuklir di Ukraina", bisa saja hal tersebut ditafsirkan oleh negara-negara Barat pendukung Ukraina sebagai ancaman nuklir juga.
Warisan Senjata Nuklir Uni Soviet
Russia dan Ukraina sama-sama bekas negara bagian Uni Soviet yang dikenal memiliki senjata pemusnah massal berhulu ledak nuklir yang sangat banyak.
Di luar wilayah Russia, pada era Perang Dingin, sejumlah besar senjata nuklir Uni Soviet tersebar di beberapa negara bagian anggota Uni Soviet, yaitu:
- Belarus
- Kazakhstan
- Ukraina
Senjata-senjata ini merupakan bagian dari postur strategis Uni Soviet yang lebih luas dan mencakup senjata nuklir strategis (jarak jauh) dan taktis (jarak pendek).
Belarus:
- Hulu ledak nuklir strategis: 81
- Khususnya: ICBM bergerak SS-25 (masing-masing dengan satu hulu ledak).
- Senjata nuklir taktis: Diperkirakan 500--1.200
- Disingkirkan pada pertengahan 1993.
Kazakhstan:
- Hulu ledak nuklir strategis: kurang lebih 1.410
- Utama: 104 ICBM SS-18 (paling kuat di gudang persenjataan Soviet).
- Juga memiliki pesawat pengebom jarak jauh (misalnya, Tu-95MS) di pangkalan udara.
- Senjata nuklir taktis: Beberapa ratus (disingkirkan pasca-kemerdekaan).
Ukraina:
- Hulu ledak nuklir strategis: kurang lebih 1.700
- Termasuk rudal balistik antar-benua (ICBM) dan rudal jelajah yang diluncurkan dari udara.
- Yang paling menonjol adalah: 130 ICBM SS-19 dan 46 SS-24 dan pesawat pengebom strategis Tu-95 dan Tu-160.
- Senjata nuklir taktis: Diperkirakan kurang lebih 2.000 (disingkirkan pada tahun 1992).
Penempatan persenjataan nuklir Soviet di Belarus, Kazakhstan, dan Ukraina selama Perang Dingin didorong oleh kombinasi strategi militer, geografi, dan efisiensi logistik. Dan alasan utama penempatan senjata nuklir di negara-negara tersebut adalah sebagai berikut:
Alasan Pertama: Posisi Geografis Strategis
Kedekatan dengan target NATO:
Belarus berbatasan langsung dengan Polandia dan lebih dekat ke Eropa Barat. Hal ini membuatnya ideal untuk penempatan sistem senjata nuklir jarak pendek dan menengah yang menargetkan pasukan NATO.
Ukraina yang juga berbatasan langsung dengan Polandia, selain berbatasan juga dengan Cekoslovakia, Hongaria dan Romania, menawarkan potensi peluncuran cepat ke Eropa Tengah dan memiliki akses ke platform angkatan laut darat dan Laut Hitam.
Kazakhstan, meskipun tidak berbatasan langsung dengan wilayah NATO, tetapi sangat penting untuk melindungi target serangan Amerika Serikat melalui ICBM yang diluncurkan dari Kutub Utara.
Posisi terpusat di dalam Uni Soviet:
Menyebarkan aset nuklir membuat aset nuklir tersebut tidak terlalu rentan terhadap serangan pertama yang mengejutkan dari NATO. Hal ini juga memungkinkan redundancy dan kemampuan serangan kedua di berbagai wilayah.
Alasan Kedua: Infrastruktur dan Kapasitas Industri
Ukraina dan Kazakhstan memiliki kompleks industri militer yang maju. Ukraina memproduksi pesawat pengebom strategis dan komponen ICBM (misalnya, fasilitas Pivdenmash di Dnipro), sedangkan Kazakhstan memiliki lokasi uji coba (misalnya, Semipalatinsk) dan lapangan penyebaran rudal.
Pangkalan militer, lapangan udara, dan jaringan transportasi yang ada di republik-republik ini mendukung penyebaran skala besar dan respons cepat.
Alasan Ketiga: Keterbatasan Jangkauan Rudal (terutama di awal Perang Dingin)
Rudal jarak pendek dan menengah, seperti SS-4 dan SS-5, perlu ditempatkan lebih dekat ke Eropa Barat. Belarus dan Ukraina bagian barat menyediakan zona peluncuran yang ideal selama tahun 1950-an hingga 1960-an.
Alasan Keempat: Penyebaran untuk Kelangsungan Hidup
Dengan mendistribusikan aset nuklir di seluruh wilayah Soviet yang luas (termasuk Belarus, Kazakhstan, dan Ukraina), Uni Soviet mengurangi risiko serangan sekali tebas yang akan memusnahkan seluruh persenjataannya.
Desentralisasi meningkatkan kelangsungan hidup persenjataan nuklir tersebut dan mempersulit penargetan yang dilakukan oleh Barat.
Alasan Kelima: Kontrol Politik (Selama Uni Soviet Bersatu)
Karena ketiga republik tersebut merupakan bagian dari Uni Soviet yang diperintah secara terpusat, saat itu tidak ada kekhawatiran tentang kendali senjata nuklir yang bisa jatuh ke tangan "asing".
Kesulitan Upaya Pelucutan Senjata Pasca-Uni Soviet
Akan tetapi, penyebaran senjata nuklir Uni Soviet ini ternyata juga mempersulit upaya pelucutan senjata pasca-Uni Soviet.
Setelah Uni Soviet runtuh pada tahun 1991, keberadaan senjata nuklir di Belarus, Kazakhstan, dan Ukraina menciptakan dilema keamanan internasional yang belum pernah terjadi sebelumnya dan amat sangat mendesak. Bagaimana pengerahan senjata nuklir yang lama mempersulit pelucutan senjata pasca-Soviet akan diuraikan sebagai berikut.
Ketidakpastian Hukum dan Politik
Negara-negara yang baru merdeka mewarisi senjata nuklir era Soviet, akan tetapi kepemilikannya tidak jelas, karena ketiganya mengklaim senjata tersebut adalah milik Rusia/Soviet.
Russia bersikeras bahwa negaranya adalah satu-satunya penerus sah persenjataan nuklir Uni Soviet dan menuntut kendali penuh atas senjata-senjata nuklir tersebut.
Ukraina, khususnya, menyuarakan kekhawatiran, dan oleh karenanya menginginkan jaminan keamanan dan kompensasi sebelum mentransfer hulu ledak nuklir tersebut ke Russia, dan juga khawatir atas niat Russia, terutama setelah ketegangan atas Armada Laut Hitam dan Crimea (1992 -- 1997) (vide: Victor Zaborsky, Crimea and the Black Sea Fleet in Russian- Ukrainian Relations, Harvard Kennedy School, Belfer Center for Science and International Affairs, September 1995).
Masalah Komando dan Kendali
Meskipun senjata nuklir Uni Soviet ditempatkan di Belarus, Kazakhstan dan Ukraina, kendali operasional tetap berada di tangan Moscow, karena kode aktivasi hulu ledak (Permissive Action Links, atau PAL) dikontrol oleh General Staff Russia.
Namun, keberadaan senjata nuklir di negara-negara tersebut secara fisik meningkatkan risiko akses tidak sah, kecelakaan, atau bahkan proliferasi nuklir jika kondisi politik memburuk.
Tantangan Logistik dan Teknis
Membongkar silo penyimpanan, menyingkirkan hulu ledak nuklir, dan mengamankan material kelas senjata sangatlah rumit dan memerlukan waktu kerja bertahun-tahun, transportasi yang aman, dan personel yang terspesialisasi. Infrastruktur untuk penyimpanan nuklir jangka panjang tidak tersedia di negara-negara bekas Uni Soviet tersebut.
Negosiasi dan Jaminan Internasional
Untuk menyelesaikan krisis, pada tahun 1996, Belarus, Kazakhstan dan Ukraina telah mentransfer kembali senjata nuklir mereka ke Russia atau membongkarnya, berdasarkan:
Perjanjian START I
Perjanjian START I (Strategic Arms Reduction Treaty), atau Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis I, adalah perjanjian bilateral antara Amerika Serikat dan Uni Soviet yang ditandatangani pada tahun 1991 untuk mengurangi dan membatasi senjata ofensif strategis.
Perjanjian ini mulai berlaku pada tahun 1994 setelah Uni Soviet bubar, dengan negara-negara penerusnya (Russia, Belarus, Ukraina, dan Kazakhstan) menjadi pihak dalam perjanjian tersebut. Perjanjian tersebut menetapkan batasan jumlah kendaraan pengiriman nuklir strategis dan hulu ledak.
Catatan: Inggris bukan pihak dalam Perjanjian START I, tetapi berpartisipasi dalam Budapest Memorandum sebagai kekuatan nuklir dan anggota tetap Dewan Keamanan PBB.
Protokol Lisbon (1992)
Belarus, Kazakhstan, dan Ukraina setuju untuk menyetujui Perjanjian Non-Proliferasi (NPT) sebagai negara non-senjata nuklir.
Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (Non-Proliferation Treaty/the Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons) (NPT), merupakan perjanjian internasional penting yang bertujuan untuk mencegah penyebaran senjata nuklir dan teknologi persenjataan. Perjanjian ini juga mendorong kerja sama dalam penggunaan energi nuklir secara damai dan mengupayakan pelucutan senjata nuklir. NPT dibuka untuk ditandatangani pada tahun 1968 dan mulai berlaku pada tahun 1970.
Program Pengurangan Ancaman Kooperatif Nunn--Lugar (CTR)
Program ini didanai oleh Amerika Serikat untuk membantu membongkar senjata nuklir, mengubah silo rudal dan mengamankan bahan fisil/serpihan dan melatih personel di ketiga negara.
Budapest Memorandum (1994)
Sebagai imbalan atas penyerahan persenjataan nuklir mereka, Ukraina, Belarus, dan Kazakhstan menerima jaminan keamanan dari Russia, Amerika Serikat, dan Inggris, dan kedaulatan dan integritas teritorial masing-masing dihormati oleh para penanda-tangan Budapest Memorandum (Budapest Memorandum on Security Assurances).
Budapest Memorandum adalah kesepakatan diplomatik, dan bukan perjanjian yang mengikat secara hukum, di mana Rusia, Amerika Serikat, dan Inggris menawarkan jaminan keamanan kepada Belarus, Kazakhstan, dan Ukraina sebagai imbalan bagi negara-negara tersebut yang menyetujui Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir (NPT) dan menyerahkan persenjataan nuklir Soviet yang ditempatkan di wilayah mereka setelah pembubaran Uni Soviet.
Menurut Budapest Memorandum yang ditanda-tangani tanggal 5 Desember 1994 oleh Belarus, Kazakhstan, Ukraina, Russia, Amerika Serikat, dan Inggris), Russia, Amerika Serikat dan Inggris menegaskan pengakuan mereka terhadap Belarus, Kazakhstan, dan Ukraina yang menjadi pihak dalam NPT.
Belarus, Kazakhstan dan Ukraina secara efektif menyingkirkan semua senjata nuklir Uni Soviet dari wilayah mereka, memberikannya kepada Russia, dan bahwa mereka sepakat, antara lain, untuk menghormati kemerdekaan dan kedaulatan negara penandatangan di wilayah perbatasan yang ada.
Catatan: China dan Perancis, sekalipun mereka adalah negara pemilik senjata nuklir, dan anggota tetap Dewan Keamanan PBB, tidak dilibatkan dalam Budapest Memorandum, dan hal ini akan dibahas dalam tulisan yang akan datang.
Dan kini, Budapest Memorandum ini yang menjadi perdebatan luar biasa panas tidak saja di antara negara-negara penanda-tangannya, tetapi juga oleh negara-negara ketiga.
Sehubungan dengan Ukraina
Ketentuan Utama dalam Budapest Memorandum sehubungan dengan Ukraina adalah bahwa, tiga negara pemilik senjata nuklir (Rusia, AS, dan Inggris) berjanji untuk:
- Menghormati kemerdekaan dan kedaulatan Ukraina dan negara-negara penanda-tangan lainnya (Belarus dan Kazakhstan) di dalam perbatasan mereka.
- Menahan diri dari ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik Ukraina.
- Menahan diri dari pemaksaan ekonomi.
- Menuntut Dewan Keamanan PBB untuk mengambil tindakan jika Ukraina menjadi korban agresi atau ancaman nuklir.
