Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Gubernur Sulawesi Tengah [Tidak] Ada di Area Bencana

9 Oktober 2018   19:26 Diperbarui: 9 Oktober 2018   20:04 923
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Kompas Com

Dua kisah yang tidak termasuk tulisan atau artikel ini. Kisah-kisah ini, sudah lama menyebar di Medsos, dan menjadi Virall. Kedua kisah ini, sengaja saya sajikan sebagai penghantar, agar kita (anda dan saya) tidak terlalu cepat menilai terhadap sesuatu berdasar pikiran sendiri; atau bahkan membangun orasi dan narasai berdasar sesuatu yang tak sebenarnya.

Kisah I

Suatu waktu, Dokter Zhang Xinzhi (55, yang sudah 33 tahun sebagai dokter), di Anhui, China, ketika berjalan masuk ruang bedah, ia mendapat berita bahwa ayahnya mengalami kritis. Walaupun pembedahan tersebut bisa ditangguhkan, Zhang memilih menjalankan pembedahan karena nyawa dan kesehatan pasien lebih penting

Zhang sudah maklum keadaan kesehatan ayahnya. Dia juga sempat menjenguk ayahnya sebelum itu dan memberitahu bahwa dirinya harus kembali ke rumah sakit untuk pembedahan.

Si ayah yang memahami tanggunjawab anaknya itu hanya tersenyum dan mengizinkan Zhang melaksanakan amanah yang dipegang. Namun saat memulai pembedahan, Zhang mendapat berita mengejutkan, ayahnya meninggal.

Zhang menguatkan diri dan menahan air mata tidak menetas dan meneruskan pembedahan tersebut. Ketika pembedahan berlangsung, Zhang menerima banyak telepon masuk tapi diabaikan agar fokus pada pembedahan tersebut.

Dua jam berlalu, setelah pembedahan tersebut selesai, Zhan tidak lagi mampu menahan sesak di dada lalu air matanya tumpah ke pipi.

Ia menjauh dari dokter lain yang ikut dalam pembedahan itu dengan air mata yang bercucuran. Koleganya terkejut karena mereka belum mengetahui berita duka yang diterima oleh Zhang.

Dokter Zhang berkata, "Pada hari tersebut, saya berasa amat sedih kerana tidak dapat berada di sisi ayah saya. Saya berasa amat bersalah kerana tidak dapat melihatnya buat kali terakhir, tetapi saya adalah seorang dokter dan menyelamatkan nyawa pasien adalah prioritas penting juga"

Kisah Zhang kemudian diposting ke media sosial dan viral. Netizen memuji tindakan mulia Zhang.

Namun Zhang merendah diri dan menganggap semua dokter akan melakukan hal sama. Dalam kesedihannya, ia berkata "Walaupun saya menyesal tidak dapat melihatnya buat kali terakhir. Tetapi saya tahu yang ayah saya memahami dan mendukung keputusan saya, karena dia tahu saya bukan anaknya sahaja, tetapi saya ada tanggungjawab yang besar sebagai seorang doktor juga." [Sumber]

Kisah II

Seorang ayah, dengan gelisah, semetara duduk di ruang tunggu depan kamar bedah; anaknya mengalami kecelakan sehingga harus dibedah. Pasien menabrak orang hingga tewas, sementara mobilnya menabrak bahu jalan, dan mengalami luka parah. Pembedahan belum bisa berlangsung karen dokter bedah belum tiba di RS.

Kira-kira 30 menit kemudian, dokter bedah tiba, dengan wajah yang kering; ayah tersebut menghampir dokter, dan berkata agak gusar, "Kamu, dokter dari mana saja. Kok telat? Pasien sudah menunggu."

Dokter tersebut, cuma diam dan senyum. Ia melangkah masuk ke ruang bedah. Dua jam kemudian, ia keluar, dan bergegas pulang. Ia tidak bersalaman dengan keluarga pasien yang ada di ruang tunggu.

Ketika dokter itu telah menjauh, Si Ayah mengikuti tempat tidur yang diatasnya anaknya berbaring lemah; ia harus dipindahkan ke ruang perawatan, didorong oleh perawat, dan perawat linya di sampingnya. Mereka berdua berkata-kata tentang ketabahan dokter bedah. Si Ayah mendengar, dan bertanya kepada salah satu perawat, "Ada apa dengan dokter itu?'

Salah satu perawat berkata, "Dokter Bedah datang terlambat karena ia baru saja ada di RS lain. Ia harus melihat anaknya tewas karena ditabrak mobil. Dari RS tersebut, ia datang ke sini, untuk membedah dan menyelamatkan nyawa anak bapak."

Si Ayah tidak berkata banyak; perawat pun melanjutkan, "Bapak tahu? Bahwa orang yang ditabrak anak bapak adalah putera tunggal  Dokter Bedah tadi." [Sumber: WA Grup INDONESIA HARI INI]

##

Bencana di Sulawesi Tengah

Jumat, 28 September 2018, sekitar pukul 14.WIB terjadi gempa berkekuatan magnitudo 6 dengan kedalaman 10 km; kemudian pada pukul 17.02 WIB terjadi gempa dengan kekuatan magnitudo 7,4 pada kedalaman 10 km di jalur sesar Palu Koro. Setelah itu, terjadi 13 gempa dengan kekuatan di atas magnitudo 5.

Akibat rangkaian tersebut, sudah diketahui, memporakprandakan kota Palu dan sekitarnya, serta sejumlah besar orang luka-luka, tewas, dan hilang. Juga, infrastruktur kota ikut hancur, termasuk sejumlah gedung perkantoran Pemda Palu dan Povinsi Sulawesi Tengah. Roda Administrasi Pemda pun, ikut terhenti.

Semuanya menjadi panik, dan berupaya menyelamatkan diri. Sekian menit setelah bencana, dengan genangan air mata, mereka yang selamat berupaya mencari dan menemukan anggota keluarga yang hilang; mereka tersebut, termasuk para PNS atau ASN Penda Palu dan Sulawesi Tengah.

Bisa dipastikan, segenap PNS dan ASN Pemda Palu dan Sulteng, juga termasuk yang berupaya mencari dan menyelamatkan sanak yang hilang atau pun masih selamat dari retuntuhan gedung. Dan sekali lagi, bisa dipastikan bahwa Gubernur Sulawesi Tengah, Longki Djanggola ikut larut dalam dukan; serta berupaya mencari dan menemukan sanaknya yang hilang atau menjadi korban.

Pada sikon dan konteks itu, apa yang dilakukan oleh Longki Djanggola tidak salah; ia adalah manusia biasa yang penuh dengan jiwa kemanusiaan sehingga melakukan hal-hal sesuai kemanusiaannya. Dan, wajar juga, jika ia sejenak 'melupakan' tugas utamanya sebagai Pamong dan Bapak rakyat Sulawesi Tengah; mereka sama-sama menderita, duka, sedih, dan penuh kesedihan.

Bantuan dari luar pun datang; upaya mencari dan evakuasi korban. Semuanya berjalan dengan sendiri-sendiri maupun melalaui koordinasi Tim Penyelamat serta relawan yang berhasil masuk ke area bencana.

Kritik Terhadap Gubernur Sulteng, Longki Djanggola

Dalam sikon bencana itu, ternyata sejumlah orang (dari) luar, mempunyai penilaian yang berbeda terhadap Pemda Sulawesi Tengah dan Longki Djanggola. Mereka hanya melihat dari sisi tugas dan fungsi Longki Djanggola sebagai Gubernur, dan tidak peduli pada segi kemanusiaannya.

Misalnya, Fadli Zon, "Status bencana nasional ini cukup penting. Apalagi kita membuka diri, dunia internasional juga memberikan uluran tangan mereka tergerak terpanggil memberikan bantuan baik itu dalam bentuk materi ataupun barang."  Dengan kata lain, Zon ingin menyatakan bahwa Pemerintahan Daerahnya lumpuh, karena Gubernur Sulteng gagal alias tidak mampu menanggulangi dan menata hal-hal yang berhubungan dengan pasca bencana.

Sementara itu, Deputi IV Kantor Staf Kepresidenan Ali Ngabalin menyatakan bahwa Gubernur Sulteng Longki Djanggola yang merupakan kader Gerindra, cenderung pasif dalam penanganan gempa Palu dan Donggala. Menurut Ngabalin, Longki tak hadir di tengah masyarakat saat masyarakatnya sendiri sangat membutuhkan kehadirannya. Jadi, menurut Ngabalin, Gubernur Sulteng dan Wali Kota Palu hadir seharusnya turun ke masyarakatnya dan memberikan motivasi supaya kuat menghadapi keadaan bencana.

Nah ...

##

Menurut saya, kritik yang cukup pedas tersebut, wajar, jika dilihat atau melihat dari Jakarta atau pun (hanya) berdasar pemberitaan Media Penyiaran dan Pemberitaan, serta tidah hadir langsung di area bencana. Tapi, sangat tidak wajar, jika tidak tahu hal yang sebenarnya, lalu langsung menuding dan menduga ini itu.

Sebab, silahkan membandingkan dengan Kisah I dan Kisah II di atas, seseorang yang sudah terpanggil untuk memabdikan diri sebagai 'pelayan rakyat,' maka ia wajib atau pun memiliki suatu keharusan mendahulukan kepentingan publik yang menjadi tangggungjawabnya, daripada urusan pribadi.

Hal tersebut terbukti dengan pernyataan Kepala Humas BNPB, Sutopo Purwo. Menurut Sutopo, "Pemda Sulteng hadir sejak awal terjadinya bencana. Jadi kalau ada media yang menyampaikan bahwa pemda tidak banyak berperan, itu tidak benar. Sejak kejadian bencana, pemda tetap tegak. Pemerintah pusat dalam hal ini dari berbagai kementerian/lembaga,TNI-Polri, bergerak untuk mendampingi pemerintah daerah. Dan Pak Gubernur menyampaikan, 'Kami selalu hadir bersama semua pihak untuk mempercepat pemulihan keadaan masyarakat."

Jelas khan, Gubernur Sulawesi Tengah tidak meninggalkan rakyatnya; ia ada dan hadir dalam derita warga. Sayangnya, kehadiran tersebut 'tidak terlihat dari Jakarta.' Sama halnya dengan hadirnya Presiden RI di Sulawesi Tengah, ada politisi yang menilai sebagai pecitraan politik. Suatu penilaian yang salah kaprah dari orang-orang yang tak berpikir secara sehat, jujur, baik dan benar.

Oleh sebab itu, sangat tidak etis apa yang dikatakan oleh Anggota Badan Komunikasi DPP Gerindra Andre Rosiade. Orang ini menyatakan bahwa, "Bedanya Pak Longki nggak pencitraan bawa media seperti Pak Jokowi yang membangun pencitraan supaya terlihat bekerja tapi hasilnya tidak dirasakan masyarakat." Ucapan seperti ini, bisa disebut sebagai penghinaan terhadap kehadiran Presiden di antara rakyat yang menderita. Oleh sebab itu, orang ini perlu belajar ulang di Sekolah Dasar agar bisa memahami cara menghormati Kepala Negara.

Mari kita menilai sesuatu dengan jernih, jujur, dan berdasarkan fakta yang ada. 

Opa Jappy | Relawan Indonesia Hari Ini Memilih Jokowi - IHI MJ

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun