Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ruang Sempit Bernama Broken Home

13 Oktober 2020   09:26 Diperbarui: 13 Oktober 2020   15:00 1985
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
anak dari keluarga broken home bisa tumbuh dalam keadaan rapuh (Sumber: istockphoto via straitstimes.com)

Dayat sendiri saat ini survive di Jakarta dengan bekerja freelance sambil kuliah. Sejak kecil ia ditanamkan oleh kakek dan neneknya untuk bersekolah. Sebab hanya itu jaminan Dayat di dunia jika keduanya telah di panggil sang kuasa.

Petuah itulah yang mendorong ia bersekolah walau gonjang-ganjing kehidupan menerpanya. Kenakalan demi kenalan yang ia lakukan tak menyurutkan dan melalaikan ia bersekolah, bahkan dengan biaya sendiri.

Bagi Dayat hidup perlu dijalani apapun kondisinya. Toh ada Tuhan yang menjamin.

(Pandangan tentang apa itu kasih sayang akan dibahas pada artikel selanjutnya)

***

Sejalan dengan Dayat, Riska terdengar menghela napas panjang di ujung telepon. Suaranya seketika datar saat saya tak sengaja menanyakan perihal orangtuanya.

"Aku broken home, Kak." 

Pernyataannya membuat saya merasa bersalah karena mengusik sebuah luka di hidupnya. Namun, respons Riska memberikan sinyal positif bahwa obrolan tersebut bisa dilanjutkan.

Riska saat ini sudah berumur 24 tahun. Ia kelahiran Bogor, tahun 1996 dan baru saja menyelesaikan studi sarjana ekonomi di salah satu perguruan tinggi di Kota Ternate. 

Ia menghabiskan masa kecil dan bersekolah di Depok hingga saat duduk di bangku kelas 3 SMP tahun 2010 silam, petaka itu datang. Ia dihadapkan pada kenyataan bahwa ayah dan ibunya memilih berpisah. Sejak saat itu, hidupnya tak lagi sama. Kepingan kehidupan serasa berat dijalani. 

Pembulian dan gonjang-ganjing batin selalu dirasakan. Bahkan tak jarang ia harus berkutat pada perasaannya sendiri. Siklus pertemanan juga kadang tak memihak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun