Belajar dari Inisiatif Daerah
Pengalaman Kota Malang di era Abah Anton bisa dijadikan contoh. Dengan political will yang kuat, beliau mampu menjalankan program pendidikan gratis secara konkret. Bahkan banyak warga merasakan langsung manfaatnya, sehingga tidak perlu menjual aset saat tahun ajaran baru tiba. Pendekatan yang berbasis pada keadilan sosial dan tanggungjawab negara terhadap rakyat adalah kunci dari keberhasilan program semacam itu.
Sayangnya, ketika kepemimpinan berganti, program tersebut tidak selalu dilanjutkan. Ini menunjukkan lemahnya institusionalisasi kebijakan publik di Indonesia. Program yang bagus sering kali bergantung pada figur, bukan pada sistem yang mapan. Karenanya, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa program-program pro-rakyat tidak hanya menjadi branding politik sementara, tetapi diatur dalam regulasi yang mengikat dan berkelanjutan.
Fenomena jual emas menjelang tahun ajaran baru adalah cermin dari rapuhnya sistem sosial ekonomi kita. Ketika negara belum mampu sepenuhnya menjamin kebutuhan dasar rakyatnya - terutama di bidang Pendidikan - maka rakyat terpaksa mencari solusi sendiri, salah satunya dengan menjual perhiasan emas. Ini bukan soal kemalasan atau kurangnya usaha dari rakyat, tetapi lebih pada kegagalan sistemik negara dalam menjalankan amanat konstitusi.
Sudah saatnya pemerintah berhenti mengandalkan retorika. Pendidikan gratis harus benar-benar gratis, tanpa biaya tersembunyi. Harga kebutuhan pokok harus dikendalikan, bukan sekadar ditoleransi. Dan masyarakat harus diberdayakan, bukan terus-menerus diminta berkorban.
Karena emas bukan untuk dijual demi bertahan hidup. Emas seharusnya menjadi warisan untuk masa yad. Tapi selama sistem ini belum berubah, rakyat akan terus menukar emasnya ... demi selembar ijazah.
Lihat :
https://www.jpnn.com/news/antre-jual-emas-demi-biaya-sekolah-anak
Joyogrand, Malang, Sat', July 19, 2025.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI