Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penyuka Klepon, Berjodoh Sama Siapa?

22 Juli 2020   22:37 Diperbarui: 22 Juli 2020   22:34 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.epersianfood.com

Cowok : Apa makanan kesukaanmu Dek

Cewek : Klepon Bang. Kalo Abang suka makanan apa?

Cowok : Klepoff Dek.

Cewek : Kalo gitu kita berjodoh dong Bang...

Apakah hal-hal teknis bisa menjadi tolok ukur seorang lelaki berjodoh dengan seorang perempuan? Sekedar dipertemukan oleh hobi yang sama, kesukaan makanan yang sama, drama Korea yang sama ---cukupkah itu menjadi indikator berjodoh?

Tentu saja tidak salah bahwa mereka bertemu karena hobi. Namun hobi sebagai alasan pernikahan, tentu menjadi sangat lemah ikatannya. Tidak salah bertemu dalam kesamaan jenis makanan, namun menikah semata-mata dilandasi oleh kesukaan makanan, menjadi ikatan yang lemah.

Pada dasarnya, persoalan mendasar dalam pernikahan menyangkut visi kehidupan. Ada hal-hal filosofis yang menjadi pengikat pernikahan, dan akan menjadi fondasi yang mengekalkan. Mengapa menikah, untuk apa menikah, akan dibawa kemana kehidupan pernikahan mereka nanti? Itu semua memerlukan kesamaan jawaban.

Hal-hal filosofis yang harus lebih dahulu dipertautkan, sebelum berbicara hal-hal teknis dalam kehidupan. Sebab dalam hal-hal teknis, kita tidak mungkin menyamakan semuanya. Namun, ikatan sakral yang melatarbelakangi pernikahan, harus dikokohkan.

Kemampuan Penyesuaian Diri

Dalam sebuah pernikahan, selalu menuntut adanya kemampuan adaptasi dari suami dan istri. Sebelum menikah, mereka telah memiliki kebiasaan, karakter, gaya hidup yang bisa jadi sangat berbeda. Masing-masing dari mereka telah melewati perjalanan kehidupan yang mendewasakan.

Makanan kesukaan, cara menikmati makanan, jam tidur, cara tidur, gaya berpakaian, pola hidup dan lain sebagainya --- bisa saja awalnya sangat berbeda. Mereka dibentuk oleh kultur besar dan kultur kecil yang berbeda. Maka terbentuklah dua kepribadian yang tak sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun