Mohon tunggu...
Parada White
Parada White Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Tetapi hati nurani kita selalu mengingatkan langkah kita yang kadang salah melangkah. Dengarkanlah !

Selanjutnya

Tutup

Politik

Realita: Indonesia Jadi Budak, Malaysia Jadi Tuan, Singapura Jadi Sang Master

30 Juli 2013   08:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:51 1270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya adalah nasionalis yang mencintai negeri ini dari ujung rambut saya hingga ke ujung jempol saya yang ditumbuhi lumut karena tanah Indonesia yang subur permai makanan para kapitalis muda dan koruptor yang keren habis menikmati masa-masa liburannya di hotel-hotel termahal dengan suguhan  pemandangan bukit hijau dan kesegaran udara di atas pegunungan antah berantah.

Pertanyaannya adalah anda memanas, saya juga. Melihat apa? Melihat Indonesia yang kalang kabut, percaya dan tidak percaya diri, panas dan tidak panas, hitam dan putih, pada akhirnya suam-suam kuku. Indonesia sibuk mengurusi hal-hal kekanak-kanakan yang tiada guna. Melihat kasus korupsinya saja, emak saya sudah anggap sebagai suguhan sandiwara drama yang tidak ada ubahnya dengan lawakan sule yang bikin ngakak, tetapi dalam hati saya tahu membuat hati emak saya miris, coba kalau koruptornya di depan emak saya jangan salahkan jika beliau bertindak anarkis menebas leher mulus si koruptor yang merasa pintar itu. Koruptor itu sudah lebih dulu bersikap anarkis terhadap emak saya.

Hari berlalu, bulan bertambah, dan tahun berubah dari masa kemerdekaan Indonesia yang semarak oleh Sang Proklamator Pujaan hati, Soekarno dan Para Pahlawan Pendahulu. Indonesia menjadi jajahan negara tetangga Malaysia. Yang menyangkal silahkan saja, toh memang realitanya. Judul tulisan ini kelihatan tidak elok, tetapi biarkan saja, untuk apa elok tapi memang kadar keelokannya tidak ada lagi. Malasysia menjajah Indonesia, Indonesia diam saja, itu karakteristik budak. Indonesia dikatain 'Indon' saja no problem, toh budak mau bilang apa?.

Sebegitu besarnya Negeri ini dicabik-cabik harga dirinya karena keragaman kekayaan budayanya diklaim terus-menerus, kemudian berkembang lagi jadi semacam hobi si negara tetangga. Konon katanya Indonesia memang tidak ada nyalinya. Dimana-mana pejabatnya sibuk korupsi, gimana mau mempertahankan pusaka negara ?, pejabat sibuk menimbun isi perutnya sampe semburat dan penyakitan gula darah, sungguh keterlaluan.

Katakan saja ini opini, Sakit sekali mendengar kabar 'burung' yang tiada habisnya ketika Singapura menjadi 'master' dari tanah Indonesia, membeli pasir dari Indonesia untuk menimbun ulang pantai singapura yang sebentar lagi kolaps karena takdir alam, itu tidak akan terjadi, masih ada Indonesia yang siap jadi penahan beban negara 'pintar itu', pada akhirnya Jakarta yang akan tenggelam, dan Singapura akan santai menikmati kopi sore yang tiada duanya.

Indonesia berkembang disisi apa?, pemerintahnya pada sibuk mengangkat gengsi masing-masing terutama demi keluarga dan sahabat karib. Menjadi kaya, adalah sebuah tumpuan yang nyata dan satu-satunya jalan keluar dari stereotipe masyarakat mengenai tolok ukur harga diri. Memang iya, coba kalau Anda miskin, jangankan orang lain, keluarga Anda pura-pura tidak kenal dengan Anda.

Sungguh anda pembuka aib negara? !, Anda salah !. Pembuka aib negara itu para pejabat yang terbukti telanjang koruptor ke mana-mana hingga CIA dan FBI dan agen negara lain pun tahu kebusukan moral 'Negara Indonesia', ya, apa lagi representasi Indonesia kalau bukan pejabatnya?. Dimana-mana kita tidak dihargai lagi sebagai Negara yang kuat dan berdaulat yang secara wilayah kita tidak ada habisnya kekayaannya. Gara-gara si 'kawan' yang lupa daratan setelah terpilih jadi 'wakil-wakilan dari rakyat'.

Katakan saja Freeport, atau perusahaan bauksit atau perusahaan pengeboran minyak, yang ada Indonesia mati kutu melihat sumbernya digerus terus, pejabatnya hanya memperhatikan sakunya sendiri. Indonesia seperti makan sisanya padahal dari tempat masak sendiri, bukankah itu karakteristik budak?. Barangkali memang benar, Indonesia belum punya sosok pemimpin yang bukan hanya 'elok dan lembut', tapi juga tegas. Asal Anda tau saja, yang namanya elok dan lembut yang betul itu bukan berarti bisa dipijak-pijak. Coba tanya saja family anda yang kerja di Freeport, barangkali bisa memberi anda penjelasan mengenai besarnya pembagian antara Negara Asing dengan Negara Indonesia. Anda akan geram!!!

Anda membuat situasi tegang saja, Indonesia ga ada masalah dengan Malaysia dan Singapura kok!, lagi-lagi salah!. Coba Anda lihat apa peraturan pemerintah yang baru yang benar-benar menganyomi TKI di sana?, mana ada!. Digertak masalah asap saja, Pemimpinnya sudah kalang kabut. Itu namanya masalah!.

Pulangkan saja para TKI yang sakit itu, mereka sudah sangat menderita karena di Negara sendiri tidak dihargai, dipandang sebagai 'pembantu', bagi saya mereka pahlawan berjasa yang 'bersahaja'. Jangan bandingkan mereka dengan pejabat Negara yang masa tahanannya dipotong terus, disunat terus. Sepertinya Indonesia bakalan jadi Negara gagal lagi, Masyarakat Indonesia sudah lesu melihat mall-mall yang tidak kunjung berhenti pembangunannya sementara pedagang kecil-kecilan disuguhi ganti rugi atas lahan!!!.

Anda begitu munafik !, ya maafkan saya begitu munafik karena hanya bisa berbuat ini, tapi katakanlah saya hanya membuka wacana saja, biar Indonesia tidak jadi betul-betul seperti di Judul, terus terang saya tidak terima melihat sikap pemerintah Indonesia yang mau dipijak-pijak terus oleh Negara lain, termasuk Malaysia maupun Singapura, negara Tetangga Kita. Tetangga bukan ada untuk memijak Anda, kalau Anda punya tetangga demikian lebih baik tidak usah diajak komunikasi, atau minimal diingatin. Nah ini?, malah minta maaf tidak jelas!.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun