Mohon tunggu...
Haryadi Yansyah
Haryadi Yansyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

ex-banker yang kini beralih profesi menjadi pedagang. Tukang protes pelayanan publik terutama di Palembang. Pecinta film dan buku. Blogger, tukang foto dan tukang jalan amatir yang memiliki banyak mimpi. | IG : @OmnduutX

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Kisah Penyintas Penyakit Langka dan Mematikan dalam Buku "Metamorfosa Botulisme"

26 November 2021   16:32 Diperbarui: 26 November 2021   16:44 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: hasil pindai. Dokpri.

Setelah menyiapkan makanan istimewa tepat di hari ulang tahun suaminya, Zahra merasakan satu yang aneh dalam tubuhnya. Tiba-tiba saja perutnya terasa sakit. Mulanya ia dan sang suami beranggapan itu mag yang kumat dicampur kelelahan karena harus mengurus rumah dan 2 anak mereka yang masih kecil.

"Dengan berat hati, aku harus berlalu dari perayaan kecil itu dan merebahkan diri di tempat tidur. Bukannya membaik, sakit ini makin menjadi dan membuatku tidak bisa beranjak." Hal.12.

Tak hanya perut yang melilit, tak lama kemudian Zahra juga terpaksa memuntahkan apa yang ada di dalam perutnya. Benarkah itu sakit lambung biasa? Sepertinya bukan. Sebab yang dimuntahkan oleh Zahra adalah cairan yang terasa pahit dan bau. Efek lainnya, kepalanya pusing, badan lemas dan tenggorokan sakit.

Dengan obat seadanya dan beristirahat secukupnya ternyata sakit yang dirasakan oleh Zahra bertambah parah. Gejala-gejala lain bermunculan. Dari penglihatan yang kabur, kelopak mata turun hingga dada yang terasa sesak.

Atas izin Ridho --sang suami, Zahra kemudian memutuskan untuk mendatangi klinik yang berada tak jauh dari kediaman mereka di Yokohama, Jepang. Beruntung dokter yang ditemui dapat berbahasa Inggris sehingga Zahra dapat leluasa berkomunikasi dan bertanya tentang sakit yang ia rasakan.

Mulanya Zahra mengira sakit yang ia dapatkan efek dari heatstroke sebab mereka baru saja melewati musim panas yang lumayan menyiksa. Namun, diagnosis sementara, Zahra mengidap faringitis.

"Aku mengangguk perlahan dengan kepasrahan. Relung hatiku berkata, diagnosis ini masih jauh dari kebenaran." Hal.25. "Meski begitu, seorang dokte pasti lebih tahu apa yang terjadi dalam tubuh pasiennya." Hal.26.

GESEKAN DI KALA TUBUH SEMAKIN MELEMAH

Dari kunjungan ke dokter itu, keadaan Zahra semakin mengkhawatirkan. Obat yang diberikan untuk dikonsumsi dalam jangka waktu seminggu tak banyak membantu. Kelopak matanya semakin terkulai, suaranya parau dan Zahra kesulitan untuk menelan sesuatu bahkan sekadar air minum. Dengan demikian, bayangkan saja betapa susahnya dia harus menelan obat.

Sayangnya, di saat seperti ini di mana dia butuh dukungan penuh dari suami, yang ada, suami malah menunjukkan perubahan sikap yang tak diharapkan.

"Sudah Baba bilang beberapa kali, kalau sakit jangan dirasa-rasa. Makan yang betul dan telan obatnya." Ucapan keras suamiku itu, nyata betul membuat lidahku kelu. Hal.26.

Zahra saat dirawat di RS. Sumber gambar IG @zahra.rabbiradlia
Zahra saat dirawat di RS. Sumber gambar IG @zahra.rabbiradlia

Hal ini jelas membuat ia semakin sedih. Gesekan sepasang suami istri muda ini tak dapat dihindari. "Sungguh, ini terasa menyakitkan. Tak hanya pada fisik, tapi juga perasaanku. Tak ada yang memercayaiku di sini, bahkan suami dan dokter sekalipun." Hal.28.

Belum lagi, perhatian kepada dua anaknya --Ibrahim dan Salman, mau tak mau semakin menggerus fisik dan mentalnya. Namun, yang Zahra dapat lakukan hanya menunggu stok obat habis untuk kemudian dapat kontrol ulang di klinik kesehatan.

Ironisnya, di satu hari saat sang suami bekerja, Zahra merasakan tubuhnya menggawat. Dia lantas mengontak salah satu temannya. Begitu temannya datang, tindakan cepat diambil. Chika --temannya itu, menelepon ambulans.

"Ya Allah. Napasmu pendekbanget. Aku sinpai... aku telepon ambulans aja, ya, Neng. Ini mah udah gawat, kamu harus ke rumah sakit." Hal.38.

Begitu ia dilarikan ke unit gawat darurat RS Rosai Yokohama, sayangnya diagnosis dokter masih tak berubah. Dia dianggap mengidap penyakit faringitis yang tak terlalu berbahaya. Jelas hal ini semakin mempertajam gesekan antara Zahra dan suaminya.

"Harusnya tadi Mama sabar. Cuma tinggal empat jam lagi Baba pulang, tapi Mama gak sabar. Malah telepon Chika. Lihat sekarang, semua jadi repot. Ibrahim sama Salman diurus orang lain. Gimana ASI-nya? Gimana Ibrahim? Baba paling gak suka kita ngerepotin orang lain!" Hal.44.

Memang situasi yang serba sulit. Sebagai pembaca, saya berusaha netral menyikapi hal ini. Di satu sisi, saya turut mengerti kegemasan Ridho yang menganggap Zahra tak betul-betul berjuang untuk sembuh. Namun di sisi lain, tak seorang pun dari kita (para pembaca, suaminya atau juga semua teman-temannya) yang tahu betapa sakitnya yang ia rasakan saat itu.

"Aku sudah tidak bertenaga lagi untuk meminta sebab diri ini terlalu takut akan penolakan. Biar saja semampu aku melakukan semuanya. Takkan pernah lagi aku meminta. Takkan mau lagi aku memohon bala bantuan." Hal.47.

KEBENARAN PERLAHAN TERKUAK

Dikarenakan tak kunjung sembuh, Ridho kemudian kembali membawa Zahra ke rumah sakit. "Di sana perawat terlebih dahulu mendeteksi kondisi tubuhku dengan beragam peralatan medis. Tak ada hal yang membahayakan di suhu dan denyut nadiku. Hanya saja, ketika perawat mengukur saturasi oksigenku dengan pulse oximeter, wajahnya mulai panik. Tanpa berpikir panjang, perawat itu melarikanku ke IGD secepat yang ia bisa..." Hal.69.

Di tengah upaya tim medis untuk mencari akar penyakit, berobat di masa pandemi covid-19 menjadi warna sendiri bagi Zahra dan suaminya. Berbagai tes kemudian dilakukan. Diagnosis terbaru kemudian diinformasikan.

Tenaga medis di Jepang yang membantu proses kesembuhan Zahra. Sumber gambar IG @zahra.rabbiradlia
Tenaga medis di Jepang yang membantu proses kesembuhan Zahra. Sumber gambar IG @zahra.rabbiradlia

Kemungkinan Zahra menderita Myasthenia Gravis, namun untuk memastikannya lebih tepat, Zahra harus dirawat di rumah sakit selama 3 sampai 4 minggu.

"Dengan sisa tenaga yang ada, kucoba menangkap raut wajah suami yang mematung di sampingku. Sudah jelas terlihatm ada kekalutan yang kentara di dalam benaknya. Tentang aku dan anak-anak. Bagaimana merawat anak-anak tanpa campur tangan istri selama sebulan penuh? Ke mana harus mencari bala lantuan? Di manakah harus menitipkan anak-anak?" Hal.79.

Namun di sinilah tangan Tuhan mulai bekerja. Ada banyak sekali bantuan yang kemudian Ridho dan Zahra terima. Warga Indonesia yang tinggal di Jepang secara bergantian rela dititipan Ibrahim ketika Ridho harus bekerja. Sedangkan Salman, satu keluarga di Tokyo rela mengasuhnya selama Zahra dirawat di RS.

Zahra pun ditangani oleh tim dokter dan fisioterapi yang luar biasa. Segala macam tes dilakukan berkala untuk mencari apa sebetulnya penyakit yang ia idap. Hingga kemudian dokter menyatakan kemungkinan terbesar penyakit itu adalah Bolutisme. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang kemudian menebar racun ke tubuh.

Ini adalah penyakit yang berbahaya dulunya. Bahkan, saat terjadi Perang Dunia II, beberapa negara punya ide gila untuk membuat senjata biologi mematikan dari racun botulinum itu.

"Aku sungguh beruntung, hidup dalam kondisi ketika racun mematikan ini sudah ada penawarnya dan ditangani oleh dokter yang profesional. Bukannya menafikan, hanya saja bila aku menderita sakit ini di Indonesia, bisa jadi diagnosis yang dikeluarkan tidak tepat dan aku tidak selamat." Hal.170.

*   *   *

Ada begitu banyak perasaan yang campur aduk saat "menyantap" novel ini. Ya, walaupun sakit yang diidap oleh Zahra betul adanya, bahkan semua nama tokoh yang ada di buku ini diambil dari nama orang yang sesungguhnya, namun sebagaimana diakui oleh Zahra, "novel ini diangkat dari kisah nyata perjalanan hidupku sebagai penyintas bolutisme. Selayaknya novel, karya ini mengandung sedikit bumbu fiksi, tetapi tidak mengubah peristiwa yang sesungguhnya." Hal.218.

Zahra beserta suami dan kedua anaknya berfoto dengan buku Metamorfosa Botulisme. Sumber gambar IG @zahra.rabbiradlia
Zahra beserta suami dan kedua anaknya berfoto dengan buku Metamorfosa Botulisme. Sumber gambar IG @zahra.rabbiradlia

Tak hanya menceritakan kejadian saat Zahra sakit hingga sembuh, namun ada satu bagian di buku ini yang juga menceritakan kisah balik bagaimana dua orang ini bersatu dalam ikatan pernikahan. Dan ini bagian yang indah sekali.

Hal lain yang kemudian menghadirkan rasa haru buat saya adalah perhatian sesama warga Indonesia yang tinggal di Jepang. Betapa, di negeri orang yang jauh dari sanak saudara, maka teman-teman sesama perantauan inilah yang kemudian menjelma menjadi saudara tak sedarah yang keberadaannya sangat diperlukan di saat-saat seperti ini.

Melalui buku ini, saya juga diajak untuk "menyelami" bagaimana cara tim medis di Jepang menangani satu penyakit. Memang, awal-awal dokter memberikan diagnosis yang kurang tepat. Maklum saja, botulisme adalah penyakit langka. Bahkan, di tahun 2020, Zahra adalah satu-satunya orang yang mengidap penyakit itu sehingga kejadian ini mendapatkan sorotan dari media.

Buku Metamorfosa Botulisme ini disajikan dengan apa adanya. Bahwa, perasaan kesal yang dirasakan oleh Zahra terhadap suami, begitu pun sebaliknya, sesungguhnya menunjukkan bahwa sejatinya, keduanya adalah manusia biasa yang terus bertumbuh sebagai pasangan suami istri sembari terus menaungi dua buah hati mereka.

Perasaan cinta dan kesal yang dituliskan Zahra terasa begitu genuine. Secara keseluruhan, buku ini tersaji dengan sangat baik. Dengan pilihan diksi yang sebagian tersaji puitis dan sungguh-sungguh keluar dari hati. Ada banyak hikmah juga yang saya dapatkan setelah membaca tuntas bukunya. 

Skor 8,8/10

Penulis bagian dari Kompal
Penulis bagian dari Kompal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun