Bila dibaca sepintas, daftar ini seperti gabungan antara agenda reformasi politik, tuntutan keadilan sosial, serta perbaikan tata kelola negara.Â
Ia tidak radikal dalam arti menyerukan revolusi, namun cukup progresif untuk mengusik kenyamanan elit politik. Ada sentuhan moralitas, rasionalitas, dan keberpihakan pada rakyat kecil.
Resonansi Generasi Z
Yang membuat draf ini menggema bukan semata isinya, tetapi siapa yang menyuarakan. Salsa adalah representasi Generasi Z Indonesia : lugas, to the point, kritis, sekaligus fasih menggunakan media sosial sebagai medium artikulasi politik.Â
Berbeda dengan generasi sebelumnya yang mungkin lebih suka forum diskusi panjang, generasi ini mampu memadatkan gagasan kompleks dalam format reel Instagram berdurasi singkat.
Kekuatan ini tidak boleh diremehkan. Jika di era Reformasi 1998 mahasiswa memobilisasi massa melalui spanduk, pamflet, dan radio kampus, maka kini mobilisasi bisa dilakukan lewat unggahan Instagram atau tagar Twitter/X.Â
Salsa sendiri disebut pernah ikut merasakan stigma #kaburajadulu yang populer di kalangan Gen Z, sebuah tagar yang mencerminkan kegamangan anak muda terhadap situasi politik. Namun alih-alih kabur, ia justru memilih melibatkan diri secara kritis.
Antara Prabowo, DPR, dan Polisi
Draf tuntutan Salsa tidak berdiri di ruang hampa. Ia muncul dalam konteks pasca-demo Agustus, ketika publik mempertanyakan arah pemerintahan Presiden Prabowo. Beberapa poin menyinggung langsung isu yang sensitif.
Pertama, RUU Perampasan Aset. Presiden Prabowo sendiri sempat menanyakan dari Beijing kepada Puan Maharani selaku Ketua DPR RI, kapan rancangan undang-undang ini akan diselesaikan. Publik tentu menilai, jika presiden sudah mendesak, apa alasan DPR menunda? Apakah ada kepentingan oligarki yang menghalangi?
Kedua, reformasi kepolisian. Salsa bahkan pernah menyebut Kapolri Listyo Sigit layak dicopot karena gagal mengomandoi aparat dalam menangani demo.Â