Sekitar 3-4 bulan total waktu pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis telah berjalan pada sejumlah sekolah di seluruh Indonesia. Program serupa juga akan segera diberlakukan untuk ibu-ibu hamil dalam waktu dekat ini. Program kebangaan pemerintah yang juga telah mulai membanggakan murid di sekolah ini ternyata tak berjalan lancar sebagaimana mestinya.Â
Ya, cukup disayangkan, beberapa kasus keracunan makanan yang diduga berasal dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) memang telah terjadi. Meskipun masih dalam skala kecil sekitar 200 murid dari 3 juta penerima manfaat MBG yang terdata pernah keracunan. Tentu saja, kejadian di beberapa daerah tersebut membuat program MBG menuai kritikan dan evaluasi.
Mengapa MBG dan keracunana makanan pada akhirnya berjodoh. Penting untuk menganalisa beberapa penyebab yang mungkin menjadi pemicu terjadinya keracunan makanan di kalangan murid saat usai menyantap menu MBG.
Potensi terjadinya kontaminasi bakteri seperti Staphylococcus sp., Escherichia coli, dan Salmonella sp. dalam makanan MBG. Bakteri ini dapat menyebabkan gejala keracunan seperti mual, muntah, diare, dan pusing.
Proses memasak dan penyimpanan yang tidak tepat dapat menyebabkan makanan menjadi basi atau terkontaminasi. Misalnya, daging ayam yang dimasak malam hari dan kuah soto yang dibungkus panas diduga menjadi penyebab keracunan di sebuah sekolah di Jawa Tengah. Artinya, ada  kesalahan teknis pengolahan. Proses memasak yang keliru pun pernah terjadi di Tana Toraja di mana murid mendapati daging ayam yang masih merah berdarah.
Penggunaan bahan makanan yang sudah tidak segar, busuk, atau tidak memenuhi standar kualitas dapat menjadi sumber masalah lainnya. Harus diakui bahwa belum ada pusat pengadaan bahan baku utama MBG di setiap kecamatan. Sehingga, bahan makanan yang sudah tak layak rentan untuk dilayakkan. Ini belum terkait dengan pemantauan bahan baku makanan jika pengelola MBGnya adalah pengusaha catering.
Pengalaman saya tentang metode pengambilan bahan baku makan bergizi gratis untuk siswa di Kota Jeju, Korea Selatan adalah semua bahan makanan segar, layak konsumsi, sehat dan lolos uji kesehatan dari dinas terkait dikumpulkan di satu tempat khusus pada setiap kecamatan. Saya kira, ini wajib dilakukan oleh Badan Gizi Nasional agar produk MBG benar-benar higienis.
Kebersihan dapur dan peralatan yang tidak terjaga juga dapat menyebabkan kontaminasi pada makanan. Dengan kata lain, sanitasi yang kurang baik.Â
Oleh karena di bagian pengolahan makanan dilakukan oleh manusia, maka human error pun rentan terjadi karena beragam faktor. Kesalahan teknis dalam proses pengolahan dan penyajian makanan juga disebut sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya keracunan makanan. Misalnya, ratusan piring makanan yang dikumpulkan kembali dari setiap sekolah kemudian dibersihkan oleh hanya satu dua orang saja, sangat rentan dari ketidakbersihan wadah.
Dalam kaitannya dengan hal tersebut, pemerintah dan pihak terkait sedang melakukan investigasi mendalam untuk mengetahui penyebab pasti dari kasus-kasus keracunan ini dan berupaya untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali dengan memperketat pengawasan dan standar operasional program MBG.
Perlunya Evaluasi Dini dan Berkala
Dalam upaya pemerintah mengeksekusi program MBG untuk jangka panjang, tentu saja wajib dilakukan evaluasi sejak dini dan berkala pada program Makan Bergizi Gratis agar murid terhindar dari risiko keracunan makanan. Evaluasi ini penting untuk memastikan program berjalan lancar, aman, dan memberikan manfaat gizi yang optimal bagi penerimanya dan tentu saja menghasilkan generasi muda yang bebas stunting dan cerdas.
Sebagai bahan pertimbangan pemerintah, berikut adalah beberapa aspek penting yang perlu dievaluasi ke depan secara berkala.
1. Sumber dan Keamanan Bahan Baku
Pentingnya mengetahui sumber dan asal dari setiap bahan baku. Bagaimana sistem penelusuran asal bahan baku makanan diterapkan? Apakah ada catatan yang jelas mengenai pemasok, tanggal panen/produksi, dan tanggal kedaluwarsa?Â
Standar dan riwayat pemasok sumber makanan juga harus jelas. Apakah pemasok bahan baku telah memenuhi standar keamanan pangan yang ditetapkan (misalnya, memiliki sertifikasi Hazard Analysis and Critical Control Points/HACCP) atau standar lain yang relevan?Â
Penyimpanan bahan baku setelah diambil dari ladang, peternakan dll. Bagaimana bahan baku disimpan sebelum diolah? Apakah suhu dan kondisi penyimpanan sesuai dengan persyaratan untuk mencegah pertumbuhan bakteri berbahaya?
Diperlukan inspeksi rutin terhadap semua bahan baku dan wadah makanan. Apakah ada inspeksi rutin terhadap kualitas dan keamanan bahan baku yang diterima? Apakah ada pemeriksaan dan pengawasan ketat dari unsur terkait sebelum bahan baku makanan disalurkan?
2. Proses Pengolahan Makanan
Higiene Personel atau chef yang memenuhi standar di lokasi dapur umum MBG. Bagaimana praktik higiene personel diterapkan oleh para pengolah makanan (misalnya, mencuci tangan, penggunaan sarung tangan dan penutup kepala)? Apakah ada pelatihan higiene yang memadai?
Pengawasan kebersihan peralatan. Bagaimana kebersihan peralatan masak dan makan dijaga? Apakah ada prosedur sanitasi yang efektif untuk peralatan sebelum dan sesudah digunakan?
Metode memasak yang aman. Apakah metode memasak yang digunakan sudah tepat untuk membunuh bakteri berbahaya (misalnya, suhu dan waktu memasak yang sesuai untuk jenis makanan)?
Penerapan pencegahan kontaminasi silang. Apakah ada langkah-langkah untuk mencegah kontaminasi silang antara makanan mentah dan matang, atau antara bahan makanan yang berpotensi alergen?
Pentingnya pengujian sampel makanan. Apakah ada pengambilan dan pengujian sampel makanan secara berkala untuk mendeteksi keberadaan bakteri patogen atau kontaminan lainnya?
3. Penyimpanan dan Distribusi Makanan Matang
Kontrol dan pengendalian suhu. Bagaimana suhu makanan matang dijaga selama penyimpanan dan distribusi? Apakah ada peralatan pendingin atau penghangat yang memadai dan berfungsi dengan baik?
Waktu penyimpanan makanan. Berapa lama batas waktu makanan matang dapat disimpan dengan aman sebelum didistribusikan atau dikonsumsi? Apakah ada sistem pencatatan waktu masak dan perkiraan waktu konsumsi?
Wadah distribusi. Apakah wadah yang digunakan untuk distribusi makanan aman, bersih, dan sesuai untuk jenis makanan yang dibawa?
Logistik distribusi perlu dipertimbangkan. Di Tana Toraja ada satu mobil yang bertugas mengantarkan ribuan paket MBG ke sekolah-sekolah. Bagaimana proses distribusi diatur untuk memastikan makanan sampai kepada penerima dalam kondisi yang baik dan aman? Apakah ada standar waktu tempuh maksimal?
4. Penanganan dan Konsumsi MakananÂ
Edukasi berkala terhadap penerima manfaat. Apakah ada edukasi kepada penerima manfaat mengenai cara menyimpan dan mengonsumsi makanan dengan aman (misalnya, segera dikonsumsi, tidak menyimpan sisa makanan terlalu lama)?
Kontrols fasilitas kebersihan. Apakah tersedia fasilitas kebersihan yang memadai di tempat konsumsi (misalnya, tempat cuci tangan)?
5. Sistem Pengawasan dan Pelaporan
Ketersediaan tim pengawas. Apakah ada tim khusus yang bertanggung jawab untuk mengawasi seluruh aspek keamanan pangan dalam program ini?
Prosedur pelaporan yang rinci, jelas dan transparan. Apakah ada prosedur yang jelas untuk melaporkan potensi masalah keamanan pangan atau kasus keracunan makanan?
Tindak lanjut laporan. Bagaimana mekanisme tindak lanjut jika ada laporan mengenai masalah keamanan pangan? Apakah ada tindakan korektif dan preventif yang diterapkan?
6. Keterlibatan Pihak Terkait
Kemitraan dengan ahli gizi dan keamanan pangan. Apakah program ini melibatkan ahli gizi dan ahli keamanan pangan dalam perencanaan, implementasi, dan evaluasi?
Kerja sama dengan dinas kesehatan. Apakah ada koordinasi dan kerja sama dengan dinas kesehatan setempat untuk pengawasan dan penanganan potensi masalah kesehatan?
7. Metode Evaluasi yang Dapat Digunakan
Melakukan inspeksi mendadak atau terjadwal ke dapur, tempat penyimpanan, dan lokasi distribusi. Mengambil sampel bahan baku dan makanan matang untuk diuji di laboratorium. Mengumpulkan informasi dari pengelola program, pengolah makanan, dan penerima manfaat mengenai praktik keamanan pangan lewat survei dan wawancara.Â
Menganalisis data terkait pengadaan bahan baku, proses pengolahan, distribusi, dan laporan kejadian (jika ada). Melakukan audit keamanan pangan secara komprehensif oleh pihak independen.
Dengan melakukan evaluasi secara berkala dan menyeluruh terhadap aspek-aspek di atas, risiko keracunan makanan dalam program Makan Bergizi Gratis dapat diminimalkan. Hasil evaluasi ini juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki dan meningkatkan kualitas serta keamanan program secara keseluruhan.
Penting untuk diingat bahwa keamanan pangan adalah tanggung jawab bersama dan memerlukan komitmen dari semua pihak yang terlibat dalam program ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI