Kehadiran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang baru diharapkan membawa perubahan yang besar dalam mengembangkan dunia Pendidikan Indonesia kearah yang lebih baik.
Sampai sejauh ini sudah ada 4 episode yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang sampai saat ini disambut positif oleh kalangan dunia Pendidikan.
Meskipun tidak lepas dari pro dan kontra tetapi rasanya hal tersebut merupakan hal yang wajar karena bagaimanapun akan sangat sulit untuk membuat semua pihak senang dalam menerima sebuah kebijakan untuk perubahan. Â
Salah satu pertanyaan yang pernah ditanyakan oleh beberapa pendidik ke saya dalam sebuah forum formal dan nonformal adalah apa kurikulum yang kita pakai di sekolah, apakah masih menggunakan kurikulum 2013 versi revisi?Â
Baca juga : Pentingnya Peran Orang Tua dalam Memanajemen Belajar Anak pada Masa Pandemi
Karena sejak dimunculkannya kebijakan episode 1 mereka belum ada kejelasan kurikulum apa yang akan digunakan seperti Menteri-menteri Pendidikan dan kebudayaan sebelumnya bahkan ada sebuah sekolah yang menunda perubahan kurikulumnya karena menunggu kebijakan baru dari pemerintah akan kurikulum yang akan digunakan sekolah di seluruh pelosok Nusantara.
Menurut penulis sebenarnya pertanyaan tersebut tidak perlu lagi ditanyakan karena Kemendikbud sendiri melalui kebijakan Merdeka Belajar sudah jelas terlihat mengenai kurikulum yang akan digunakan oleh setiap sekolah di Nusantara ini.
Jika berbicara mengenai kurikulum, pemerintah memberikan kebebasan dalam hal kurikulum yang digunakan oleh masing-masing sekolah, tinggal bagaimana sekolah menyikapi kebijakan tersebut dengan mengimplementasikan di sekolah masing-masing sesuai dengan goal/tujuan yang akan dicapai oleh sekolah.
Sebenarnya jika sekolah sudah memahami apa yang dimaksudkan dalam Merdeka belajar maka setiap sekolah seharusnya mampu menciptakan kurikulum sendiri untuk mencapai goal yang akan dicapai sekolah.
Baca juga : Tips Membangun Semangat Belajar
Hal tersebut sangatlah positif karena masing-masing sekolah di daerah dapat menciptakan kurikulum sendiri sesuai dengan kondisi dan potensi yang ada di daerah tersebut bukan dengan melakukan penyeragaman seperti yang telah dilakukan sebelumnya mengingat kondisi geografis Indonesia yang sangat beragam.Â