Perang Russia vs Ukraina
Aneksasi Rusia atas Crimea pada tahun 2014 dan invasi besar-besarannya ke Ukraina pada tahun 2022 merupakan pelanggaran nyata terhadap Memorandum tersebut, khususnya komitmennya untuk menghormati kedaulatan Ukraina dan menahan diri dari penggunaan kekuatan. Pelanggaran ini merusak kredibilitas jaminan keamanan berdasarkan perjanjian yang tidak mengikat.
Russia jelas telah melanggar ketentuan Memorandum dengan menginvasi Ukraina secara militer. Namun, bagaimana dengan Amerika Serikat dan Inggris yang terikat oleh Memorandum untuk memberikan jaminan keamanan kepada Ukraina?
Namun demikian, jika Budapest Memorandum akan dituntut pelaksanaannya terhadap Amerika Serikat dan Inggris, maka harus diperhatikan dengan hati-hati bahwa istilah yang dipergunakan dalam Budapest Memorandum untuk kata "jaminan keamanan" (terjemahan Bahasa Indonesia) adalah "security assurances", dan bukan "security guarantee".
Budapest Memorandum tersebut tidak memuat klausul pertahanan militer, yaitu, bukan perjanjian pertahanan bersama seperti Pasal 5 Traktat NATO (mutual defense). Budapest Memorandum tersebut menawarkan jaminan keamanan (security assurance), bukan garansi keamanan (security guarantee).
Apa artinya hal tersebut secara teori hukum dan praktek?Â
Artinya adalah:
- AS dan Inggris tidak memiliki kewajiban hukum untuk melakukan intervensi militer jika terjadi serangan terhadap Ukraina.
- Kewajiban mereka terutama adalah menghormati kedaulatan Ukraina (yang telah mereka lakukan), berkonsultasi dan berkoordinasi jika terjadi pelanggaran (yang telah mereka lakukan melalui diplomasi dan sanksi), dan mencari tindakan di Dewan Keamanan PBB, yang telah terjadi beberapa kali (meskipun diblokir oleh hak veto Russia sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB).
Interpretasi hukum atas ketentuan tersebut dari perspektif hukum internasional yang ketat adalah bahwa Amerika Seikat dan Inggris tidak melanggar Budapest Memorandum, karena secara hukum tidak memaksa mereka untuk berperang atas nama Ukraina, dan jaminan keamanan yang diberikan adalah komitmen politik, bukan jaminan yang dapat ditegakkan secara hukum.
Namun demikian, situasi ini telah memicu perdebatan dan kritik yang signifikan, terutama dalam hal kredibilitas perjanjian nonproliferasi (NPT), dan nilai jaminan keamanan yang ditawarkan sebagai imbalan pelucutan senjata nuklir.
Warisan dan Kontroversi
Keputusan Ukraina untuk menghentikan penggunaan senjata nuklir kini sering kali dikaji ulang karena aneksasi Rusia atas Crimea pada tahun 2014 dan invasi besar-besaran pada tahun 2022.
Korea Utara yang memulai menegosiasikan denuklirisasi negaranya pada tahun 1990an akan secara tegas menunjuk Ukraina sebagai korban jaminan keamanan (security assurances) yang tidak tegas dan tidak jelas dari negara-negara Barat.
Negara-negara seperti Iran, Taiwan, dan Korea Selatan bisa mulai enggan untuk mempercayai pengaturan jaminan keamanan non-nuklir, dan apalagi Jepang yang dulu pernah berjaya secara militer.
Para kritikus berpendapat bahwa jaminan dalam Memorandum Budapest tidak memadai, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang kebijaksanaan pelucutan senjata nuklir tanpa jaminan yang dapat ditegakkan. Intinya, pelucutan senjata dapat dianggap sebagai kerentanan.
Kita yang tinggal di negara yang cinta damai tanpa memiliki senjata nuklir dan merupakan anggota dan pendiri Gerakan Non-Blok (Non-Aligned Movement) hanya dapat berharap agar situasi geopolitik dunia tidak semakin panas dan perdamaian di antara semua pihak dapat segera tercapai.
Jakarta, 6 Mei 2025
Prahasto W. Pamungkas
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI