Mohon tunggu...
Pepih Nugraha
Pepih Nugraha Mohon Tunggu... Jurnalis - Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016.

Gemar catur dan mengoleksi papan/bidak catur. Bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016. Setelah menyatakan pensiun dini, hari-hari diisi dengan membaca, menulis, mengajar, dan bersosialisasi. Menulis adalah nafas kehidupan, sehingga baru akan berhenti menulis saat tidak ada lagi kehidupan. Bermimpi melahirkan para jurnalis/penulis kreatif yang andal. Saat ini mengelola portal UGC politik https://PepNews.com dan portal UGC bahasa Sunda http://Nyunda.id Mengajar ilmu menulis baik offline di dalam dan luar negeri maupun mengajar online di Arkademi.com.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Apa Makna "Lifetime Achievement" Kompasiana Buat Saya?

9 Desember 2018   08:42 Diperbarui: 9 Desember 2018   17:53 1520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : dokpri

Artinya, Kompasiana sudah sedemikian berharganya, sudah bernilai. Di mata yang punya induk perusahaan KG.

Mestinya ketika Kompasiana mau ditutup itu, Mas Irwan atau Mas Liliek berdiskusi dengan CEO Agung Adiprasetyo. Bagaimana Kompasiana yang sudah bernilai "Ratusan M" saat itu mau diberangus begitu saja? Kalau itu terjadi, bena-benar sebuah kesalahan yang lucu!

Maka saat tiba makan siang. Saat datang rehat ngopi petang. Juga saat waktu berganti malam, saya tetap duduk di kantor Kompasiana di Palmerah Barat, mengerjakan apa saja yang bisa saya kerjakan. Saya tidak akan pulang sebelum vonis itu dijatuhkan. Dengan satu keyakinan, "Gila aja kalau sampai Kompasiana ditutup!"

Kemudian saya putuskan pulang ke rumah sebelum tanggal berganti. Benar, Kompasiana terhindar dari vonis mati....

Sekarang, saudara-saudara semua, para Kompasianer, tinggal enak-enaknya menikmati Kompasiana dengan segala keunikannya! 

Mau menulis okay, mau sekadar ngasih komen dan rating gampang, mau menanggapi komen bisa, mau menanggapi artikel dengan artikel juga tidak dilarang. Padahal, saat saya mengelola Kompasiana dari mulai lahir sampai saya meninggalkannya dua tahun lalu, Kompasiana kerap berada di "ujung tanduk". 

Tanduknya siapa? Ya tanduknya para petinggi Harian Kompas itulah!

Apa yang membuat saya sering menjadi pesakitan dalam berbagai kesempatan? Kerap menjadi bulan-bulanan rapat redaksi yang digelar tiap hari Rabu? Karena Kompasiana yang saya asuh itu men-"disrupt" Harian Kompas dalam makna yang sebenarnya; merusak! 

Merusak reputasi Harian Kompas, merusak "kesucian koran". Juga kerap "menempeleng" para petingginya di forum-forum tertentu saat sebagian orang mempertanyakan Kompasiana yang melenceng dari kaidah dan pakem jurnalistik. Ya jelas melenceng wong Kompasiana bukan produk jurnalistik hehehe...

Apanya yang merusak dari Kompasiana? Tidak lain opini, artikel atau berita yang ditulis warga biasa!

Dalam sebuah rapat "Reboan", seorang redaktur muda, junior saya jauh, bahkan langsung imperatif "Kompasiana tutup saja!" saat sebuah artikel yang ditayangkannya mengguncang publik, menjadi pembicaraan hangat. Bayangkan, sebuah artikel yang mengguncang seisi Palmerah juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun