Aksara-aksara dengan tinta darah dari jantungku
hendak kutorehkan di telapak tanganmu
tentang waktu
tentang warna-warni dunia kita.
.
Aku akan melukis senja yang berwarna biru
dan lautan yang berwarna putih
ditaburi melati hijau
serta daun-daun pinus berwarna jingga.
.
Aksara-aksara itu tidak akan pernah memudar
selama darah dari jantungku tetap mengalir
dan telapak tanganmu tetap berdenyut
sekalipun kemuning matahari pagi adalah warna terakhir yang dilihat embun
dan malam tidak akan pernah mewariskan hitamnya lagi
.
Mungkin kefanaan boleh menghapusnya kelak.
Saat darah dari jantungku bukan lagi berwarna merah
tapi abu-abu, nila, kuning atau biru seperti langit.
Saat itu kita pasti telah jadi serpihan sejarah.
.
Tapi aksara-aksara itu tetap akan menatap gemintang
bermain-main dengan jingganya dedaunan, merahnya awan-awan dan putihnya lautan.
.
Seperti kembang ilalang yang dibawa angin
aksara itu akan menyusuri koridor waktu
mengecup kehampaan
menangisi peradaban
meminang keabadian.
.
Jingga akan bersatu dengan senja
dan hitam akan kembali memeluk malam
.
Lalu aksara itu akan mendenyutkan kembali nadi di telapak tanganmu
dan mengalirkan kembali darah dari jantungku.
Aku akan menorehkan aksara dengan tinta darah dari jantungku
dan melukis warna-warni dunia kita.
.
Aksara yang sama
tapi kita dan kehidupan yang berbeda.
Kita tidak akan pernah sama lagi.
-----
Makassar, 7-8-2016 dini hari
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI