Baru saja kita membaca berita, pernyataan Menteri Agama Nasaruddin Umar tentang kondisi pernikahan di Indonesia. Nasaruddin mengungkapkan, 35 persen pernikahan di Indonesia berujung cerai, dan 80 persen perceraian terjadi pada usia pernikahan di bawah 5 tahun.
Untuk itu, Nasaruddin menyatakan Kemenag berencana membuat program kursus calon pengantin selama satu semester untuk mencegah perceraian. Kursus ini sebagai pembekalan bagi calon pengantin agar mereka lebih siap menghadapi kehidupan rumah tangga.
Menurut saya, gagasan Kemenag tersebut sangat ideal, namun praktiknya akan sangat sulit. Karena sebenarnya, kursus satu semester itu tidak akan pernah cukup untuk membekali kehidupan berumah tangga.
Terlebih berbagai kendala birokrasi dalam implementasi program tersebut, termasuk aspek penganggaran. Siapa pelaksananya di tingkat daerah? Bagaimana manajemen pengelolaan kursus? Dari mana sumber anggaran untuk Kursus Calon Pengantin satu semester tersebut? Dan berbagai persoalan klasik lain dalam dunia birokrasi.
Kolaborasi dan Sinergi
Untuk itu, dalam rangka mengurai tingkat kesulitan dalam implementasi, Pemerintah harus melibatkan berbagai elemen masyarakat. Pemerintah menggandeng pihak yang kompeten dalam menjalankan Kursus Calon Pengantin tersebut.
Realitasnya, sudah banyak elemen masyarakat yang melaksanakan edukasi pernikahan pada kalangan terbatas. Misalnya, edukasi yang dilaksanakan oleh pihak Masjid, Pesantren, LSM, Gereja, Ormas, atau berbagai komunitas masyarakat. Lihat saja tawaran-tawaran edukasi pranikah dan keluarga sakinah bertebaran di media sosial. Pelaksananya bukan Pemerintah.
Mereka justru telah terbukti mampu menyelenggarakan edukasi pranikah, keluarga sakinah, serta parenting. Berbagai kalangan masyarakat telah memiliki kurikulum yang lengkap --bukan hanya satu semester. Namun kurikulum di sepanjang rentang kehidupan.
Jika Pemerintah baru taraf wacana, mereka telah lama bekerja dan mengeksekusi programnya. Hendaknya Pemerintah menggandeng pihak-pihak yang telah terbukti mampu menjalankan edukasi pranikah dan kehidupan berumah tangga. Nah, sinergi saja dengan berbagai pihak, untuk mengokohkan ketahanan keluarga Indonesia.
Belajar di Sepanjang Rentang Kehidupan