Mohon tunggu...
Panca Nur Ilahi
Panca Nur Ilahi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Rebahan

Limpahkan pemikiran dengan sebuah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kelas Terakhir: Cinta Tak Terlihat (Part 1)

19 Februari 2020   20:55 Diperbarui: 19 Februari 2020   20:58 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Perasaan ku saat ini lega sekaligus berdebar-debar di awal tahun 2015, lega karena aku sudah ada di kelas 12 dimana posisiku menjadi kaka kelas paling senior, jadi tidak ada lagi kaka kelas yang mengatur atau mengawasi aku dan teman-teman ku ketika sedang di lorong ataupun kantin sekolah. Perasaan berdebar-debar yang aku rasakan karena ini adalah momen terkahirku bercanda, nongkrong, dan melakukan hal yang aneh atau menantang bersama dengan teman-temanku. Sekaligus tahun terakhirku mengenakan seragam putih abu-abu.

Setiap pagi aku sudah menunggu angkot tepat di depan gang rumah ku kebetulan jalan di depan gang rumah ku salah satu yang mengarah langsung ke sekolah, terkadang jika teman ku membawa motor  aku selalu ditawari nebeng sampe sekolah. Tetapi pagi ini aku sepertinya aku kurang beruntung karena tidak ada satupun temanku yang lewat, baiklah naik angkotpun sudah jadi kebiasaan ku. Jam sudah menungjukan pukul 06.10. WIB akhirnya angkot yang kutunggu datang. Tanganku melambaikan kearah angkot, agar angkot itu bisa berhenti langsung di depan ku.

Aku masuk ke dalam angkot yang lumayan penuh bangku panjang 6 orang sudah terisi, sedangkan bangku sebelah kiri untuk 4 orang sudah terisi 2, tidak sia sia bangun lebih pagi ternyata masih bisa mendapat tempat duduk dan tidak menggantung disisi pintu. Ketika sudah sampai setengah perjalanan entah mengapa tiba-tiba hujan turun dengan derasnya, aku berbicara dalam hati "ah bagaimana ini, sampe sekolah pasti akan basah kuyup". Aku mengetukan atap angkot sembari bilang "Kirii.. bang", aku turun dan langsung berlari ke halte. Angkot yang ku naiki tidak pernah berenti depan halte tapi selalu didepan pasar, jalan kesekolah ku harus melewati pasar kaget dan pintu rel kereta api yang dijaga oleh warga sekitar, ya bisa dibilang penyebrangan rel yang diperuntukan motor dan orang saja.

Berdiam diri di halte sembari berpikir untuk menerobos atau tidak hujan yang cukup lebat ini. Aku bergumam "baiklah terjang saja hujan ini, daripada telat", sambil mengambil ancang-ancang aku berlari melewati pasar kaget namun aku mendengar ada suara yang memanggilku"dit.. didit.. tunggu" , aku menoleh kebelakang "oh ternyata Avi", sambil membawa payung dan berlari mendekatinku Avi teriak "ayu bareng aja". Akupun langsung setuju, setelah melewati rel penyeberangan kami sampai di sekolah dalam keadaan setengah basah. Sekolah ku memang tidak jauh dari perlintasan rel kereta comutter line.

Aku dan avi berpisah di persimpangan lorong "thank you ya vi", avi menyaut "iyee santai aja", aku dan avi berbeda kelas namun kami pernah satu kelas di kelas 10 dan sebenarnya rumah aku dan avi hanya beda satu RT. Ketika masuk kelas ternyata baru sedikit temanku yang datang, mungin banyak yang mager masuk, terjebak hujan, atau kebanjiran. Aku duduk dibangku ku yang posisinya paling depan, meja kedua setelah barisan meja pojok dekat pintu. Sambil mengelap rambut dengan handuk kecil yang kubawa, aku melihat hujan  semakin  lebatnya turun. Aku berpikir "apakah teman-teman ku yang lain akan masuk ya".

Oh ya singkat cerita tentang diriku, nama ku Adipati saputro, teman-teman ku biasa memangil aku dengan Didit. Aku salah satu Badan Pengurus Harian OSIS di SMA ku, aku mengambil jurusan IPS tepatnya kelas 12 IPS 3. Walaupun guru-guruku mengingkan aku di IPA namun aku lebih suka belajar mengenai Ilmu Social sedangkan Fisika untuk ku terlalu membuat otak menjadi migrain

Aku lumayan memiliki banyak teman dikelasku yang cukup dekat, seperti Nur yang sudah dari kelas 10 selalu sekelas, Sinta sekelas dengan ku dari kelas 11, Bonbon teman sebangku ku yang dulu satu kelas dikelas 10. Selebihnya kami bertemu di luar kelas dan menjadi teman sekelas. Jam pertama untuk hari ini yaitu Ekonomi, agak mager jika pagi-pagi dalam keadaan basah harus membuat pembukuan, teman-teman yang lain mulai berdatangan. Jam sudah tepat 06.30 wib namun bel masuk belum berbunyi, tiba-tiba ada orang yang mebuka pintu, kami semua terdiam mungkin ini Bu Sri guru ekonomi  yang selalu tepat waktu. Ternyata Sinta yang membuka pintu Hufttt kami semua membuang nafas, karena Bu Sri lumayan tegas ketika mengajar.

Sinta duduk tepat disebrang ku, sejak kelas 11 kami selalu belajar bersama. Sinta selalu meminta ku untuk mengajarinya Matematika, Ekonomi, dan Sosiologi, sejak itu kami selalu dekat. Makan bersama ke kantin, kerja kelompok sinta selalu memintaku bersamanya, dan sinta juga selalu curhat serta meminta saran tentang banyak hal dari ku, bahkan ada gossip bahwa aku dan Sinta pacaran atau aku suka dengan Sinta, karena aku pengurus OSIS tentunya sudah sangat lumrah gossip cepat beredar, namun aku hanya tertawa saja.

Sinta duduk sembari bertanya kepad ku "Dit basah banget nih sepatu gue... apa lepas aja ya?", aku menjawab "yaudah lepas aja, dingin kali kalo dipake terus. Kelas juga tumben ACnya dingin banget", Sinta menambahkan "yaudah deh, daripada kaki gue mengkerut, iya gk yang", Aku hanya tersenyum sambil menganggukan kepala. Sinta memang kadang memanggil ku dengan beb atau "yang", biasanya dia begitu hanya kepada orang terdekat saja.

Satu jam pelajaran berlalu, kami semua dalam kelas hanya mengobrol dan memainkan HP kami, belakang bangku dan Bonbon ada Fiqri dan Jaka. Kami sering mengobrol bersama ketika tidak ada guru, Jali yang duduk dibelakang Fiqri juga kadang bergabung. Jika kami sudah bersatu anak-anak dikelas kadang menamai kami "Geng Pintar", Jali terkenal memang pintar karena sebelumnya dia di kelas unggulan IPS. Entah di tahun akhir kami akan lulus kelas unggulan dihapuskan, Jaka sangat mahir dalam hitungan, sedangkan aku dianggap rival Jali karena aku selalu masuk 10 besar di kelas dan banyak yang mengenal aku salah satu siswa yang pintar sekaligus ambisius.

            Jali bertanya kepadaku "Dit Bu Sri gak masuk?",

            aku membalas "Gak tau, kayanya enggak, udah biarin aja. Lagi mager belajar Ekonomi",

 Jali menyaut lagi "kan lu anak Osis masa males, nanti gk bisa jadi contoh loh hahahaha",

Aku hanya berucap "Iya gpp kan udah mau lengser",

Sinta tiba-tiba menarik kursinya dan bergabung dengan kami, "lagi ngomongin apasih, anak cowok kayaknya seru? Boleh kali join, lagi gabut nih",

Fiqri, "Ini sin Bu Sri masuk atau gk ya, tapi kita sebenernya lagi mager pelajaran dia, ujan enaknya tidur aja",

Sinta, "eh iya bener tuh enaknya tidur, iya gak beb" sambil memandang kea rah ku,

Aku mengiyakan saja biar cepat selesai.

Guru piket masuk ke dalam kelas kami dan memberitahu pengumuman bahwa Bu Sri tidak bisa mengajar hari ini karena sedang tidak enak badan, sontak kami semua teriak kegirangan (seperti anak sekolah yang memang sudah ingin pulang). Guru piket juga memberitahu bahwa air depan sekolah sudah cukup naik, jadi kami disuruh untuk tetap berhati-hati untuk tidak keluar kelas, walaupun kelas kami dilantai 2, derasnya hujan membuat lantai juga menjadi licin.

Kami melanjutkan mengobrol sampai kira-kira pukul 09.00 wib, terdengar pengumuman dari spiker yang ada dikelas, itu suara wakil kepala sekolah, Ia mengatakan bahwa karena hujan yang cukup lebat turun dari pagi sampai dengan sekarang, membuat sekolah terendam Banjir sehingga KBM diliburkan dan seluruh siswa diperbolehkan untuk kembali kerumah atau pulang.

Sinta langsung memberikan ide kepada kami "Eh gimana kita makan Bakso dulu yuk, sebelum pulang, enak tau yang deket pasar kaget itu"

Aku merespon, "Boleh juga tuh pas banget lagi hujan gini"

Jali menyetujui namun Fiqri dan Jaka terlihat sangat khawatir, Bonbon bertanya "Lu pada kenapa sih? Mau makan bakso gk?"

Fiqri dan Jaka : "Takut rumah kebanjiran"

Sinta : "yah semoga enggak banjir ya guys, kalian duluan pulang gpp"

Akhirnya kami turun dari lantai dua kelas kami, benar saja banjir sudah sampai betis kami anak umur 17 tahun. Sinta terus memgang tangan ku sembari melangkah keluar dari pintu samping sekolah, (Setiap sekolah kami Banjir pintu samping memang menjadi akses untuk keluar karena langsung mengarah ke pintu penyebrangan rel kereta, dimana tanahnya lebih tinggi dari tanah sekolah kami).

Jali dari belakang ku berkata "kalian berdua cocok, jadiany aja udah",

Bonbon menimpali, "Tau si Didit bukannya langsung dipacarin, nanti di salip sama putra loh" (putra teman sekelas kami yang juga sering dijodohkan dengan Sinta, kami juga sering nongkrong dengan putra),

Sinta; "Terus aja gue dijodohin terus kalo gk sama Didit pasti sama Putra",

Aku:"Udah ah sin, jalan aja nanti kepeleset" menuju gerbang pintu samping sinta terus menggenggam tang aku dengan erat.

Sinta: "iya beb, lagian pada becanda terus, kayanya gua ngenes banget. Eh itu tasya!"

Tasya menengok karena merasa terpanggil "eh sin mau kemana?"

Sinta : "mau makan bakso sya, ikut yuk. Kok pas tadi mau turun gua gk liat lu, ngilang gtu aja bukannya tungguin di kelas"

Tasya: "Tadi gua ke toilet terus ketemu putra mau turun, yaudah bareng putra deh"

(tasya temen sebangku Sinta tapi kalo dikelas lebih sering ngobrol sama putra, kadang gabung juga dengan kami namun tidak sesering Sinta)

Putra: "eh ikut dong kayanya seru deh makan bakso bareng gini"

Tasya; "yaudah kita ikut deh"

Kami semua mengiyakan dan menuju tukan bakso yang tidak jauh dari sekolah. Kami semua berlari keluar sekolah karena hujan cukup membuat kami menjadi basah kuyup. Singkat cerita kami semua makan bakso sambil cerita satu sama lain. Bahkan sampai pada masalah pribadi yaitu topik anak SMA percintaan.

Bonbon: "Dit kayanya lu jomblo terus deh, padahal kan lu anak Osis. Lu bisa pacarin  adek kelas"

Aku menjawab dengan malas; "Males ah pacaran, apalagi sama adek kelas, gua bukan Vadil yang suka tebar pesona ke adek kelas" (Vadil termasuk dalam badan pengurus harian Osis yang banyak ditaksir adek kelas),

Putra; "Terus sekarang lu lagi suka sama siapa?  Bisa kali cerita ka kita temen sekelas sering nongkrong bareng kali aja bisa bantu dit, biar lug k jomblo terus"

Aku terdiam dengan pertanyaan itu,  bahkan aku menanyakan hal itu kepada diriku sendiri, sebenarnya bagaimana perasaaan ku saat ini. Apakah aku benar-benar mencintai seseorang. Aku memandang Sinta, hanya dia yang selalu perhatian kepadaku. Dia juga yang selalu menemaniku dan mengerti sifatku.

Orang-orang selalu mengira aku dan Sinta pacaran karena memang kami selalu terlihat bersama terus, aku selalu membantunya dalam pelajaran serta khawatir ketika ia tidak bisa atau sedang terpuruk. Aku berpikir apa ini Cinta yang tak terlihat yang aku berikan kepada Sinta. Namun aku takut jika Sinta hanya menganggap aku sahabat jika aku mengatakan perasaan ini. Atau sebenarnya Sinta merasakannya namun tetap menyimpannya hemmm.

Sinta tiba-tiba menepuk ku "Dit kok bengong gitu ntar kesurupan aja"

Aku: "Sin..."

Sinta: "kenapa?"

Putra juga menyaut : "kenapa dit?

Note: Penulis sadar masih banyak kekurangan dalam menulis cerita di atas, mohon memberikan Saran dan Kritikk di kolom Komentar jika tidak keberatan, Terimakasih :)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun