Dengan adanya pekerjaan jalan, pemandangan mulai terbuka. Dari titik pertengahan jalur Sa'dan sudah bisa dilihat lekukan jalan yang dilebarkan. Ini imbas dari banyaknya pepohonan yang ikut ditumbangkan di sekitar sisi kiri dan kanan jalan.Â
Pada satu titik landai yang sudah berdekatan dengan sisi sungai Massuppu', di mana dulu saya bertemu sekelompok babi hutan, kini sudah sangat terang dn makin lebar. Di titik ini saya sedikit was-was juga ketika lewat. Bagaimana kalau mesin motor tiba-tiba bermasalah atau kondisi ban pecah. Soalnya pernah ada seorang pendeta yang bertugas di wilayah Simbuang mendapati seekor ular piton besar sedang melilit dan menelan seekor babi hutan di tempat tersebut.Â
Titik terberat terakhir di jalur Sa'dan adalah penurunan mendekati jembatan sungai Massuppu'. Sebelum pekerjaan pelebaran jalan masuk, akses jalan di sekitar jembatan ini sedikit ekstrim, berbatu dan berpasir. Di musim kemarau ban motor sulit dikendalikan. Meskipun sudah injak rem, motor tetap melaju turun karena debun tanah yang sudah mirip semen. Â Tak jarang penumpang yang dibonceng motor harus berjalan kaki.Â
Perbaikan dan pelebaran jalan hanya sampai di jembatan Massuppu'. Jalur ekstrim lainnya di sekitar kampung Petarian belum ada isi pengerjaan. Jadi kondisi jalan masih sama ekstrimnya, yakni menanjak, berbatu dan curam.Â
Ketika kembali dari Simbuang pada November lalu, jalur Petarian hingga Sa'dan makin buruk. Pengaruh musim kemarau saat itu membuat banyak mobil jenis Hilux dan truk double gardan mondar-mandir memasang alat peraga kampanye caleg dan parpol membuat bebatuan dan tanah di sepanjang jalan makin terhambur. Rabat beton pun mulai banyak yang rusak, terutama di bagian tikungan tajam dan menukik. Hingga hanya menyisakan pecahan beton untuk membuat ban motor saja.Â
Di perkampungan Sa'dan yang masuk wilayah kecamatan Simbuang dan hanya didiami beberapa rumah saja, jalur benar-benar menguji adrenalin. Jika tidak hati-hati, pengendara bisa terjatuh. Bebatuan banyak berhamburan di tengah jalan. Satu rekan ibu guru yang berbarengan pulang dengan saya harus turun beberap kali dari motor dan memilih jalan kaki. Saya sendiri yang mengendarai motor pun berulang kali berhenti untuk melihat situasi jalan. Istilah motor dikendarai seperti sepeda pun berlaku. Kedua kaki saya harus turun untuk menjaga keseimbangan. Beberapa kali mata kaki saya terantuk pedal motor saya sendiri. Satu kali saya harus menuntun motor untuk menurini jalan berbatu yang sudah menyerupai tebing. Untungnya tak ada orang yang lewat dan melihat saya saat itu.Â
Namun, ada kondisi kontras saat ini di mana pelebaran jalan sekitar 5 km di jalur Sa'dan sepertinya untuk sementara tinggal kenangan. Setelah dikerjakan selama hampir sebulan, memasuki bulan Desember para pekerja dan alat berat telah ditarik semua oleh pemborongnya. Jalan yang baru mulai dibenahi pun kini terbengkalai. Menurut informasi dari warga yang melintasi wilayah perbaikan jalan, tidak kucurnya dana proyek ditengarai menjadi penyebab terhentinya pembagunan jalan.Â
Jalanan untuk sementara masih bagus dilewati. Tetapi ketika puncak musim hujan, kondisi jalan akan benar-benar rusak berat. Galian tanah akan tersapu oleh genangan air hujan menuju sungai. Dan bukan tak mungkin sungai-sungai kecil akan terbentuk di jalan tanah yang belum rampung pengerjaannya. Tambahan pula, banyaknya pohon yang ditumbangkan di sisi jalan akan mendorong rawannya terjadi longsor. Sebelum dilebarkan pun, kondisi tebing sudah rawan longsor.Â
Selama tidak ada kelanjutan perbaikan jalan ke depan, ruas jalan menuju Simbuang, khususnya di sekitar Sa'dan akan semakin parah. Apalagi musim hujan sudah mulai melanda Tana Toraja.Â