Mohon tunggu...
Pettarani SH
Pettarani SH Mohon Tunggu... Lainnya - Kedepankan akal dan hati dalam menyelesaikan masalah

Demokratis, toleran, mengedapankan kejujuran dan keadilan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Spanduk "Kami Menolak Rapid Tes" Mulai Menjamur di Kota Makassar, Ada Apa?

10 Juni 2020   01:00 Diperbarui: 10 Juni 2020   09:41 3076
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Spanduk penolakan warga terhadap pelaksanaan rapid tes. Sapnduk ini milik warga RW01 Keluarahan Baraya-Barayya Selatan Kecamatan Makassar, Kota Makassar (dokpri)


Senin (8/06/2020) sekitar pkl.20.30 Wita dengan menggunakan motor Honda Bit putih, dari rumah di Jalan Amanagappa, penulis meluncur ke rumah seorang sahabat di Jalan Abubakar Lambogo RW-1 Kelurahan Bara-Barayya Selatan (Barsel), Kecamatan Makassar, Kota Makassar Propinsi Sulawesi-Selatan.

Tujuan utama penulis menemui sahabat di kawasan pemukiman yang terkenal “garang” di Kota Daeng (julukan Kota Makassar) ini untuk mengambil printer Epson L3110 yang akan saya perlihatkan kepada calon pembeli.

Sebelum tiba di rumah sahabat bernama Askari Umar Tatta, selanjutnya disebut Askari, yang kira-kira berjak 25 meter dari posisi penulis, mata ini terbentur oleh sebuah sosok spanduk putih berukuran 2 meter kali 1.5 meter.

Spanduk digantung di antara dua tiang listrik setinggi 3 meter dari permukaan tanah. Sengaja dipilih ukuran itu agar tak menghalangi kendaraan roda empat yang biasa lalulalang.

Seperti pembaca lihat pada gambar di atas, warga Barsel mengatakan ‘Kami Warga Barsel Menolak Rapid Tes’.

Penulis juga temukan apanduk sejenis di beberapa tempat lain seperti di RW II Barsel, Jalan Kandea III, Jalan Sultan Daeng Raja.

Spanduk yang sama penulis temukan pula di wilayah Kelurahan Layang, Kelurahan Malimongan Kecamatan Bontoala Kota Makassar dan lainnya.

Spanduk pennolakan pelaksanaan rapid tes milik warga Kelurahan Layang Kecamatan Bontoala Kota Makassar (dokpri)
Spanduk pennolakan pelaksanaan rapid tes milik warga Kelurahan Layang Kecamatan Bontoala Kota Makassar (dokpri)

Spanduk penolakan pelaksanaan rapd tes milik warga Jalan Sultan Daeng Raja Kelurahan Malimongan Baru Kecamatan Bontoala,Kota Makassar (dokpri)
Spanduk penolakan pelaksanaan rapd tes milik warga Jalan Sultan Daeng Raja Kelurahan Malimongan Baru Kecamatan Bontoala,Kota Makassar (dokpri)

Menurut penulis, cara yang dilakukan warga Barsel masih bisa dikatakan agak lunak. Hanya satu langkah dibanding dengan apa yang dilakukan oleh warga Kandea III dan Sultan Daeng Raja I.

Selain memasang spanduk warga di kedua wilayah ini para warga menutup akses masuk ke pemukiman dengan memasang plang berupa balok-balok ukuran besar dan ban mobil bekas.

Warga Sultan Daeng Raja Kelurahan Malimongan memasang spanduk dan ban mobil bekas sebagai bentuk pernyataan sikap penolakan terhadap rapid tes (dokpri)
Warga Sultan Daeng Raja Kelurahan Malimongan memasang spanduk dan ban mobil bekas sebagai bentuk pernyataan sikap penolakan terhadap rapid tes (dokpri)

Sementara itu, sambil berjalan menuju ke rumah Askari, penulis bertanya-tanya, ada apa sebenarnya sampai banyak warga dari beberapa kelurahan melakukan aksi protes terhadap pelaksanaan rapid tes?

Bagaimana bisa begitu cepat pertumbuhan spanduk bernada protes seperti itu terjadi di tengah upaya pemerintah Kota Makassar Cq Pemerintah Propinsi Sulawesi-Selatan mencegah bertambahnya angka kasus covid 19?

Hanya Butuh SWAB

Askari sedang duduk di kursi halaman depan ketika penulis tiba di hadapannya. Jarum jam di tangan menunjukkan pkl. 20.45 Wita.

Kali ini Askari mengenakan kaos merah plus celana jeans hitam yang tampak kumal. Dua kakinya ditekuk dan ditaruh di atas kursi sementara kedua tangannya sibuk menindis keyboard HP android.

Pemandangan seperti itu sudah biasa penulis dapati setiap menemui ketua RW di wilayahnya ini.

Di sebelah kanannya tampak tiga orang anak muda sedang bercengkarama. Seperti warga seputar lainnya, malam ini tak satu pun dari mereka mengenakan masker dan menjaga jarak. Sesekali mereka membisu seraya memeprhatikan HP yang ada di tangannya.

Dua bocah ikut menyaksikan game yang dimainkan Askari di bawah lampu yang sinarnya remang-remang. Seperti Askari sang bapak, kedua bocah ini juga tak mengenakan masker.

Selang beberapa menit duduk dikursi, Askari menyuruh satu anaknya yang dari tadi ikut menyakasikan permainan gamenya, meminta ibunya menyediakan dua cangkir kopi hitam.

Satu untuk Pak Pet dan satunya lagi untuk bapak”, perintah Askari pada anaknya.

Sambil menunggu kopi panas tiba di meja kami, penulis mulai pembicaraan dengan mengajukanp pertanyaan, SSejak kapan spanduk itu dipasang Pak Askari?"

"Sejak siang hari," katanya singkat. "Pemasangan itu inisiatif dari warga", tambahnya.

“Bagaimana ceritanya sampai spanduk bernada protes itu dipasang warga?”, kembali penulis bertanya untuk mengetahui duduk soalnya.

Sebelumnya ada rencana pihak tenaga kesehatan bersama pihak kelurahan dan kecamatan akan melakukan rapid tes di sini.

Rencana ini sampai ke telinga warga. Saat petugas medis tiba di tempat, spanduk sudah dipasang warga. Alhasil petugas kesehatan balik kanan setelah mendapat protes warga, katanya panjang lebar.

Sementara itu, secara pribadi Askari lebih setuju SWAB dilakukan terhadap warganya. Alasannya hasil SWAB memberikan informasi medis yang pasti seseorang terpapar virus corona 19.

Dengan data yang pasti langkah pencegahan bisa berjalan efektif dan efisien. Misalnya warga segera mengisolasi diri.

“Kalau kita memegang hasil SWAB, masing-masing warga bisa segera melakukan isolasi diri. Respons itu akan lakukan warga karena mereka juga tahu hasil SWAB adalah kepastian bahwa virus corona 19 telah bersaraang di tubuh. Setelah itu semua warga dimita segera mengikuti WAB”, tambahnya.

Tidak Ada Virus Corona 19

Lain wilayah lain pula alasannya. Begitulah yang penulis dapati dari alasan penolakan terhadap pelaksanaan rapid tes yang diungkapkan oleh berbagai media 'mainstream' dalam dua pekan terakhir. 

Misalnya warga Kandea III Kelurahan Bunga Ejayya, Kecamatan Bontoala Kota Makassar. Pesan dalam spanduk warga ini mengatakan, "Kami pokoknya sudah sepakan menolak rapid test, karena sudah banyak orang yang hanya sakit bawaan tapi divonis positif Covid-19," tulis bukamatanews.id edisi (7/06/2020).

Masih di media yang sama penolakan terjadi oleh warga Jalan Da'wah dengan alasan rapid tes hanya merupakan ladang bisnis. Anggapan itu ditulis di atas kain spanduk yang mereka pasang.

"Kami warga Da'wah menolak keras, rapid test bukan landang bisnis (telaso)," pesan warga Kelurahan Malimongan Kecamatan Wajo, Kota Makassar ini.

Beda dengan semua alasan warga di atas ialah alasan yang diungkapkan warga lorong tujuh Jalan Kandea III. 

Seperti diberitakan tribuntimur.com, edisi Sabtu (6/06/2020), salah satu warga yang tak ingin disebut namanya mengatakan, warga sini menolak rapid tes dengan alasan kita tidak percaya terhadap alat tersebut dan virus corona.

"Masyarakat di sini menganggap dirinya sehat dan tidak terjangkit oleh virus corona", tambahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun