Mohon tunggu...
Olivia Armasi
Olivia Armasi Mohon Tunggu... Mengurus Rumah Tangga -

Peduli politik itu peduli terhadap sesama..... Nulis itu sulit, merangkai kata itu susah.... Mantan pelajar yang sedang belajar membaca, belajar komentar & belajar menulis..

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dibalik Kepala Batu Elit Koalisi Merah Putih & Pendukungnya

2 September 2014   23:24 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:47 655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sakit Hati, penjilat dan fanatisme adalah penyebab elit koalisi Merah Putih & pendukung fanatiknya tetap konsisten keras kepala bahwa Jokowi adalah musuh bersama.

Pepatah atau tradisi atau apalah namanya dalam politik “Tidak ada kawan abadi yang ada adalah kepentingan abadi” sepertinya tidak berlaku pasca Pilpres 2014. Pada kondisi yang wajar. Jangankan perbedaan ideologi, perbedaan agama-pun masih ada ruang untuk saling berinteraksi. Toleransi dalam damai, saling menghargai & bekerjasama untuk kemaslahatan serta kebaikan bersama.

Sikap keras kepala elit Koalisi Merah Putih penyebab utama adalah 3 orang yaitu Prabowo, Amin Rais & ARB. Flash back sebelum Pilpres, hal-hal yang membuat sakit hati, antara lain :

  • PRABOWO SUBIANTO, Koalisi PDIP-Gerindra mengusung Jokowi-Ahok dengan harapan prestasi Jokowi-Ahok dapat menjadi sesuatu yang diunggulkan sebagai bahan kampanye Prabowo agar masyarakat lebih percaya. “Ini lho kalau saya jadi Presiden, Pemerintahan akan seperti ini”. Yang terjadi justru tidak seperti dalam skenario. Provinsi DKI sebagai etalase model kepemimpinan ala PDIP-Gerindra justru menaikkan pamor Jokowi jauh meninggalkan Prabowo. Kita tahu upaya kubu Prabowo mengaborsi pencapresan Jokowi. Dengan puisi boneka-lah, bohong asal santun-lah, perjanjian batu tulis-lah, iklan tv habis 52 milyar tidak tahu terima kasih,dsb. Anjing menggonggong kafilah berlalu. Jokowi cuek seakan tidak mendengar begitu galaknya Prabowo dalam setiap kesempatan berorasi. Mantan tentara, pernah berperang seakan tidak ada artinya. Prabowo-pun SAKIT HATI.

  • AMIN RAIS, sebelumnya sangat terkenal sebagai pengkritisi Jokowi yang konsisten. Melihat realita popularitas Jokowi yang tak terbendung, Amin Rais merendahkan dirinya menjadi mak comblang Jokowi Hatta. Dengan modal sebagai tokoh reformasi dan dukungan finansial yang tak terbatas dari Mr. R, Amin rais sangat pede akan dapat mewujudkan seperti yang pernah dikatakannya, Jokowi-Hatta ibarat Dwi Tunggal Soekarno Hatta. Penolakan Jokowi membuat Amin Rais SAKIT HATI. Salah satu pernyataan Amin Rais, Prabowo-Hatta melawan Jokowi-JK ibarat perang badar adalah menunjukkan, Jokowi bagi Amin bukan sekedar kawan bertanding tapi musuh.

  • ABU RIZAL BAKRIE, setelah tidak berhasil membangun koalisi untuk mengusung dirinya. Dengan modal sebagai Partai runner up, mempunyai jaringan media & finansial yang kuat plus popularitas hasil kampanye Pro ARB yang telah dilakukannya bertahun-tahun pun melakukan penjajagan dengan Jokowi. ARB menyadari duet ARB-Jokowi/Jokowi ARB tidak mungkin terwujud. Sama halnya seperti yang dilakukan Amin Rais. ARB merendahkan dirinya/mendown grade targetnya. Saat injury time menyatakan bergabung dengan Jokowi dengan syarat minta jatah 11 kursi menteri. Tekad keras Jokowi koalisi tanpa syarat adalah penolakan yang paling menyakitkan & merasa terhina. Ketua Partai Runner up, masuk dalam hitungan salah satu orang terkaya di Asia ternyata tidak mempunyai bergaining apapun di hadapan Jokowi si penjual meubel. Pemberitaan yang menyerang Jokowi dengan kalap melalui media yang dimilikinya, memecat Nusron Wahid & Agus Gumiwang Kartasasmita sebagai kader muda Partai Golkar yang potensial adalah kebijakan mata gelap ARB sekaligus mengkonfirmasi, rasa permusuhan terhadap Jokowi bukan urusan tidak ada deal loby-loby politik tapi rasa malu & SAKIT HATI.

Banyak pihak pengamat maupun masyarakat sebelumnya mengambil kesimpulan siapapun Presidennya, Golkar lah pemenangnya. Kali ini keliru. Di tangan ARB, Golkar Memang Beda sesuai dengan tag line yang sempat menjadi trending topics dunia.  Sayangnya, semangat perbedaan itu bukan atas kesadaran positif berperan sebagai penyeimbang yang konstruktif akan tetapi disebabkan karena masalah pribadi, sakit hati.

Sifat hipokrit elit PKS tidak dapat dijadikan pegangan kemana kapal mereka akan bertambat. Faktanya, bagaimana sikap keras mereka dan selalu mencoba bergaining terhadap koalisi SBY-Boediono. Hingga saat ini masih konsisten memprovokasi kubu Prabowo. Akan tetapi kicauan Tifatul bahwa hubungan PDIP-PKS sangat mesra di Solo. Menunjukkan PKS ya PKS. Kemana angin berhembus disitulah elit PKS berada.

Bagaimana dengan Fadli Zon, Ali Mochtar Ngabalin, Tantowi Yahya? Dibalik tingkah polah mereka yang lucu dan wagu, apakah mereka sakit hati? Tidak sama sekali. Mereka adalah tim hore. Orang-orang yang lumayan populer, pandai & mempunyai kedudukan. Mereka sangat sadar bahwa sangat kecil kemungkinan akan menjadi sesuatu dalam Pemerintahan Jokowi-JK. Sebagai politisi yang memang mempunyai watak dasar penjilat, hal yang paling masuk akal dilakukan adalah menunjukkan loyalitas pada juragan-juragannya. Bahkan situasi yang kontra, bersebarangan dan bersitegang adalah situasi yang akan selalu diciptakan agar orang-orang seperti mereka bisa tetap eksis. Entah karena alasan ekonomi atau hanya sekedar bisa nampang sebagai investasi masa depan agar tidak hilang dari peredaran.

Bagi yang hanya sekedar pendukung Prabowo dikalangan menengah ke atas. Alasan mereka tidak menyukai Jokowi hanya karena mereka menganggap bahwa wajah ndeso, sikap proletar Jokowi, bicaranya terbata-bata tidak layak dan tidak berhak menjadi Presiden. Mereka adalah kalangan yang terdidik & berfikir. Ketidak sukaan mereka paling banter diwujudkan dengan menghapus channel Metro TV dan berhenti berlangganan Koran Kompas. Keras kepala pendukung dalam kelompok ini, bukan mereka bodoh atau fanatik. Tapi disebabkan tidak pernah mendapatkan informasi yang benar. Karena referensi mereka hanya Tipi Wan, viva news, inilah.com, suara news, etc.... hehe.

Keras kepala pendukung fanatik Prabowo, mereka tidak bisa disalahkan. Kecintaan terhadap Prabowo adalah karena masalah psikologi. Rasa suka berlebihan yang diwujudkan seperti mengkoleksi foto-foto masa-masa kegagahan Prabowo adalah masalah hati. Siang malam waktu mereka dihabiskan untuk mencari berita yang dapat dijadikan alat untuk memuaskan hasrat kedongkolan mereka atas kekalahan pujaaannya. Kesembuhan mereka hanya bisa disembuhkan oleh waktu. Jika pingin cepet ya ke psikiater.

Bagi pendukung Prabowo yang rasional. Salah satu alasan mereka,  Presiden adalah simbol negara. Menurut mereka kriteria presiden haruslah seseorang yang membanggakan dengan kriteria minimal good looking, pandai bicara agar tidak memalukan bangsa Indonesia. Ada kawan saya seorang petinggi perbankan nasional begitu semangat sebagai relawan Prabowo-Hatta. Setelah KPU mengumumkan hasil rekapitulasi & Prabowo melakukan banyak blunder, saat itu juga terbuka fikirannya. Dia mengakui informasi yang dia dapatkan hanya informasi yang dia inginkan. Dan prihatin dengan apa yang dilakukan kubu Prabowo.

Bagi pendukung & mantan pendukung Prabowo Hatta, termasuk yang manakah anda? Jika anda tidak memiliki hubungan famili dengan Prabowo atau anda tidak mendapatkan benefit apapun dengan mendukung Prabowo. Sudahilah! Karena energi anda akan jauh lebih bermanfaat untuk ikut berperan serta membangun negara ini. Mengawasi & mengkritisi kebijakan yang tidak pas akan lebih berguna untuk kejayaan Indonesia Raya.

Semoga opini saya keliru. Jika opini saya benar, semoga mereka segera sadar. Politik adalah adu strategi. Lawan politik adalah lawan bertanding bukan musuh perang. Usai Pilpres mestinya “Benar atau salah negaraku harus kubela” bukan Benar atau salah juraganku harus kubela & kuprovokasi.

Selamatkan Indonesia dari sikap kerdil & egois. Untuk mewujudkan Indonesia Bangkit menjadi Hebat, Bersama Pasti Bisa. Lebih Cepat Lebih Baek !!!

sumber photo : merdeka.com, 3.bp.blogspot.com, tribunnews.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun