Di balik lembut ungu yang membalut wajahmu
aku melihat senja yang tak tergesa-gesa pergi
Ada cahaya tipis yang menari di kulitmu
seperti sisa pelukan mentari
yang jatuh perlahan di antara waktu subuh dan magrib
Matamu, tenang namun dalam
menyimpan rahasia yang barangkali hanya dimengerti oleh hujan
tentang rindu yang tak berani pulang
tentang nama yang hanya kau sebut dalam sujud
tentang luka yang tidak meminta sembuh
tapi kau rawat dengan kesabaran
Jemari itu, yang membetulkan letak jilbab di pipi
bukan sekadar gerakan kecil
ia adalah bahasa sunyi
cara hatimu berkata
"Di sini aku belajar bertahan, meski dunia tak selalu ramah."
Cincin emas di tanganmu berkilau samar
seperti bulan separuh yang muncul di ufuk
tak penuh, tapi cukup memberi terang
Aku bertanya dalam hati
apakah ia adalah janji?
Atau sekadar kenangan yang kau pakai
agar tak lupa bahwa pernah ada seseorang
yang mengetuk pintu hatimu?
Kau berdiri di antara dua musim
yang satu mengajarkan cara melepaskan
yang satu lagi mengajarkan cara menunggu
Dan aku tahu, tak semua orang bisa
berdiam dalam ruang seperti itu
tanpa kehilangan arah
Namun kau
dengan ungu yang teduh itu
telah menjadi semacam doa yang hidup
doa yang berjalan
doa yang berpakaian sederhana
doa yang tak meminta balasan
tapi tetap melangkah
menuju langit yang paling jernih
Di matamu
aku melihat langit yang tak pernah lelah menunggu fajar
dan di hatimu
aku mendengar detak yang tak pernah menyerah
pada malam yang panjang
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI