"Tadi kan..." aku kehilangan kata-kata.
      "Iya, tadi dia dijemput suaminya mau ke kota. Di jalan tabrakan. Sekarang jenazahnya masih di rumah sakit."
Masih belum kering di mataku, senyum Surti pagi tadi. Dasternya. Kerudung instannya. Juga perut buncitnya. Baru tiga jam, dan hidup mendadak berhenti untuk Surti.
      "Kok cuma 1 lubangnya Pak..." tanyaku penasaran soal kabar suaminya.
      "Suaminya selamat, bayinya juga. Cuma Surti."
Kalimat terakhir pak haji membuatku semakin lemas. Untuk tetap kuat berdiri tegak saja aku bersusah payah. Apalagi untuk mengangkat cangkul dan menggali lubang tempat Surti akan menyatu dengan bumi.
Aku tak percaya, dari dari sekian banyak lubang yang sudah kugali, ternayata tiba untuk waktunya Surti. Kutawarkan tempat di hati, tapi kamu memilih sepetak lubang di bumi. Oh Surti.... Kataku dalam hati. Dan mendadak aku limbung. Tak terima dengan kabar ini.