Sebab, silahkan membandingkan dengan Kisah I dan Kisah II di atas, seseorang yang sudah terpanggil untuk memabdikan diri sebagai 'pelayan rakyat,' maka ia wajib atau pun memiliki suatu keharusan mendahulukan kepentingan publik yang menjadi tangggungjawabnya, daripada urusan pribadi.
Hal tersebut terbukti dengan pernyataan Kepala Humas BNPB, Sutopo Purwo. Menurut Sutopo, "Pemda Sulteng hadir sejak awal terjadinya bencana. Jadi kalau ada media yang menyampaikan bahwa pemda tidak banyak berperan, itu tidak benar. Sejak kejadian bencana, pemda tetap tegak. Pemerintah pusat dalam hal ini dari berbagai kementerian/lembaga,TNI-Polri, bergerak untuk mendampingi pemerintah daerah. Dan Pak Gubernur menyampaikan, 'Kami selalu hadir bersama semua pihak untuk mempercepat pemulihan keadaan masyarakat."
Jelas khan, Gubernur Sulawesi Tengah tidak meninggalkan rakyatnya; ia ada dan hadir dalam derita warga. Sayangnya, kehadiran tersebut 'tidak terlihat dari Jakarta.' Sama halnya dengan hadirnya Presiden RI di Sulawesi Tengah, ada politisi yang menilai sebagai pecitraan politik. Suatu penilaian yang salah kaprah dari orang-orang yang tak berpikir secara sehat, jujur, baik dan benar.
Oleh sebab itu, sangat tidak etis apa yang dikatakan oleh Anggota Badan Komunikasi DPP Gerindra Andre Rosiade. Orang ini menyatakan bahwa, "Bedanya Pak Longki nggak pencitraan bawa media seperti Pak Jokowi yang membangun pencitraan supaya terlihat bekerja tapi hasilnya tidak dirasakan masyarakat." Ucapan seperti ini, bisa disebut sebagai penghinaan terhadap kehadiran Presiden di antara rakyat yang menderita. Oleh sebab itu, orang ini perlu belajar ulang di Sekolah Dasar agar bisa memahami cara menghormati Kepala Negara.
Mari kita menilai sesuatu dengan jernih, jujur, dan berdasarkan fakta yang ada.Â
Opa Jappy | Relawan Indonesia Hari Ini Memilih Jokowi - IHI MJ