Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Bintang Pengetuk Jendela

7 November 2020   23:37 Diperbarui: 7 November 2020   23:41 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar .pinterest.com

Bintang datang mengetuk jendela.
Pada malam itu, aku dan lelap sedang sibuk berbagi kata. Kami serius menyusun dan membungkusnya.

Kusapa bintang sejenak.  Kuutus kelopak dan bulu-bulu mata untuk mengabarkan,  "Tunggulah sejenak, masih banyak kata belum usai"

Tak pernah kukira kemudian waktu menjeratku.
Entah darimana dia datang. Dengan kasar diseretnya aku menjauhi jendela kaca itu.
Aku sampai kehilangan orientasi. Semua mata angin mendadak tutup.
Sementara lelap lari ketakutan dan bersembunyi. Entah dimana.

Mungkin waktu murka karena terlalu banyak kuberikan kata-kata basi tentang pagi, siang dan sore. Aku lupa, waktu adalah sahabat mereka bertiga.

Aku berteriak. Memohon belas kasihan. Tapi  tanpa ampun waktu terus menyeretku. 

Kulitku terkelupas. Baju robek. Banyak tanda kehormatan yang tadinya menempel jadi terlepas dan berserakan.

Pada sebuah simpang, sembari menahan kesakitan sempat kulihat bintang meneteskan air mata. Kaca jendela itu berembun oleh deru isaknya.

Sempat aku terpikir. Kusesali.  Tadi aku lupa menitipkan satu bingkisan kata padanya.

---- 

peb07November2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun